Aloanamnesa

Nurjanah
Chapter #2

Bab 1 Tunas-tunas Bangsa

Pendidikan adalah sebuah dedikasi yang tidak pernah ternila harganya, meski harus merelakan sedikit ego.

***

"Ufffssttt… Panas, bangsat!" Diana terus mengoceh, keringat di wajahnya sudah terlihat seperti seseorang yang telah membasuh muka. Lain dengan dia, pandangannya yang tidak lepas dari orang yang tengah berkoar di atas podium.

"Kalian sekolah di sini sebenarnya mau apa? Baru hari pertama sudah telat. Tidak bisa memenuhi kesepakatan yang sebelumnya dikatakan. Jam 7.00 WIB harus sudah berada di lapangan, telat satu orang saja. Semua kena imbas, ini untuk kalian juga bukan untuk kami ataupun saya. Kedisiplinan merupakan kunci kalian berhasil, camkan itu! Kalian semua saya hukum, akan saya jemur sampai jam 12.00 siang!" Terdengar helaan napas beberapa orang, tak terkecuali seseorang yang terus memandangi orang yang berada di atas podium itu. Vhanina namanya. Orang yang berada dekat dengan Diana. Sama-sama anggota mos, status sebagai calon siswi baru di SMA Pelita Bangsa.

"Na, kamu protes ke. Aku bisa mati kepanasan ini." Kali ini Diana terus menyiku Vhanina.

"Dih malah cengo lagi, ouyyy." Masih dengan suara pelan, semenit kemudian dia mengikuti kemana arah pandangan Vhanina melihat. Vhanina bukan tidak mendengar, hanya saja dia sedang menyusun kata yang dari tadi dia pikirkan untuk membalas perbuatan kakak kelasnya. Ketika Diana akan menyentil hidungnya, Vhanina sudah sigap menahan tangan dia.

"Diem, kamu. Aku juga panas, tapi bentar dulu!" Vhanina berbicara dengan berbisik. Diana hanya mengernyitkan dahi bingung. Tidak disangkanya, Vhanina berdiri bersamaan dengan seseorang yang tak lain kakak kelasnya yang akan turun dari podium tersebut, langkah dia terhenti oleh ucapan sarkas Vhanina. "

"Maaf sebelumnya, bukan ingin membela, tapi hukuman tersebut sudah keterlaluan. Anda tidak melihat, wajah lesu mereka yang anda hukum. Apa berani bertanggung jawab jika ada sesuatu yang tidak diinginkan. Saya yakin, kepala sekolah pun tidak menyuruh anda berbuat demikian. Apa anda tidak tahu peraturan baru mengenai MOS, sesuatu hal baru tentang kekerasan dalam masa pengenalan lingkungan sekolah? Bukan saya menganggap tidak tahu, saya yakin. Anda itu pintar! Tapi sayang, jabatan telah membuat anda bodoh. Mengapa? Karena anda tidak bisa mendengarkan nurani, yang ada. Ini adalah pembalasan kepada adik-adik kalian setelah merasa menjadi senior sebab anda pernah mengalami!" Semua jejeran OSIS membelakan mata tak percaya.

"Mau saya yang menghadap pembina OSIS kalian, atau sekarang kami bubarkan. Kalian sudah menjemur kami lebih dari 4 jam, terimakasih. Mohon dipikirkan! "Desas-desus mulai bersahutan.

"Gila, itu anak berani bener!"

"Paarrrahhhh, semoga tidak terjadi apa-apa."

"Yas… " seru Andini yang berdiri di belakang dia. Helaan napas Nias terdengar gusar. Ya, orang itu Nias Anggara Putra, elangnya SMA Pelita Bangsa. Mau tidak mau, badannya berbalik lagi menatap semua orang, meyakinkan bahwa perkataan dia benar.

Vhanina masih berdiri, meski jarak dia dengan Nias kisaran 5 meter, Vhanina melihat tatapannya yang menyala.

"Berani sekali perempuan ini, baik, tapi perlu kalian catat. Bukan sebab karena dia kalian bisa bebas. Kamu ikut dengan saya, buktikan perkataanmu benar." Telunjuk dia mengarah ke wajah Vhanina.

"Semoga ada keajaiban, dia takut. Aku gak bermaksud menghukum siapapun. " ujar Nias dalam hatinya.

Vhanina tersenyum penuh kemenangan. Lantas dengan sikap polosnya dia mengikuti instruksi tersebut. Jajaran OSIS yang berdiri dekat koridor menggeleng, ada yang mengumpat kesal, menahan iri dan tersenyum meremehkan.

Sudah hampir sampai Vhanina berjalan, tiba-tiba semburan air yang berasal dari selang yang dipegang beberapa OSIS menyembur Vhanina. Nias pun terkena cipratannya. Awalnya mata Nias melotot kaget, sedetik kemudian dia sudah kembali pada biasanya.

"Syukurlah… "

Lihat selengkapnya