Kemarin, Herman sempat putus asa dan membiarkan dirinya semalaman terbaring di jalan. Namun, karena udara terlalu dingin, akhirnya pelan-pelan Herman bangun. Ia meninggalkan motor sewaan itu di sana dan mencari tempat lebih baik untuk mandi dan tidur agar besok bisa mencari cara menemukan Amanda.
Pagi ini, Herman sudah bergegas bangun dan meninggalkan penginapan setelah membayar semua biayanya. Ia menyempatkan diri untuk mampir ke gerai persewaan sepeda motor kemarin. Ia bermaksud meminta maaf kepada pemilik sewaan sepeda motor.
“Maaf,” ucap Herman kepada pemilik sepeda motor. Namun, seperti biasa orang itu lebih asyik main game. “Aku meninggalkan sepeda motor, tapi sekarang aku tidak tahu harus mencari di mana karena tidak hafal jalan."
Orang itu langsung meletakkan konsol game-nya. Herman sudah siap akan menerima konsekuensi kemarahan orang itu.
Namun, di luar dugaan si pemilik malah berkata, “No big deal!” katanya sambil mengambil minuman kaleng dari lemari es. Herman tidak mengerti apa maksudnya sehingga ia menunggu.
“Kemarin kamu beberapa kali melewati zona yang diizinkan untuk motor itu, sehingga tidak bisa jalan dan rusak secara otomatis,” jelas si pemilik. “Tapi jangan khawatir. Motor itu sudah aku asuransikan dan baru tadi diantar yang baru oleh pihak dealer." Pria itu menunjuk ke arah sepeda motor yang beberapa bagiannya masih dibungkus.
Sepeda motor baru itu diletakkan bukan di tempat motor-motor lain dipajang sehingga mudah membedakannya. Lega sekali Herman melihatnya karena tidak perlu mengganti biaya kerugian. Sekali lagi, Herman kagum dengan kondisi di dunia ini yang segala masalah diatasi dengan mudah.
Akhirnya Herman pergi dari gerai persewaan itu dengan langkah ringan mencari gerai internet. Kali ini, ia mau membuka inbox dan berharap ada pesan balasan.
Ketika baru saja selesai log-in, “Bingo!” teriak Herman girang ketika melihat pemberitahuan pesan masuk. Herman tidak mengira begitu cepat ada balasan dan berharap itu dari Amanda. Ia menekan icon “surat”. Tiba-tiba di sampingnya telah berdiri seorang gadis yang selama ini dicari-cari oleh ia dan semua orang dari dunianya.
“Amanda!” sorak Herman sontak kegirangan. Serta merta Herman menyongsong pujaan hatinya. Namun sayang, ternyata Amanda yang ia lihat hanyalah gambar virtual saja.
Alangkah malunya Herman ketika tampak orang-orang yang lewat melihatnya. Herman merasa kelakuannya norak sekali. Ia segera menguasai diri dan kembali bersikap tenang menghadapi anjungan. Ia mau tahu apa selanjutnya yang harus ia lakukan agar bisa berkomunikasi dengan gambar tiruan Amanda di depannya.
Tidak perlu lama, Herman segera menemukan fungsi tombol yang ia perlukan. Begitu ditekan, bayangan Amanda di depannya bergerak.
“Herman,” kata Amanda tampak tidak kalah merindukan kehadiran Herman. “Aku tinggalkan pesan ini karena aku yakin kamu datang menyusul kemari dan pasti akan mencariku. Aku baik-baik saja dan sekarang ada di Atut Baton. Aku pergi ke sini karena aku ditemukan oleh orang Osiris yang punya info, di tempat ini ada time machine. Ternyata orang itu benar dan dia pula yang mengatur sehingga aku bisa datang ke Atut Baton. Kita harus bicara langsung,” pesan Amanda. “Besok jam sepuluh, pakai Gaong, ya.”
Herman tahu apa yang harus dilakukan. Di sini Gaong semacam Video Call. Jam digital di internet menunjukkan 9.30 a.m. “Ah, masih lama,” kata Herman sambil menghitung-hitung waktunya. Ia menekan tombol log-out lalu berbalik dan bersandar sambil berpikir apa lagi yang sebaiknya dilakukan. Sekarang ia putuskan pergi sarapan di sebuah foodcourt.
Tak jauh dari gerai makanan ada anjungan, Herman log-in pada waktu yang sudah disepakati dalam pesan Amanda. Akhirnya ia bisa bertemu jarak jauh dengan Amanda. Kali ini keduanya telah cukup puas saling mencurahkan isi hati yang selama ini dipendam.
