Pagi yang dingin di Kota Bandung. Aku menyibak tirai jendela, memandang keluar ke jalan yang masih sepi. Tidak seperti biasanya jika aku menginap di satu hotel di kota lain, sangat jarang memilih di lantai satu atau dua. Bisanya di lantai yang tinggi. Aku suka berdiri di sisi jendela, menyibak tirainya lalu menjatuhkan pandangan ke bawah, melihat orang-orang berjalan bagai boneka yang kerdil. Tapi di Bandung ini tidak ada hotel pencakar langit.
Jika di kota lain pep
Pepohonan besar yang tumbuh hampir di setiap sudut kota sangat berperan menyejukkan kota. Dan aku tidak pernah jenuh memandang rumah-rumah bergaya kolonial, halamannya yang luas dan dicat putih pudar.
Di seberang jalan, sebuah rumah mode mengingatkan aku ketika baru pertama kali menginjak Kota Bandung. Di depan rumah mode itulah aku pernah menunggu Tante Maria.
Aku menarik kembali tirai jendela lalu mengenakan hijab instan untuk turun ke lantai dua. Perutku rasanya sudah minta diisi.
Saat kupegang handle pintu, ponselku berdering. "Oh, rupanya Rara?"
"Halo, Nisa?"
"Ya, halo, Rara. Kamu lagi di mana?"
"Masih di hotel. Belum mandi nih. Aku sudah hubungi si Miranda. Katanya ia senang sekali dan tak sabar mau ketemuan." Suara Rara terdengar putus-putus tetapi aku mengerti apa yang ia maksud.
Tanpa kusadari aku melompat di tempat. Gembira rasanya akan bertemu Miranda dan Rara.
"Halo, Ra. Gimana dengan Ina. Ada kabar, enggak?"
"Kata Miranda, Ina masih di Canada. Ia menemani tantenya yang sakit."
"Jadi enggak bisa dong gabung."
"Iya. Enggak apa-apa, entar kita bisa video callan sama si Ina," kata Rara lagi.
"Oke oke, sebentar aku mau sarapan dulu, Na. Kamu sama Miranda segeralah ke mari. Acaraku masih lama, setelah siang."
"Oh, baik. Aku setuju. Btw, kita ketemuan di mana nanti, Nisa?"
"Di hotelku saja dulu. Kalau bosan di kamar kita bisa ngopi. Banyak kafe di sekitar hotel sini. Atau nyeberang ke rumah mode di seberang jalan tuh," kataku sambil menutup pintu kamar.
Setelah sarapan, aku membuka ponsel. Tiba-tiba saja ada grup Wattsapp yang dibuat oleh Rara. Isinya tentu saja kami berempat.
Baru saja aku selesai mandi, terdengar ketukan di pintu. Aku pikir itu adalah Rara dan Miranda.
"Iya, bentar." Aku lalu berjalan menuju pintu.
"Hai! seru Rara.
"Hai!" seru Miranda.
Di depan pintu kami langsung berpelukan melepas rindu.
"Ayo! Ayo, masuk!" Aku lalu menggandeng tangan Miranda dan Rara.