Alohanani From Paradise

Faatihah Qurrotul Aini
Chapter #2

Dear Ayah dan Bunda #2

Dear my first love ayah dan bunda

Aku tidak bisa mengingatnya dengan begitu cermat, tapi aku masih bisa menceritkannya pada kalian walau tak detail tentang ayah dan bunda. Aku lahir pada tanggal 18 April 2003 di kota Lembang, Bandung, Jawa Barat. Aku tumbuh dan berkembang di Karawang, Jawa Barat. Baik segitu saja dulu ya perkenalanku kepada kalian, nanti akan kuceritakan lebih detail mengenai siapa sebenarnya aku, tapi sebelum itu kalian harus tahu tentang mereka yang selalu membuat aku yakin agar aku kuat untuk bertahan hidup selama ini. Akan ku perkenalkan ayah bundaku di dunia kepada kalian.

Dulu kedua orang tuaku itu sama sama anak perantauan yang menetap untuk mencari pekerjaaan, lalu mereka bertemu, melakukan pendekatan lalu memutuskan untuk menikah pada tanggal 27 Oktober 2001. Kedua orang tuaku, cinta pertamaku. Sial air mataku tidak terbendung, betapa aku sangat merindukan mereka. Ayah dan bunda pernah bercerita mengenai masa kecilku , katanya dulu kami tinggal di sepetak rumah kontrakan, bahkan sempat berpindah pindah rumah kontrakan karena mereka tidak punya cukup biaya untuk membeli rumah. Jika orang lain mungkin hidup dengan gelimang harta dan kemewahan, kami tidak. Kami hanya keluarga sederhana yang selalu bersyukur atas apa yang Tuhan beri.

“ Kak tau ga, Bunda pas mau ngelahirin kamu kontraksinya sampai 3 hari loh” bundaku bercerita

“ Hah 3 hari bun? Perasaan Ate Gita cuma sehari” . Aku mengatakan itu karena tanteku, adik bunda tepatnya. Saat melahirkan anak anaknya proses dari pembukaan satu hingga melahirkan hanya dalam hitungan jam.

“ Waktu itu bunda di Bandung, gaada ayah. Soalnya ayah masih kerja dan gaboleh ambil cuti. Bunda kira mules udah mau lahiran, eh ternyata mules hari minggu lahir selasa pagi, jam 02:00 lagi dasar yaa, eh tau taunya lahir Elena anak bunda yang cantik”

Saat mendengarnya aku belum merasa sedih atau bersalah, aku hanya tertawa karena bunda bilang aku cantik, toh bunda menceritakan itu saat aku masih sekolah di tingkat dasar. Oh iya, Sejak aku masih kecil ayah dan bunda sudah bekerja dengan bidangnya masing masing, sehingga sampai usia 2,5 tahun aku harus dititipkan dirumah opahku, atau sesekali bersama tanteku. Waktu terus berjalan, membawa deras berbagai kenangan. Kenangan aku bersama ayah dan bunda yang saat ini selalu aku rindukan kehadirannya setiap saat.Nanti akan kuceritakan perihal adik adikku juga ya.

    ***

 Aku mengenyam pendidikan Taman Kanak Kanak, tempatnya tidak jauh dari tempat tinggalku dan aku termasuk murid berprestasi disana, karena aku dapat peringkat ke 1 dikelas. Setelah menjadi sarjana kecil, ayah dan bunda mendaftarkan ku di SD Karang Jaya. Bunda selalu giat mendidiku agar menjadi anak yang pintar. Sepulang sekolah aku diharuskan untuk belajar, setelah itu makan lalu baru diperbolehkan bermain. Sampai satu waktu aku mendapat peringkat kedua terbaik di kelas, bisa naik keatas panggung dan melihat senyum sumringah kedua orang tuaku adalah bahagia utamaku. 

“ Kakak mau dikasih hadiah apa sama ayah” kata ayahku

“ Gamau apa apa yah” dengan polosnya aku mengatakan itu, bahkan jika boleh jujur aku masih belum memahami apa itu rengking.

“ Kalo bunda kasih kakak hadiah doa aja ya, biar kakak semagat belajarnya terus bisa jadi orang sukses” itu yang bunda katakan saat itu.

Aku ingat betul, tak ada hadiah apapun dari ayah dan bunda. Tapi satu kesan tak terlupa, kami membeli satu bungkus nasi padang dan memakannya bersama sama, itu memang hal biasa, tapi yang menjadikannya unik adalah kami makan ditepi emperan lapangan tenis yang tepatnya berada di belakang sekolahku, sederhana lauknya hanya ayam bakar, dan cumi cumi tapi menurutku hal itu tak akan pernah ternilai harganya. Jika kalian menjadi aku, diposisi seperti aku dan menjadi anak kedua orang tuaku, aku yakin kalian pasti kalian akan merasa bahagia seperti aku pula, bukan karena kemewahan, bukan pula karena gelimang harta, tapi karena kasih sayang tak terhingga. Aku harap Tuhan dapat sampaikan pada mereka betapa aku mencintai keduanya. Kalian ingin lebih kenal mereka?

