All The Things I've Done To Save You

Handi Yawan
Chapter #15

Bersama-sama Lagi

Meskipun di dunia ini Herman sudah sering dibuat tercengang, tapi kali ini ia benar-benar lebih tercengang melihat bangunan sepanjang koridor yang ia lewati. Beberapa alat besar semacam crane ditempatkan di area Piramida Giza untuk membantu orang membangun panggung dan keperluan perayaan lainnya.

Hari sudah mulai malam, tetapi penerangan lampu di mana-mana membuat jalan menjadi terang. Langitnya cerah dan berhawa sejuk sehingga sangat menyenangkan berada di area itu.

Herman pernah berwisata ke kompleks Piramida Giza. Rupanya inilah piramida-piramida Giza dalam wujud sebelumnya. Tumpukan batu-batu simetris yang disusun dengan cermat tampak berbeda 180 derajat dari yang pernah ia lihat di zamannya.

Jalan-jalan di koridor area sangat luas, terbuat dari batu-batu alam yang penuh ukiran sehingga menjadi indah dipandang. Pohon-pohon peneduh tumbuh sepanjang jalur pejalan kaki. Piramida-piramida yang sekarang ia lihat sangat rapi dan glamor, disorot oleh tata lampu canggih sehingga menambah kesan megah dan agung.

Anak-anak tangga dari batu alam menjadi jalan untuk mencapai teras-teras tinggi. Ia semakin kagum ketika melihat Sphinx yang begitu dekat duduk rebah di atas sebuah altar batu setinggi tiga meter.

Kali ini Herman mencium bau wewangian dari dupa yang dibakar dan bunga-bunga yang diletakkan di berbagai tempat sehingga menimbulkan aroma religius. Herman hanya sempat melihat sekilas karena motor penarik barang terus bergerak. Ia masuk ke bangunan di samping gedung utama dan berhenti untuk bongkar muatan. Herman membaca jadwal pekerjaan selanjutnya di papan elektronik yang dipegang kepala gudang. Beruntung kali ini ia bisa off sambil menunggu jadwal berikutnya.

"Aku pergi dulu cari udara segar," kata Herman kepada petugas gudang yang mengawasi pembongkaran muatan. Lalu ia bergegas keluar menyusur koridor ke tempat yang sudah ditentukan akan bertemu dengan Amanda.

Kali ini Herman berdiri di bawah kaki Sphinx. Sphinx yang ia lihat di masanya berupa patung batu seekor singa berkepala manusia saja. Kini wajah Sphinx di dunia Osiris menunjukkan ciri-ciri orang kulit hitam yang terdapat pada bentuk lubang hidung yang besar, bibir yang tebal, dan riasan rambut kepangnya[1]. Wajah dan tubuh patung dicat, tentu saja, dengan gelap.

Di masa asal Herman ciri-ciri itu telah terkikis oleh erosi sehingga sudah tidak nampak. Tapi bisa jadi juga ciri-ciri itu telah hilang dirusak oleh orang akibat sikap rasis seperti cacat pada hidung dan bibir Sphinx. Namun, yang saat ini Herman lihat, entah siapa yang menjadi model kepala pria kulit hitam pada Sphinx itu. 

Sekarang Herman tidak merasa heran bila masyarakat dan para pemimpin di zaman Dewa Osiris ini adalah ras bangsa berkulit hitam, mengingat letak Sphinx dan piramida-piramida Giza ini terletak di benua hitam seperti pada masa Herman berasal. Seluruh badan Sphinx dihiasi kain indah bersulam benang emas berwarna-warni menutup badannya.

Tiba-tiba terdengar suara panggilan. "HERMAN!"

Herman langsung girang begitu mendengar suara yang selama ini dicari. Di ujung koridor, ia melihat Amanda berlari ke arahnya. Herman tidak kalah heboh berlari ke arah gadis itu.

"Amanda!" sahut Herman tidak kalah lantang karena antara masih tidak percaya bisa bertemu dengan kekasihnya.

Amanda mengenakan baju hangat dan rok selutut, sedangkan sepasang kakinya yang jenjang memakai sepatu boot Docmart berwarna hitam.

Akhirnya kedua sejoli ini benar-benar bisa berpelukan erat penuh curahan kerinduan satu sama lain.

"Kamu ceroboh!" tegur Herman.

"Kamu membahayakan diri sendiri datang kemari!" sungut Amanda tidak kalah emosional.

Lalu mereka kembali berpelukan melepaskan segala kegundahan hati.

"Kamu kelihatan berantakan banget!" Amanda terharu melihat keadaan Herman. Lalu ia menyisir rambut Herman yang acak-acakan dengan jari jemarinya yang lembut dan hangat.

Herman merasa lega melihat Amanda baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Herman menciumi wajah Amanda dengan sepenuh jiwa. Lalu Amanda menghadiahi kekasihnya dengan ciuman di bibir. Setelah merasa puas melepas kerinduan, akhirnya mereka sudah mulai mengobrol santai.

"Bagaimana kamu bisa ada di area Atut Baton ini?" tanya Herman.

“Ceritanya mirip perjalanan kamu ke sini. Hanya aku ikut rombongan panitia festival,” jawab Amanda. “Sewaktu aku browsing informasi apakah ada orang yang memiliki mesin waktu, ternyata ada dan di Dunia Maya aku bertemu Alaksolan yang memiliki mesin itu.

“Alaksolan adalah panitia festival. Dialah yang memintaku menjadi relawan panitia di kota Lainatupia sehingga ia bisa mengatur keberangkatanku ikut rombongan panitia pergi ke Medensidor ini. Lihat ini. Aku juga panitia."

Amanda memperlihatkan pin elektronik yang tersemat di bajunya.

