ALMIRA

Andi Sukma Asar
Chapter #3

Bab 3. Romantika

Namaku disebut berkali-kali hampir di setiap kategori prestasi akademik dan ekstrakulikuler.


Aku lulus dengan nilai yang paling tinggi. Aku paling bahagia hari ini sebab ditengah keadaan yang sangat sederhana, aku tetap mampu mempertahankan posisiku dari semester ke semester bahkan dari tahun ke tahun. Aku selalu berdiri di urutan pertama sepuluh besar selama tiga tahun. Dengan prestasi itu, aku tidak pernah punya pikiran membanggakan diri atau sombong. Mungkin teman-teman dan guru-guruku juga sudah merasa biasa saja dengan disebutnya namaku setiap semester atau setiap penaikan kelas. Ya, aku juga. Tetapi kali ini sungguh berbeda. Ini terakhir kali namaku disebut oleh ibu kepala sekolah sebagai tanda aku dan teman-teman kelas tiga akan meninggalkan sekolah ini.


"Ibu bangga kepadamu, Anisa. Semoga kamu sukses meraih cita-citamu, Nak." Ibu Aliyah, wali kelasku, memegang pundakku lalu membelai rambutku.


"Terima kasih bimbingan Ibu." Aku sedikit menunduk.


"Rencana kamu akan lanjut kuliah di mana, Nisa?"


Aku terhenyak. Tidak tahu harus menjawab apa kepada Ibu Aliyah.


"Belum tahu, Bu." Aku asal menjawab.


Ibu Aliyah tersenyum saja. Ia menepuk pelan bahuku kemudian berlalu.


"Selamat, Nisa! Selamat, Nisa!"

Teman-temanku yang perempuan datang lalu menyalamiku di pintu kelas. Ada yang memeluk dan ada yang berjabat tangan.


"Hebat banget kamu, Nis. Tiga tahun juara umum terus." Bergantian mereka mengatakan seperti itu.


"Eh, kamu mau kuliah di mana, Nis?"


Itulah pertanyaan yang kerap mereka lontarkan. Pertanyaan yang sebenarnya tak ingin aku dengar. Untunglah ibu tidak datang sebab ibu tidak enak badan. Jadi Kak Ratih yang hadir mewakili ibu dan ia sudah pulang begitu upacara di halaman sekolah selesai.


Teman-teman sekelasku baik semuanya selama ini. Selama setahun kami bersama di jurusan biologi tiga, hanya di awal tahun aku mengalami diskriminasi. Tapi sudahlah. Kenangan pahit dan indah itu akan kukenang sebagai romantika di sepanjang hidupku.


Ceritanya, di kelas biologi dua adalah sekumpulan anak-anak berotak encer. Di kelas ini sudah seminggu kegiatan belajar mengajar dimulai. Namun entah mengapa di pagi itu aku dipanggil menghadap ibu kepala sekolah. Ibu kepala sekolah memindahkan aku di kelas biologi tiga. Aku sebenarnya ingin protes tetapi ibu kepala sekolah seolah-olah tidak memberi kesempatan. Ya sudahlah, aku mengikuti saja. Dan aku tahu, kelas biologi tiga adalah kelas yang isinya anak-anak pejabat yang diluluskan lewat pintu belakang. Dari desas-desus yang berembus, mereka datang setelah seminggu dimulainya proses belajar mengajar. Mereka diantar dengan mobil mewah, dibukakan pintu mobil dan dengan membungkuk sopir itu mempersilakan anak tuannya menuju pintu gerbang sekolah. Itu berita ter up date. Aku tidak sempat meliputnya apalagi mengurus hal seperti itu.


Setelah berada di kelas biologi tiga, aku tiba-tiba merasa berada di pulau terpencil dan asing meskipun setiap hari para siswa dan siswi dari kelas itu kerap bertemu. Benar, teman-teman di kelas biologi tiga cantik-cantik, kulitnya bersih dan terawat. Tubuhnya wangi.


Hari-hari pertama di kelas biologi tiga membuat rasa percaya diriku runtuh sekian derajat. Setiap pagi jika aku masuk kelas tubuhku terasa dibalut es batu. Langkahku kuseret. Aku tidak punya mental sedikit pun berada di antara anak orang kaya. Baju mereka bagus-bagus meskipun katanya seragam. Tapi sangat jelas berbeda bahan bajunya dan bajuku. Tas mereka bermerk, sepatu apalagi. Bahkan aksesoris mereka, seperti bando, semuanya cantik-cantik dan setiap hari berganti.


"Hei Nisa! Kok kamu bisa pindah di kelas ini?"

Lihat selengkapnya