       ***

 Ayahku adalah seorang pria terhebat sepanjang masa. Bramantyo namanya, lahir pada tanggal 15 Mei 1974 di Solo, Jawa Tengah. Sosok pria dengan perawakan tegap, bermata bulat dan berkulit sawo matang. Terakhir kali aku melihat ayah di halaman depan rumah minggu lalu, dan ternyata ayah masih dengan hobinya yaitu merawat tanaman kaktus. Ayah lulusan salah satu SMK Negeri di Semarang, namun ia tidak dapat melanjutkan ke jenjang lebih tinggi karena faktor ekonomi, jadi ia memilih untuk merantau ke Karawang dan mulai mencari peruntungan dalam pekerjaan sejak usianya menginjak 25 tahun. 

“ Kalo misalkan ayah terusin kuliah ke perkapalan pasti gaakan ketemu bunda, ga bakal juga lahir kakak sama adik adik” itu yang ayah katakan. 

Ayah adalah sosok pekerja keras, beberapa kali aku tidak sengaja melihat wajahnya yang lesu dan lunglai saat pulang kerja. Saat aku masih hidup dulu, ayah bekerja disebuah perusahaan tekstil swasta di daerah Cikarang, Jawa Barat. Biasanya ayah berangkat kerja dengan mengendarai motor Suzuki GP125 yang dirilis pada tahun 1979, motor ini adalah salah satu warisan mbah kakung (sebutan untuk kakek). Ayah akan selalu pulang larut malam, entah ketika aku telah tiada apa ayah masih memiliki pekerjaan yang sama atau tidak. Aku tahu sebenarnya pekerjaan ayah tidaklah mudah, akan tetapi saat ayah sampai di rumah yang ia beri justru senyuman, senyuman paling tulus dari seorang pria yang tidak akan pernah kutemukan lagi dalam diri siapapun. Kau tahu apa hal yang paling membuatku sedih? Sakiti kedua orang tuaku dan aku akan langsung bersujud detik itu juga pada Tuhan meminta agar Tuhan membalas apa yang kau lakukan pada mereka. 

Di suatu malam, tepatnya mungkin pukul 23:00 WIB, ayah baru saja pulang kerja. Biasanya ayah akan bergegas untuk mandi lalu setelah itu makan dengan ditemani oleh bunda.

“ Yah, ko ga dimakan ayamnya? Bunda bertanya.

“ Sudah gapapa, untuk Elena saja” itu yang ayah ucapkan. Tak sengaja aku mendengar obrolan mereka saat terbangun malam hari.

“ Elena sudah makan tadi, dia menyisakan satu untuk ayah” kata bunda.

“ Biar saja bun, Elena kan senang sekali makan ayam goreng crispy buatanmu, sedangkan kita bisa membeli ayam saja jarang jarang kan? Sudah masukan saja kedalam kulkas, biar esok bisa dihangatkan untuk sarapan Elena” begitu jawaban ayah.

Kenapa yah? Padahal ayah yang mencari nafkah untu kami, memenuhi kebutuhan kami, tapi lagi lagi ayah harus mengalah demi aku. Ayah itu jarang sekali tidur dikasur, mungkin hanya beberapa kali saja. Di rumah kami dulu tepatnya di depan kamarku ada sebuah ruangan kecil dengan tembok warna tosca dengan satu buah Sharp TV, beberapa foto, dan dua buah kursi. Nah disitu biasanya ayah tidur, dengan dialasi karpet terbuat dari gabus tipis yang dilapisi bahan karet plastik. Entah untuk apa tujuannya aku tidak mengerti, padahal sebenarnya ada kamar, kecil memang ukurannya dan biasanya bunda yang selalu tidur di kamar itu. Semakin aku dewasa, semakin banyak aku bertemu dengan teman teman dengan cerita hidupnya masing masing dan itu yang membuatku bersyukur memiliki orang tua seperti mereka. 

Aku ingat betul saat itu kelas 6 Handphone baruku pemberian ayah pecah, akibat ulah seorang teman. Aku gemetar, sedih dan menangis dan setelah beberapa saat ayah datang ke sekolah.

 “ Yah HP nya pecah” 

jujur aku merasa kecewa pada diriku sendiri, mengapa aku tidak bisa menjaga hp itu dengan baik? Kalau saja aku tidak membawanya ke sekolah pasti tidak akan pecah tapi yang ayah lakukan justru memelukku. Dia memang yang terbaik.

Aku tidak tahu, tapi setauku di lingkungan komplek rumah hanya ayah yang memiliki banyak tumbuhan kaktus di pekarangan rumah. Aku jadi mengenal filosofi kaktus yang selalu ayah bilang padaku.

 “ Kakak tahu kenapa ayah suka kaktus?”ayah bertanya padaku.

“Ngga yah, emang kenapa? Padahal kaktuskan tajam, serem tau yah kalo misal sampai tertusuk durinya.. bisa berdarah nanti” jawabku pada pertanyaan ayah.

Ayah tertawa saat itu, sangat geli kelihatannya. Padahal kurasa tak ada yang salah dari apa yang aku ucapkan, siapapun tahu jika tertusuk duri kaktus pasti rasanya akan sakit.

“ Kaktus itu memang berbahaya kak, tapi dengan itu siapapun tidak akan berani semena mena pada kaktus. Walaupun sederhana, tak berbuah, tapi kaktus tetap kuat. Tak harus menyiraminya setiap hari, kaktus memang bukan tumbuhan yang manja.”

Lihat selengkapnya