—Sunshine, Alvina
Aku tidak bisa tidur karena Alga ingin mengajakku jalan-jalan. Aku penasaran kali ini dia akan mengajakku kemana. Oh iya!
Aku melupakan misteri Alga. Kami baru saja sampai pada petunjuk kesembilan. Aku tidak tahu berapa petunjuk lagi yang harus kami pecahkan.
Aku tidak sabar memecahkan petunjuk Alga tapi aku juga penasaran untuk segera mengungkap kasusku. Sebenarnya kami mempunyai banyak kesamaan tapi kami saling tidak mau mengakui. Lucu.
Kadang di dalam hatiku, aku bertanya sampai kapan perasaan ini harus kupendam sendiri. Alga tidak pernah menyatakan apapun padaku, ia hanya menunjukan. Tapi kalau dilihat lagi ia malah memperlakukanku seperti seorang teman.
Rasanya aku ingin sekali mengatakannya agar ia tahu bahwa aku sangat menyayanginya. Haruskah aku menyatakan duluan agar dia mengerti. Tapi aku takut mengambil risiko. Aku takut ia akan pergi meninggalkanku.
Beginilah nasib seorang wanita, kami harus selalu menunggu sampai akhirnya para laki-laki sadar bahwa kami menyimpan perasaan.
Aku berbaring dan memeluk guling. Akan ada waktunya kau akan sadar. Betapa aku menginginkan dirimu.
Dering telepon membangunkanku. Aku mengambil dan mengangkatnya, “Halo."
Alga menjawab, “Setengah jam lagi aku sampai. Bersiaplah."
Aku menjawab, “Hmm." Ia lalu mematikan telepon.
Aku masih sangat ngantuk tapi aku harus bersiap. Akhirnya, aku mengusap kedua mataku dan duduk lalu aku menuju kamar mandi. Setelah itu aku turun ke bawah untuk makan. Ibu sedang di ruang cuci.
Aku makan lalu aku menuju ruang cuci. Ibu sedang sibuk menjemur. Aku berkata, “Bu, hari ini Vina mau jalan-jalan bareng teman."
Ibu menggeser pakaian yang sudah dijemur itu dan melihat wajahku. “Kenapa harus hari ini? Apa ga bisa minggu depan nanti habis ambil rapot."
Aku mulai panik. Gawat. Aku berkata, “Habis temanku ngajaknya hari ini."
Ibu berkata, “Si Layla bukan? Kalau iya nanti Ibu telepon supaya diundur." Double gawat.
Aku menyela, “Yaudah, Bu. Hari ini Vina gajadi pergi."
Ibu berkata, “Iya. Soalnya Ibu takut kamu sakit. Sebentar lagi kan sudah mau ambil rapot."
Aku menuju kamar. Aku bosan hari ini di rumah tapi ibu tidak mengizinkanku pergi. Alga sebentar lagi sampai, aku tidak mungkin menyuruhnya pulang. Maaf bu.
Aku mengambil tas dan membuka pintu dengan pelan lalu menunggu di depan gerbang. Aku jongkok karena lama menunggu. Tak lama mobil Alga tiba. Tapi ada yang membuatku terkejut.
Aku berdiri menghampirinya. “Ini kalau hujan gimana?”
Ia turun dan menjawab, “Ga akan karena hari ini aku sudah berjanji pada langit untuk membawamu ke rumah keluargaku."
Aku terkejut. “Hah? Emang sudah bilang mau ajak aku?”
Ia membukakan pintu dan aku pun masuk. “Iya. Mereka sudah tidak sabar," balasnya sambil menutup pintu.
Lalu ia masuk dan kami pun melaju ke rumah keluarga Alga. Hari ini Alga membawa mobil jeep yang atapnya terbuka.Aku khawatir kalau hari ini akan hujan dan kami berdua basah kuyup.
Aku berkata, “Tidak lucu kalau hujan."
Ia lalu menjawab, “Kalau aku sudah berjanji maka aku akan menepati."
Kami masuk ke jalan tol, ia lalu menyuruhku untuk memakai sabuk pengaman, “Pakai seatbelt-nya."
Aku menarik sabuk pengaman tapi ada yang menyangkut. Aku terus mencoba menariknya. Alga resah melihatku. "Ini ada yang nyangkut."
Ia menaruh kembali kartu e-toll dan membantuku memakai sabuk pengaman. Baru kali ini kami saling berdekatan. Aku bisa mendengar deruh nafasnya. Aku hanya diam membeku. Kejadian ini hampir membuat jantungku berhenti sebentar.
“Itu karena kurang ditarik," ujarnya.
Ia lalu menempelkan kartu e-toll dan gardu terbuka. Aku jarang jalan-jalan. Paling tidak aku jalan-jalan hanya karena acara retret sekolah. Aku melihat pepohonan dan beberapa gedung.
Alga melihatku yang begitu heran. "Jangan bilang kau tidak pernah melihat jalan tol."
Aku membalas, “Aku tahu tapi aku jarang lihat jadi aku menikmatinya."
Ia menggeleng kepala. “Lain kali aku harus mengajakmu melihat dunia."
Aku tertawa. “Jahat, kau!” sahutku.
Lama-lama melihat jalanan membuatku bosan. Aku melihat radio. “Boleh kusetel?”
Ia menjawab, “Ya."
Aku memencet salah satu siaran radio, sekarang mereka sedang memutarkan lagu berjudul "I Love You 3000 - Stephanie Poetri." Lagu berputar.