“Ketika pertama kali menginjak kaki di zaman Osiris, semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing,” ungkap Amanda menyampaikan alasan ia hilang. "Sementara yang lain melakukan pengamatan. Aku terpesona melihat gedung-gedung tinggi dan segala apa saja yang kulihat, karena itulah kali pertama aku ikut. Ketika aku kembali, time machine dan orang-orang yang datang bersamaku sudah tidak ada. Tentu saja aku panik! Lama sekali aku menunggu di tempat kami datang, tetapi time machine tidak kunjung muncul. Aku ketakutan, apalagi malam tiba. Akhirnya aku sadar mereka tidak akan kembali. Entah kenapa, tega sekali," kata Amanda yang tampak masih kecewa sampai sekarang.
“Nggak, bukan begitu!” kata Herman. “Ketika mereka sadar kamu tidak pulang bersama, mereka langsung berangkat lagi mencarimu. Tapi kenapa tidak bisa menemukanmu, ya?”
Herman menceritakan kepada Amanda beberapa tim dikerahkan untuk mencari Amanda. Ia bertanya, “Bagaimana caranya aku bisa menyusulmu ke kawasan Piramida Giza atau Atut Baton?” Sekarang ia sudah tahu Atut Baton adalah alun-alun kota Itong Ahuan.
“Kamu pelajari geografi bumi zaman ini,” suruh Amanda. Lalu tampak peta di monitor berupa cahaya. “Di peta dunia zaman ini, daratan hanya satu benua dan ada di belahan utara saja. Selatannya hanya lautan dan sekarang kamu berada di daerah paling selatan benua, Indonesia di masa depan. Sedangkan aku ada di Itong Ahuan, ibukota negeri Medensidor di +80 °LU, atau Mesir di zaman kita."
Tadinya Herman sempat mengerutkan kening, tapi Amanda sudah menduga.
“Jangan pikir daerah kutub utara beku seperti di zaman kita. Di sini cuaca hangat dan matahari bersinar sepanjang tahun. Di sini aku bertemu dengan Alaksolan, orang Osiris yang peduli dan tahu aku bukan berasal dari masa ini. Sewaktu itu aku browsing, ada banyak info tentang time machine. Tapi sangat susah mencari tahu ada di mana.
“Di zaman ini, time machine tidak menarik buat masyarakat Osiris karena mereka menganggap lebih banyak bahayanya. Di sini surga, kenapa harus cari risiko ke tempat lain? Bahkan kalau ada waktu, aku mau ikut paket wisata ke Saturnus yang kulihat di brosur. Dua cincinnya indah di malam hari ....“
"Ikut," pinta Herman sambik merajuk. Amanda menggelengkan kepala untuk menggoda kekasihnya. Lalu ia mengingatkan untuk kembali ke topik semula.
“Aku ikuti petunjuk Alaksolan supaya bisa datang kemari. Tapi setelah tiba, ternyata time machine belum bisa dioperasikan karena tidak ada timer setting-nya. Lagipula time machine di zaman ini cuma jadi rongsokan karena tidak ada pengatur waktunya.”
“Jangan khawatir,” sahut Herman, “aku bawa Tempus Fugitnya.”
Di layar monitor tampak Amanda bersorak kegirangan melihat benda yang diacung-acungkan Herman.
“Saat ini aku tidak mungkin bisa kembali ke selatan, sebab semua rute penerbangan penuh untuk tujuan ke utara. Masyarakat di sini dari segala penjuru dunia setiap tahun melakukan pilgrim ke Atut Baton untuk festival mandi sinar matahari. Tahun ini bertepatan dengan pergantian milenium sehingga festival ini paling penting dibandingkan yang lain. Aku menunggumu di sini,” pesan Amanda.
"Ngomong-ngomong cari pesawat gratisan saja, ya. Sebab selain kamu tidak punya uang, di sini uang tidak laku. Semua sudah bayar dengan cara digital,” goda Amanda sambil menutup obrolan.
“Huh, garing,” sungut Herman. “Gak lucu ...”
***
Setelah log-out, Herman tidak menunda-nunda lagi dan bergegas keluar mencari bandara. Tadi dia sempat mencari tool semacam Google Map untuk mencari tahu lokasi bandara yang ternyata hanya beberapa blok dari sini.
Hari menjelang sore. Lampu-lampu mulai dinyalakan. Di seberang jalan, ia melihat sebuah gedung yang tampak paling lebar, tapi paling rendah dibandingkan gedung-gedung lain. Di bagian atas gedung, berlalu-lalang pesawat udara berbagai bentuk dan ukuran. Pesawat-pesawat udara itu tidak ada satupun yang memiliki sayap.