"Ayo, ikut aku," ajak Amanda. "Aku sudah sampaikan ke Alaksolan bahwa kamu memegang kunci kordinat waktu. Tapi sekarang aku belum bisa mempertemukan kamu dengan Alaksolan. Saat ini ia tidak bisa ditemui lagi karena ada rapat dengan para panitia lain. Jadi, sementara kita menunggu waktu bisa menemui Alaksolan, kita pergi ke apartemenku,” ajak Amanda.

Herman ikut saja ke mana Amanda mengajaknya pergi. Ia tidak kembali ke gudang dan membuang gelang itu, lalu memutuskan ikut Amanda ke apartemennya.

Ketika tiba di sebuah shelter, Amanda menanti sebuah kendaraan datang.

“Setiap satu jam, ada kendaraan yang lewat khusus untuk panitia. Kendaraan ini dipakai panitia mengangkut barang keperluan festival yang dibeli di pasar. Nah, untuk pulang ke apartemen, kita naik mobil itu,” kata Amanda menunjuk sebuah mobil yang datang.

Di shelter ini, mobil berhenti, lalu Amanda mengajak Herman naik. Di dalam ada panitia lain dan Amanda menyapa mereka. Tak lama kemudian, mobil ke luar area Atut Baton dan melanjutkan rutenya. Tetapi ketika tiba di blok gedung-gedung yang pertama mereka lihat, Amanda mengajak Herman turun. Kemudian mobil berlalu pergi.

Rupanya apartemen tempat Amanda tinggal sudah di depan mata sehingga tidak butuh waktu lama. Hanya beberapa langkah kaki mereka tiba di halaman gedung itu.

 Sebagai panitia, Amanda mendapat jatah makan dan apartemen sendiri. Hingga larut malam mereka saling menumpahkan isi hati dan melanjutkan kerinduan satu sama lain. Setelah lelah selama perjalanan seharian dan bercinta pada tengah malam, mereka akhirnya jatuh tertidur.

***

Ketika Herman terbangun, ia tidak mendapatkan Amanda di sampingnya. Rupanya Amanda bangun lebih dulu lalu pergi mandi.  Setelah Amanda keluar, Herman giliran pergi mandi.

Tubuh Amanda masih dibungkus handuk dan menyempatkan mengambil barang. "Tunggu dulu," ujar Amanda sambil mengambil setumpuk pakaian di atas meja yang telah ia siapkan sebelumnya. "Nih, pakaian ganti buatmu." Herman ambil pakaian itu dan masuk ke kamar mandi.

Selesai mandi, Herman telah melihat makanan dan minuman telah terhidang di atas meja. Ia langsung mengambil tempat duduk di seberang Amanda yang tengah menyendok nasi ke mulut.

Sekarang Herman sudah mengenakan pakaian ganti. Ia mengenakan kaos oblong dan jaket parka berbahan katun yang sakunya bisa untuk menyimpan buku saku miliknya. Celana jins menjadi pilihan bawahannya. Amanda sendiri mengenakan kemeja kasual dibungkus mantel rajut dan celananya jins biru seperti kekasihnya.

Mereka makan bersama sambil mengobrol. "Yang kita makan adalah jatah dari pembagian yang kamu kirim untuk dibagikan ke semua panitia," jelas Amanda.

"Sekarang aku jadi doyan sambal!" kata Herman melahap nasi bersama sambal di piringnya. Mereka berdua tertawa mengingat gara-gara samballah yang mempertemukan mereka kembali.

Di saat yang sama, matahari sudah mulai naik hingga cuaca mulai cerah. Jendela apartemen Amanda persis menghadap ke arah Atut Baton, sehingga bisa melihat tempat indah itu dengan jelas.

"Sphinx di zaman kita sebenarnya adalah perwujudan pemimpin mereka sebagai Anubis," papar Amanda sambil menyuap makanan. "Orang Osiris membuat Anubis sebagai anak Amun Re, Dewa Matahari. Oleh sebab itu, wajahnya menghadap ke timur, arah matahari terbit."

Herman mendongakkan kepala ke luar jendela untuk bisa melihat matahari yang baru terbit dan belum terlalu menyilaukan mata. Benar saja apa yang dikatakan oleh Amanda. Dari tempat ini, Herman bisa melihat Sphinx mengarahkan wajahnya ke arah matahari terbit.

"Tetapi kenapa di zaman kita arah wajahnya menghadap ke barat daya, ya?" tanya Amanda bingung sendiri.

"Banyak jurnal ilmiah mengatakan, poros bumi berpindah tempat akibat presisi orbit bumi itu sendiri. Tapi Prof. Marwan tidak setuju, karena orbit bumi dan planet-planet terhadap matahari sudah permanen," sahut Herman. "Prof. Marwan yakin, telah terjadi perpindahan poros bumi yang ada kaitannya dengan memori kolektif pada setiap peradaban kuno bangsa-bangsa yang diwariskan dari generasi ke generasi di sepanjang sejarah manusia."

"Apa itu?" tanya Amanda yang kembali tertarik mau tahu.

"Entah," jawab Herman, "karena Pak Marwan juga tidak tahu pasti, hanya memori kolektif itu berupa kehadiran naga dari langit. Itu saja, katanya."

"Memangnya apa hubungannya antara kepunahan masyarakat Osiris dengan kehadiran naga dari langit?" tanya Amanda penasaran.

"Kehadiran naga dari langit menimbulkan bencana alam yang mengakibatkan masyarakat dan peradaban Osiris ini punah," papar Herman. "Tetapi mitos ini belum bisa dijelaskan secara ilmiah bagaimana persis kejadiannya."

Lihat selengkapnya