“Baby, take my hand. I want you to be my husband . Cause you’re my iron man and I love you 3000. Baby, take a chance. Cause I want this to be something straight out of a Hollywood movie."
Aku terbawa suasana lagu jadi aku bernyanyi, ia langsung mematikan radio.
Aku melihatnya. “Kok, dimatiin?” tanyaku heran.
Ia berkata, “Suaramu mengganggu."
Aku menepuk bahu Alga. “Dasar jahat!” sahutku. Ia tersenyum.
Bosan melandaku lagi. Aku berkata, “Gimana kalau kita nyanyi bareng?”
Ia tanya, “Lagu?”
Aku jawab, “Lagunya lewat radio tapi kita nyanyi bareng."
Ia berkata, “Suaraku jelek."
Aku berkata, "Aku lebih jelek. Tapi ya gpp kan kita sama-sama jelek."
Ia terpaksa berkata, “Ok. Tapi jangan yang susah-susah."
Aku kembali menyalakan radio, lagu berputar. "Sempurna – Andra and the backbone."
Aku menatap Alga. “Kau begitu sempurna. Dimataku kau begitu indah. Kau membuat diriku akan selalu memujamu."
Lalu alga bernyanyi, “Di setiap langkahku. Kukan selalu memikirkan dirimu. Tak bisa kubayangkan hidupku tanpa cintamu." Ia tersenyum mendengar suaranya.
Aku membalas, “Janganlah kau tinggalkan diriku. Takkan mampu menghadapi semua. Hanya bersamamu ku akan bisa."
Lalu kami berdua terbawa suasana lagu. “Kau adalah darahku. Kau adalah jantungku. Kau adalah hidupku. Lengkapi diriku. Oh, sayang kau begitu. Sempurna."
Aku lalu berkata, “Kau genggam tanganku. Saat diriku lemah dan terjatuh. Kau bisikkan kata dan hapus semua sesalku."
Ia lalu menjawab, “Janganlah kau tinggalkan diriku. Takkan mampu menghadapi semua. Hanya bersamamu ku akan bisa."
Kami berdua saling menatap satu sama lain. Mata kami bertemu lagi seperti waktu itu menembus ke dalam jiwa kami.
Aku langsung mengingatkan. “Eh, lihat depan!”
Ia langsung kembali fokus menyetir. Hampir saja!
Ia berkata, “Aku sering melihat ke samping bahkan handphone. Jadi tidak masalah." Tidak masalah bagimu tapi masalah bagi jantungku.
Aku marah. “Lain kali jangan begitu lagi."
Ia diam. Aku pikir ia marah, ternyata ia malah semakin iseng. Ia berkata padaku, “Nih. Lihat!”
Ia melepas kedua tangannya dari stir dan menghitung, “Satu ... dua ... tiga ... empat ... lima ...”
Aku langsung memohon, “Alga. Ini ga lucu. Cepetan pegang stirnya!"
Ia melihatku yang sudah sangat panik. Akhirnya, ia memegang stirnya. Ia tertawa melihatku begitu ketakutan.
Aku marah. “Jangan begitu, Alga. Ini tuh bahaya hanya selang beberapa detik nyawa kita melayang."
Ia lalu berkata, “Katanya kamu mau ketemu ayah kamu. Yaudah, kita ketemu bareng sekarang."
Aku membantah, “Ga gini juga ketemunya."
Aku menggeleng lalu aku sadar, aku melihat jam tangan. Sudah hampir dua jam kami di jalan.
“Kita mau kemana? Kok jauh amat?” tanyaku penasaran.
Ia menjawab, “Bandung."
Aku terkejut. “Hah? Kok jauh banget? Terus kenapa ga bilang daritadi jadi aku bisa bawa baju."
Ia menjawab dengan singkat, “Lelaki sejati tidak akan memperlakukan perempuan yang baru saja dikenalnya begitu buruk. Lagipula aku akan menyetir terus sampai kita sampai di tempatku."
Aku bertanya, “Kamu yakin nyetir terus? Masalahnya aku gabisa nyetir jadi kita gabisa gantian."
Ia menjawab, “Aku sudah terbiasa. Kalau kau ngantuk kau bisa tidur disini." Aku diam. Alga memang kuat.
Kami tidak perlu menyalakan AC karena atap mobil terbuka. Angin alami meniup kami. Untung aku mengikat rambutku jadi aku tidak perlu merasakan rambut yang kusut berterbangan menutupi mukaku.
Lama-lama aku ngantuk. Aku mulai menguap, "Hoam …!"
Ia melihatku lalu berkata, "Kau mau nonton?”
Aku bingung. “Hah? Emang disini ada video player?”
Ia berkata, “Ada."
Ia langsung mengambil jalur kanan dan melaju. Aku pikir maksudnya adalah video player tapi ia malah membuat acara sendiri.
Ia berkata, “Aku juga bosan. Nanti aku masih nyetir jadi jangan buat ngantuk."
Ia lalu menambah kecepatan dan menyalip sebuah mobil merah lalu mengambil jalur tengah.
Ia berkata, “Kenapa dia ga mau minggir?"
Ia memberi tanda lampu sen. Menyuruhnya untuk minggir lalu mengklakson.
Tin ...!
Akhirnya, mobil itu minggir juga. Mobil kami langsung melaju. Sekarang kecepatan Alga mencapai 120 km/jam. Jantungku berdebar daritadi.
Aku sangat takut.Kumohon Alga tidak sampai salah perkiraan karena aku tidak mau berakibat fatal. Sekarang aku tidak lagi mengantuk. Aku malah segar.