—Doctor Psycho, Alga
Mobil Alphard berwarna hitam sampai di depan gerbang berwarna hitam. Alga mengucapkan terima kasih pada pak supir.
Lalu turun dan membuka gerbang. Aku masuk ke dalam rumah dan berbaring di sofa. Aku sangat lelah sampai ingin menutup mata.
Tiba-tiba ada notifikasi dari handphone, aku melihatnya. Dari paman.
Aku langsung membaca pesannya. “Besok setelah kau pulang sekolah mampir ke kantor Paman." Pasti ini jawaban.
Aku tidak tahu apakah ia berhasil membongkar kedok darkweb atau dia hanya akan beralasan. Tapi yang jelas jawabannya membuatku tidak bisa tidur.
Akhirnya, aku memutuskan untuk membaca. Aku mengambil buku di dalam tas dan menuju halaman yang sudah kutandai.
Mata ini lelah tapi lebih baik aku memaksakan untuk membaca daripada aku diam karena setiap kali aku banyak pikiran, saraf di kepalaku berdenyut.
Membaca adalah hal yang membuatku rileks. Aku membuka pikiranku dan membiarkan setiap perkataan penulis masuk ke dalamnya.
Aku hanya ingin memperbesar sudut pandangku mengenai psikologi. Awalnya aku tidak berniat untuk menjadi seorang dokter.Bahkan pamanku tidak mengusulkanku kesana. Ia ingin agar aku sepertinya menjadi seorang pengusaha tapi aku tidak mau karena itu bukan bidangku.
Aku sangat menyukai misteri dan keanehan dunia serta psikologi manusia. Dulu sejak aku kecil, aku bercita-cita menjadi seorang detektif swasta tapi aku tidak mau karena nyawa keluargaku terancam dan aku tidak tega melihat mereka tersiksa akibat pekerjaanku.
Tapi sekarang secara tidak langsung itu terjadi padaku seolah Tuhan mengizinkan itu terjadi agar aku terjun ke bidang itu.
Aku berhenti membaca. Pikiranku terpecah belah, aku tidak bisa fokus pada buku. Aku memejamkan mata. Aku ingin tidur tanpa merasa kesakitan.
Tapi itu tidak bisa karena sakit ini lahir semenjak mereka meninggalkanku. Mungkin ini adalah sebuah hukuman karena telah menginginkan sesuatu yang seharusnya tidak pernah kupikir.
Aku bangun karena cahaya matahari menembus masuk ke dalam jendela dan menyinari wajahku. Silau.
Aku membuka mata dan menggaruk kepalaku. Aku duduk lalu berdiri menuju kamar. Aku masuk ke dalam kamar mandi dan turun ke bawah untuk sarapan. Setelah itu aku berangkat ke sekolah. Hari ini aku akan ke kantor paman.
Sesampainya di sekolah aku memarkir motor dan masuk ke dalam kelas. Aku senang duduk disini karena tidak ada yang tahu bahwa aku memperhatikan mereka semua.
Setiap hari Rashya dan temannya tidak berhenti mengejek orang lain termasuk diriku tapi mereka tidak berani menyinggungku.
Lalu Mike, ia diam-diam sedang memperhatikan seseorang di dalam kelas tapi ia tidak berani menunjukannya di hadapan semua orang.
Ada lagi Edo. Aku tahu dia sirik dengan Vina karena masalah catur tapi kurasa ada hal lain yang disembunyikan olehnya. Lalu Layla, ia tidak peduli dengan apapun selain handphonenya.
Terakhir adalah Vina, ia selalu merasa tertekan dengan suasana kelas yang tidak nyaman. Dia seperti sasaran empuk bagi musuhnya karena di dalam kelas tidak ada yang peduli dengan dirinya.
Pelajaran dimulai dan seperti biasa aku selalu kesulitan kalau sudah memasuki pelajaran fisika. Guru fisika, pak Rawles selalu menjelaskan dengan cepat dan singkat.
Ia tidak peduli mau siswanya mengerti atau tidak yang penting ketika ulangan harus bisa. Itulah mengapa aku harus belajar dua kali lipat lebih lama dibanding siswa lain. Khusus fisika aku begini yang lainnya aku bisa karena aku jago mengafal.
Bel berbunyi, saatnya break. Aku malas makan karena kantin penuh. Jadi aku di kelas saja sambil mendengarkan musik dengan earphone.
Aku melihat Vina. Dari belakang ia tidak banyak gerak. Mungkin ia sedih? Aku langsung menunduk melihat handphone. Ia sangat peka.
