Tidak pernah meminta untuk dikagumi, ini hanya soal personalitas. Identitas diri, tentang siapa aku untuk lingkunganku.
***
Hari kemarin seakan tidak pernah terjadi jika itu hal yang menyakitkan. Seakan saat itu adalah sebuah kesialan yang menimpa untuk menyadarkan diri, tanggapan untuk orang yang penuh dengan optimisme. Ketika sebaliknya pesimisme, dia akan selalu terkurung oleh cerita menyakitkan di masa yang sudah berlalu. Terlebih hatinya yang penuh gengsi. Tidak salah, meluapkan emosi. Hanya saja kadang caranya membuat seseorang terjerumus hal-hal yang akan membuatnya menangis lebih parah.
Baru pertama masuk sekolah, Vhanina sudah mendapat kesialannya. Dia harus berjalan sejauh 1 KM, dari pada kesiangan di hari pertama, lebih baik dia berlari sebelum bel yang bisa saja membuatnya menunggu di luar selama satu jam pelajaran.
"Pak… Tunggu!" Vhanina berteriak dengan ngos-ngosan.
Brrukk…
Mereka bertabrakan, Vhanina mendengus.
"Kamu… " Nias memegangi tasnya sebab badan Vhania akan jatuh.
"Aku, sial mulu ketemu sama kamu," protes Nias.
"Ekhem… Kalian bapak hukum." ucap Pak Rudi yang tidak diketahui oleh mereka sudah berada di depan gerbang sambil memainkan kunci gerbang.
"Sudah tahu kesiangan. Bukan cepetan masuk, malah ribut," tambahnya lagi. Vhanina menunduk malu, Nias tidak bisa berbuat apapun.
"Ribut apaan, Pak Rudi kebiasaan menilai setengah-setengah. Orang aku gak ribut, cuman lagi ingin ngomong aja nih mulut, habisnya anak baru ini bikin aku ambyar."
"Yahhh… " kata yang hanya akhirnya keluar dari mulut Nias, sesal dia.
Mereka masuk beriringan, yang di mana Nias berjalan lebih dulu dari Vhanina, dalam hatinya Vhanina terus mengomel, menendang kerikil-kerikil kecil.
"Kalau tahu kayak gini, Aku tadi gak usah lari-lari"
"Ini lagi, ketua OSIS songong. Adeuh… "
"Kesel aku… !!!"
Pletak…
"Aww..." Aressa meringgis setelah melihat sebuah kerikil yang baru saja jatuh mengenai jidatnya. Nias yang sadar akan hal itu, berbalik ke belakang. Dilihatnya wajah Vhanina yang ditekuk kesal masih dengan menendang-nendang kerikil.
"Apaan kamu, lihat-lihat aku?" tanya Vhanina.
"Kamu mau nambah masalah lagi, lihat tuhh kakak kelasmu." tunjuk Nias ke arah Aressa yang sekarang sudah menatap mereka. Vhanina merasa bingung, sedetik kemudian.
"Haa… Jangan-jangan, mati aku," tanyanya dalam hati.
Tidak mau berpikir panjang, Vhanina segera berjalan melewati Nias menuju keberadaan Aressa yang berada di coridor sekolah yang langsung menghadap ke arah gerbang.