Pagi ini, matahari mulai bersinar. Sepasang mata perlahan terbuka. Gadis itu mengerjap lalu memijat pelipisnya yang terasa nyeri. Ia melihat ke sekelilingnya, terlihat sebuah ruangan yang didominasi oleh warna putih. Ia heran, tempat apa ini? Susah payah gadis itu berusaha duduk dari ranjang tempat ia tidur. Setelah berhasil duduk, ia mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi dan ... ia di mana sekarang.
Gadis itu menoleh ketika terdengar suara pintu ruangan terbuka. Nampak sosok wanita cantik membawakan makanan untuknya. Ia melihat dari atas sampai bawah wanita yang berada di hadapannya itu. Wanita itu menggunakan baju layaknya perawat di rumah sakit.
“Jangan takut, ya, saya nggak akan menyakiti kamu, kok.” Perawat itu tersenyum lalu menyimpan makanan itu di meja dan duduk di sebelah gadis itu.
Mendengar suara perawat yang sangat lembut itu membuatnya berhasil mengingat kejadian yang ia alami kemarin. Bayangan-bayangan itu melintas di ingatannya. Gadis itu menggeleng kuat sambil memejamkan matanya. Ia takut.
“Hei, sudah, jangan dipikirkan,” ungkap perawat. Kemudian ia memeluk sambil mengusap lembut gadis itu.
Gadis itu membalas pelukan perawat dan menangis. Ia merapalkan kalimat, “bukan, bukan gue—” Perawat memotong kalimatnya.
“Hei,” katanya sambil melepas pelukan itu. “Boleh aku bertanya?” tanya Perawat.
Ia mengusap air matanya lalu mengangguk. “Boleh.”
“Namamu siapa?” tanya Perawat.
“Alna, Alnameera Putri ..., ” balas gadis itu.
“Nama yang cantik.” Perawat itu tersenyum. “Saya Maya,” tambahnya.
“Saya di mana?” tanya Alna.
“Kamu di rumah sakit—” Maya menggantung kalimatnya. Ia tidak sampai hati mengatakan apa yang terjadi pada gadis—yang bahkan usianya belum menginjak tujuh belas tahun—itu. Maya berharap, Alna tidak mencurigai jika ia sengaja menggantung kalimatnya.
“Bunda mana?” tanya Alna. Maya menatap sendu ketika Alna menanyakan hal itu.
“Bundamu lagi ke luar. Alna makan dulu, ya? Mau disuapin?” balas Maya dengan nada lembut.