Pagi yang basah. Semalam aku mendengar hujan. Tapi hanya sebentar.
Ina dan Rara belum seramah Miranda meskipun mereka sudah menjawab setiap aku bertanya sesuatu kepada mereka. Apakah karakter mereka memang seperti itu?
Aku rasa aku tidak perlu bersedih hanya karena salah satu atau dua orang sekamarku belum bisa akrab seperti halnya aku dan Miranda. Sifat dan karakter orang pasti berbeda-beda. Yang pasti, kata ibu, tidak boleh selalu berprasangka buruk kepada orang lain, siapa pun itu. Berbuat baiklah saja kepada tanpa mengharap imbalan. Kesalahan orang lain kepada kita, sedapat mungkin kita legowo memaafkan sebelum ia minta maaf. Itu hal yang sulit menurutku. Tetapi ibu selalu mendengunkan itu kepada kami anak-anaknya.
Aku pernah membaca di google sebuah quote yang menguatkan aku. Isinya begini: "Jika tidak ada yang peduli denganmu, maka diamlah. Hidup bukan tentang kau dipukul lalu kau membalas. Tetapi tentang bagaimana kau mampu berdiri tegak walaupun banyak pukulan yang engkau terima."
"Masalahnya aku tidak dipukul, Yura!" Aku tertawa sendiri. Sedang viral di media sosial itu pernyataan seorang artis terus dijawab bermacam-macam oleh para nitizen. Sudahlah. Aku berharap suatu hari nanti si Ina dan Rara pasti akan bersikap ramah kepadaku. Kami ini sekamar. Harus saling mengasihi.
Aku meletakkan dagu di kuseng jendela, menaikkan kedua alis kemudian melempar pandangan sejauh mungkin ke hamparan sawah. Matahari sudah tinggi. Kurasa ini akan membantu merilekskan mataku. Segar rasanya menyaksikan hamparan sawah yang masih menghijau, meliuk-liuk disapu angin pagi yang sejuk. Seseorang wanita bertopi kerucut sedang berjalan di pematang sambil memegang keranjang. Wajah ibu dan ayah seketika terbayang. Ibu dan ayah sudah pasti ada di kebun saat ini. Kedua kakakku juga pasti sudah memetik sayur setelah salat subuh. Lalu mereka duduk membungkuk di samping tangga beralaskan bangku kecil yang dibuat oleh ayah. Kemudian kedua kakakku membagi-bagi sesuai takaran yang sudah dihafal di luar kepala. Lalu mereka mengikatnya. Setelah itu semua sayuran ditumpuk di baskom lalu dibawa ke pasar.
Mata pencaharian keluargaku tidak mengalami hambatan yang berarti sampai sekarang. Hanya pada waktu pandemi, pendapatan keluarga memang menurun, tetapi tidak sampai bangkrut. Ibu sangat pandai mengatur hasil jualan sayur. Meskipun makanan kami sederhana, tetapi kami tidak pernah kekurangan sama sekali. Apalagi sampai tidak makan apa-apa. Itu tidak pernah terjadi.
Sampai sekarang aku tidak tahu dari mana uang yang diberikan oleh ayah dan ibu kepadaku. Uang pesawat dan transportasi, uang saku dan uang sekolah begitu besar. Aku sudah mengingatkan ibu agar jangan sampai berutang banyak karena aku. Kata Pak Ustaz, berutang itu berat.
Satu hal yang sangat aku syukuri, bahwa aku mendapat fasilitas dari nilaiku sehingga aku bisa berhemat sewa kamar. Sebenarnya semuanya sudah include dengan pembayaran pangkal. Tetapi pemberitahuan itu baru diberitahu langsung setelah yang bersangkutan tiba di sekolah ini.
Aku menghela napas panjang. "Si bocil gundul mana, ya?"
"Hai, Kak! Aku datang. Kakak cari aku, ya?"
"Sotta!" Aku tertawa. Istilah gaul di Makassar seketika menyembul dari bibirku. Mana orang tahu? Lebih-lebih si bocil gundul itu. Tapi, kok bocil itu tahu aku cari dia ya?"
"Sotta itu apa, Kak?"
"Tuh, kan. Dia tahu lagi apa yang kupikir."
"Aku tahu alam pikiran manusia, Kak, kalau orang itu cerdas. Kalau buluk plus berotak beku, aku malas melihat isi kepalanya." Ia lalu tertawa terbahak-bahak.
Aku diam mendengar ocehan si bocil gundul. Aku tidak mau banyak menanggapi dan aku pasti akan kelihatan berbicara sendiri oleh teman sekamarku lalu disangka sudah gila.
"Sotta itu artinya sok tahu. Sekarang kamu pergi, ya? Kalau perlu jangan kembali ke sini lagi." Aku berbicara pelan kepada bocil gundul.
"Tidak boleh, Kak. Ini tempat tinggalku dari dulu. Tahu tidak, semua yang pernah tinggal di sini semuanya sombong dan angkuh."
Aku jadi serius mendengar kata si bocil gundul. "Terus?"
"Karena jengkel, aku mengganggu mereka. Aku isengi dan sering ngerjain mereka dan akhirnya tidak betah di kamar ini. Padahal kamar inilah yang paling bagus."