All the Way to You

judea
Chapter #15

Rina

Pesan singkat dari Indra memang sengaja tidak kubalas. Kubiarkan menggantung di sana. Hatiku dipenuhi rasa galau dan ketidakpastian antara yang benar dan salah. Semua ini terasa begitu cepat. Semuanya terasa begitu salah, tapi terasa benar pada pembenarannya sendiri.

Pagi ini aku berlari lebih pagi dan lebih lama mengelilingi area tempat tinggalku seolah dengan melakukannya dapat menghilangkan ingatanku tentang Indra dan bayangan dirinya yang semalam bertemu empat mata denganku. Kedua kakiku memacu langkah dengan ringan dan cepat. Semakin aku mengingat Indra, semakin cepat langkahku berpacu. Bak kuda pacuan yang semakin gesit setelah dicambuk, ya seperti itulah diriku saat ini. Indra adalah cambuk yang dengan teganya menyabet punggungku, meninggalkan bekas berwarna merah dan rasa perih. Rasa perih itu tidak membuatmu ingin menghentikan cambuk melayang ke arahmu. Rasa perih justru mendorong adrenalinmu berpacu lebih kencang dibandingkan dengan rasa takut. Adrenalinmu akan bekerja memberikan rasa ketagihan dalam dirimu. Dari dalam dirimu mulai tercipta suatu keinginan untuk merasakan lagi cambukan kedua, ketiga, dan seterusnya.

Tubuhku serasa melayang di atas permukaan tanah karena cepatnya berlari. Keringat yang mengucur deras tidak kupedulikan. Aku hanya berlari dan berlari. Antusiasme, semangat, amarah, kegalauan, excitement, luapan segala rasa di dalam hati bercampur satu menjadi bahan bakarku. Apakah aku akan menyerah pada perasaanku? Separuh jiwaku tidak mau menyerah padanya. Aku harus melawannya. Namun, aku tersadar… Semakin kuat aku melawannya, maka akan semakin kuat juga dia melawanku balik. Langkahku semakin melambat dan berhenti. Napasku tersengal-sengal. Butiran keringatku sudah sebesar biji jagung, mengalir membasahi wajah dan tubuhku. Aku bersandar di bawah pohon besar mengatur napasku. Sambil memandang langit yang mulai cerah, aku menyerah pada perasaanku. Aku berdamai dengannya dan memutuskan untuk tidak melawannya.

Sambil berjalan gontai menuju kos, aku terus merenung. Sepanjang perjalanan pulang tanganku tak berhenti menyeka sisa-sisa peluh yang masih membasahi wajahku dengan perlahan tapi pasti. It’s time to get back to real life and face it all. Aku tidak perlu kucing-kucingan dengan perasaanku. Meskipun aku tahu ini salah, ini tidak seharusnya terjadi, tapi melawannya justru membuatku semakin tersiksa. Mungkin saja semua akan menjadi lebih baik jika aku membiarkan hatiku menuntun langkahku.

***

Halo, Ndra 11.12

Maaf baru balas 11.12

Semalam aku langsung tidur, nggak buka hp lagi 11.12

Hehehe 11.12

Beberapa menit berlalu dan Indra belum online. Aku membaca ulang setiap kalimat balasanku. Aku terdengar seperti melakukan pembicaraan satu arah. Apakah dia akan membalas pesanku? Kuputuskan untuk mengirimkan satu pertanyaan basi.

Kamu semalam sampai kos jam berapa Ndra? 11.18

Mataku masih menatap layar ponsel selama beberapa detik sampai layar itu berubah warna menjadi hitam. Aku berharap Indra akan membalas pesanku dengan cepat. Ah… mungkin saja dia sedang bersama perempuan itu. Sampai sekarang aku masih penasaran dengan sosok perempuan itu. Aku beranjak dari kursi membiarkan ponselku tergeletak sendirian di atas meja di kamar dan berjalan menuju balkon rumah kos. Langit tidak begitu cerah. Aku bisa melihat awan kelabu mulai bergerak perlahan tapi pasti dari arah barat memenuhi langit di sebelah timur. Biasanya kalau sudah mendung seperti ini aku akan lebih memilih untuk membatalkan janji dengannya, atau tetap pergi dengan perasaan terpaksa karena aku tidak suka hujan. Aku masih memandangi bagaimana gumpalan awan di langit mulai bergerak perlahan. Perlahan tapi pasti, pikiranku terasa lebih tenang dan stabil dibandingkan hari-hari kemarin. Apakah dengan memandangi langit yang kini kelabu membuatku tersadar bahwa memang akan ada hari-hari kelabu dalam hidup kita? Aku masih tidak tahu. Bisa saja ini hanya kebetulan. Namun, satu hal yang kini kupegang erat adalah awan kelabu itu tidak akan berada di sana selamanya.

Aku tersenyum puas memandangi langit di atasku, lalu kembali ke kamarku untuk memeriksa ponsel. Kulihat ada beberapa pesan masuk, salah satunya dari Indra.

Sbb Rin 11.55

Gpp Rin 11.55

Lihat selengkapnya