"Assalamualaikum."
Wajah cerah bersahabat diiringi ucapan salam. Pagi itu secerah wajah Yusuf. Baru mengenal dia kemarin, aku merasa menjadi putri dengan keberuntungan paling langka.
"Selamat pagi, Alifa," Yusuf menyapa dari jarak terdekat di depan mataku. Lagi-lagi tanpa sadar, aku mengucap lirih, "Subhanallah."
"Waalaikum salam, Yusuf!" buru-buru aku sembunyikan rasa kagumku yang kelewatan. Harus bahagia atau malah segan, lantaran Pak Ikram mendadak ada jadwal lain sehingga tak bisa mengantarku ke Universitas Kota pagi ini. Pukul 07.00 waktu setempat, Yusuf menggantikan Pak Ikram.
'Ah, senangnya diantar Yusuf,' pikirku diam-diam tersipu.
Berjalan 10 menit, meninggalkan Sulaiman's House dan menuju stasiun terdekat. Kami menaiki Metro dengan jadwal pagi itu.
Indahnya Kota Istanbul dari balik kaca. Pagi yang luar biasa. Terlebih lagi, Yusuf menemaniku.
"Alifa, apa kamu mengajukan studi master di Universitas Istanbul?" tanya Yusuf. Baru tersadar, dia bertanya tentang hal yang aku sendiri tak tahu jawabannya.
"Em ...," bingung hendak menjawab apa, terpaksa aku mengangguk saja.
Tak pernah terpikirkan untuk mengambil Studi Magister di Universitas Istanbul. Tur yang kuambil, awalnya hanya kunjungan. Ada tujuan negara lain yang ku persiapkan. Yaitu Jepang.
Sekira pukul 07.30 waktu setempat, aku dan Yusuf tiba di Universitas Kota Istanbul. Ruang utama kantor terlihat lenggang.
"Profesor Ibrahim belum datang. Ada jadwal dadakan sehingga waktu pertemuan diundur, silakan menunggu," kata wanita resepsionis.
"Anda boleh berkeliling universitas sementara menunggu beliau," lanjut wanita resepsionis.
"Baiklah," aku tidak banyak kata, justru Yusuf menawarkan keliling area kampus.
"Ada perpustakaan di sisi gedung. Mau lihat-lihat ke sana?"
Aku mengangguk setuju. Tak menunda waktu, aku dan Yusuf mendatangi tempat yang dimaksud.
"Subhanallah, ini salah satu pusat pustaka literatur Islam di dunia?!" sempat kaget, tak terbayangkan sebelumnya, aku bakal mengunjungi tempat ini.
"Alifa, ada pembatasan di area kampus. Tidak bisa sembarang bertemu, pelajar laki-laki dan perempuan. Tidak bisa sesering mungkin berjalan bersama. Ini pengecualian karena kamu adalah pengunjung kampus," kata Yusuf. Sebentar ia menghubungi seseorang melalui ponsel. Entah apa yg dibicarakan dalam bahasa mereka.
"Aku akan memperkenalkan kamu dengan teman terpercayaku. Namanya Shaxzida, mahasiswi di sini, dia bersedia menemanimu keliling kampus," kata Yusuf.
Meski sempat bingung, aku mengangguk. Tidak berselang lama, ada tiga orang datang. Mereka mengenakan busana niqab hitam.
Suara lembut mengucap salam, mengawali perjumpaanku dengan tiga mahasiswi itu.
"Assalamualaikum. Aku Shaxzida," ujarnya menyebut nama. Juga dua temannya dengan nama yang sulit diucapkan lidahku.
"Alifa, silakan berkeliling kampus. Aku ada jadwal mata kuliah, sore nanti aku menjemputmu pulang," kata Yusuf sebelum meninggalkan aku bersama tiga mahasiswi itu.
Selanjutnya, seseorang yang namanya Shaxzida itu mengajakku ke satu ruangan lain. Bahasa Inggrisnya lumayan lancar. Setiap kali bicara, tampak gerak bibir dibalik cadar hitam. Busana panjang serba hitam. Kecuali sepasang mata tampak di celah cadar mereka. Sorot mata yang cantik dan suara lembut.