Ia menengok kearahku karena ia tahu aku sedang memperhatikannya. Lalu ia menghadap ke depan. Aku ingin bertanya padanya tapi mungkin ini bukan saat yang tepat.
Kalau aku tebak, ia pasti dimarahi oleh ibunya karena pergi tanpa izin. Aku jadi merasa bersalah. Mungkin nanti aku harus menghiburnya.
Pelajaran dimulai seperti biasa dan aku diam memperhatikan semua sekeliling. Bel berbunyi, tandanya pulang.
Aku langsung berdiri mengambil tas dan menuju loker. Aku mengambil helm dan langsung menuju parkiran motor.
Aku memakai helm dan menyalakan mesin motor lalu melaju keluar gerbang dan menuju kantor paman.
Sekarang waktunya bubaran kantor jadi jalanan macet dan ramai. Dengat gesit aku menyalip. Walaupun jalanan penuh dengan kendaraan tapi setidaknya aku sampai tepat waktu sebelum paman mengeluh ia ada urusan dengan klien.
Aku berbelok masuk lobi. Petugas valet langsung memarkir motorku dan aku berlari masuk menuju resepsionis. Ia langsung memberiku kartu akses menuju lift pribadi.
Aku masuk dan menempelkan kartu. Lift langsung menuju lantai kantor paman.Pintu lift terbuka, aku sudah menebak pasti Yudas akan menyapaku dengan senyumannya yang khas itu tapi hari ini dia tidak ada. Mungkin sedang tugas. Paman duduk di sofa menanti kedatanganku.
Aku menuju sofa. Ia lalu berkata, “Duduk disini." Aku pun duduk.
Ia menghela nafas dan bertanya, “Seberapa dekat kau dengan wanita itu?”
Aku menjawab, “Kami adalah teman. Ia sering membantuku dalam pelajaran."
Ia mengerutkan dahi. “Aneh sekali. Seorang wanita mau membantumu, padahal kau tidak genit."
Aku meyakinkannya, “Aku pernah membelanya saat ia dikerjai oleh teman sekelas."
Ia tertawa. “Pantas saja ia menempel padamu. Dasar wanita!”
Aku bertanya, “Bagaimana dengan proses investigasinya? Ada hasil?”
Paman diam lalu berkata, “Dua hari yang lalu Paman bertanya pada seorang sumber dan ia memberikan ini."
Ia berdiri dan mengambil sebuah berkas di dalam lacinya lalu menaruhnya di meja. “Coba kau lihat!" perintahnya.
Aku mengambil berkas itu lalu membukanya. Aku terkejut ketika melihatnya. Nama pertama yang muncul adalah Yudas. Ada biodata lengkap mengenai dirinya dan bukti ketika ia sedang log in di darkweb. Pasti susah sekali untuk menangkapnya.
Aku bertanya, “Jadi Yudas adalah Mr. Axekiller? Dan dia yang merencanakan pembunuhan ini?”
Paman menjawab, “Iya, dia memakai nama palsu untuk mengancam serta memantau gerak-gerik ayahnya di darkweb."
Paman lalu mengambil tabletnya dan menunjukan sebuah video. “Ia ditangkap kemarin karena aku menyerahkannya," ucap paman.
Aku memencet tombol play lalu video itu terputar. Ada Yudas sedang duduk terikat dengan borgol.
Lalu ada seorang laki-laki memakai topi hitam bertanya di padanya, “Apakah kau merencanakan pembunuhan atas kasus saudara Aldi?”
Ia menggeleng. “Tidak."
Lelaki itu bertanya lagi, “Harap koperatif karena kau tidak punya pilihan. Sekali lagi, apakah anda merencanakan pembunuhan atas saudara Aldi?"
Ia diam lalu menjawab, “Tidak. Saya tidak membunuh tapi saya mengancam."
Lelaki itu bertanya, “Pengancaman secara fisik atau lisan?”
Ia berkata, “Dua-duanya."
Lelaki itu berkata, “Jelaskan maksud anda!"
Ia menjawab, “Saya melakukan pengancaman ketika berada di dalam rumah korban. Korban sedang berada di lantai dua.
Saya menarik perhatian korban dengan memecahkan piring, mematikan lampu, dan melempar batu ke jendela korban. Ia turun dengan membawa tongkat bisbol. Lalu saya memancingnya agar ia keluar.
Ia melihat saya dan langsung mengejar. Saya lari keluar dari rumah korban lalu korban nyaris tertabrak mobil.
Ketika saya bersembunyi, ia kembali masuk ke dalam rumah. Diam-diam saya berlari menuju korban. Ia hampir berbalik ketika saya mengeluarkan pistol.