Lagi-lagi Sang Kiai menggaruk-garuk badannya. Di belakangnya, Cak Nun yang menjadi makmum jadi terganggu kekhusyukan shalatnya. Entah sudah berapa kali tangan Kiai itu bergerak-gerak. Di dalam hati, Cak Nun sudah berniat untuk mengulang shalatnya, karena tak yakin shalat Sang Kiai itu sah.
Tak disangka usai salam, tiba-tiba Sang Kiai membalikkan badan dan dengan tajam menatap Cak Nun, sambil berucap dalam bahasa Jawa, “Gusti Allah iku ora cerewet koyo kowe.” (Gusti Allah itu tidak cerewet seperti kamu).
Kisah pengalaman Cak Nun yang diceritakan dalam salah satu ceramahnya inilah yang menjadi inspirasi judul buku ini. Ucapan Sang Kiai; Allah tidak cerewet seperti kamu, menjadi benang merah yang pas untuk tema ceramah-ceramah Cak Nun yang kami pilih dan kami kumpulkan ini. Dari kisah tersebut setidaknya dapat kita tangkap dua pesan penting.
Pertama, Sang Kiai ingin mengingatkan bahwa Allah tidak mempersulit hamba-Nya. Allah Maha Pengasih, Maha Pemurah, dan rahmat-Nya mendahului amarah-Nya. Manusialah yang membuat citra Allah menjadi “kejam”, seolah selalu siap menghukum hamba-Nya sekecil apa pun kesalahannya. Padahal dalam salah satu Hadis Qudsi yang sangat populer, Allah menyampaikan, “Jika hamba-Ku datang mendekat kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekat kepadanya dengan berlari.”