All the Way to You

judea
Chapter #1

Rina

Aku melihatnya. Ya, aku melihatnya. Aku tidak sedang berimajinasi. Itu dia. Kukerjap-kerjapkan sekali lagi mataku, berharap untuk yang kesekian kalinya kalau aku salah orang. Sia-sia. Aku hanya sedang membohongi diriku sendiri.

Dia sedang berjalan bersama seorang perempuan berambut cokelat. Dari tempatku berdiri, aku bisa melihatnya tertawa gembira sambil mengobrol bersama perempuan itu. Siapa perempuan itu? Pacar barunya? Seperti disambar petir di siang bolong, aku baru menyadari bahwa sudah lama aku tak pernah lagi men-stalking akun media sosial milik Indra. Tak pernah lagi kulihat postingan-postingannya. Tak pernah tahu bagaimana kabarnya. Kabar terakhir yang kudengar memang dia pindah ke Jakarta sejak 2019. Tapi tak kusangka aku akan melihatnya lagi di tempat seluas Jakarta ini. Kenapa juga aku harus melihatnya di tempat spesifik yang seramai ini. Kota Tua, tempat wisata yang super ramai. Semua orang tumpah ruah di sini. Rasanya nggak mungkin banget aku bisa melihatnya di tempat seramai ini, ketika kau sendiri harus berusaha mencari saat temanmu yang datang ke sini bersama-sama menghilang sebentar saja.

“Hei!”

Tepukan tangannya di bahuku membuatku terkejut.

“Lihat siapa?” Mata Tina mulai menyelidik ke lautan manusia yang lalu-lalang di hadapan kami.

“Bukan siapa-siapa,” jawabku singkat.

“Oh! Itu Indra?”

Kakiku yang sudah melangkah harus terhenti saat mendengar pertanyaan Tina. Kenapa dia harus melihat Indra, sih? Kupenjamkan kedua mataku sebentar. Tenang, tenang.

“Sepertinya…” jawabku masih belum membalikkan badan.

Tina, serba ingin tahu dan grusa-grusu, seperti biasa langsung muncul di hadapanku dengan pertanyaannya yang bertubi-tubi.

“Siapa cewek itu?”

“Sudah lama dia di sini?”

“Apa dia lihat kamu?”

“Ayo kita buntuti dia, kalau perlu kita samperin dia!”

Kutahan tangannya saat dia sudah mau melangkah menyusul Indra. “Buat apa?”

Matanya terbelalak kesal dengan tanggapanku yang di luar dugaannya. Dia pikir aku ingin membalas dendam pada Indra? Tentu tidak. Kami saja sudah tidak pernah berkontak sejak kami putus.

“Ayo kita pulang saja. Kita juga sudah lama explore di sini. Mungkin mereka baru datang. Aku juga baru melihatnya. Kita harus pulang supaya mereka nggak lihat kita. Biarkan mereka menghabiskan waktu berdua.”

Tina hanya geleng-geleng kepala sambil mengikutiku melangkah menuju parkiran.

“Rin, kamu baik-baik aja, kan?”

Aku mengangguk dengan mata yang terfokus ke jalanan.

“Maaf ya kalau tadi aku malah…”

No worries.”

Lihat selengkapnya