Hari minggu pun tiba, Zora sebenarnya ingin bersantai saja di kamar seharian, tapi karena ia sudah ada janji dengan Randi maka ia harus segera bersiap. Sempat terpikir olehnya untuk membatalkan saja acara main mereka, tapi anggap saja ini kesempatan bagi mereka untuk bisa saling mengenal satu sama lain lebih jauh. Zora segera turun begitu Randi mengabari kalau dirinya sudah sampai. Rencana mereka hari ini simpel saja, hanya main ke area game zone di mall, setelah itu belum ada rencana lain. Sepanjang jalan juga tidak ada yang membuka pembicaraan. Begitu tiba di mall yang dituju pun mereka tampak canggung jalan berdua. Jelas tidak ada gandengan tangan atau jalan berdekatan, malah sepertinya mereka sama-sama menjaga jarak 'aman'. Seperti benar-benar tidak mau berdekatan dan ya memang benar juga karena aslinya mereka tidak benar-benar ingin menghabiskan waktu bersama. Begitu tiba di area game zone, Zora segera mengisi kartunya dan bermain, karena perangainya yang tomboy, Randi pikir Zora akan menghabiskan waktu untuk bermain tembak-tembakan atau semacamnya, tapi Zora malah menghabiskan waktunya mencoba segala jenis claw machine yang ada. Randi jadi merasa seperti orang tua yang tengah mengawasi anaknya bermain karena dia tidak ikut main, tapi dia jadi memperhatikan Zora yang benar-benar hanya bermain claw machine saja. Beberapa kali ia tampak menggeram kesal sambil mencakar putus asa pada kaca mesin claw machine karena boneka yang seharusnya ia dapatkan malah terjatuh sebelum mencapai lubang.
"Kamu kalau pengen boneka kenapa nggak beli aja?" Tanya Randi heran melihat Zora yang menggeram kesal untuk kesekian kalinya.
"Beda dong sensasinya, lebih memuaskan dapat dari sini" Randi geleng-geleng, entah berapa banyak yang sudah dihabiskan Zora hanya untuk main claw machine, dan walau tampak kesal sendiri, masih juga ia lanjutkan. Randi jadi penasaran, apa sesulit itu bermain claw machine? Dia juga punya kartu game zone karena kadang ia akan main kesana bersama Candra atau main sendiri jika gabut. Randi mengisi kartunya dan mencoba ikut main.
Dan dapat, setelah lima kali percobaan, bahkan yang ukurannya lumayan besar, salah satu claw machine yang dimainkan Zora cukup lama. Rasanya Randi jadi sedikit mengerti kenapa Zora tetap tekun bermain karena memang rasanya puas juga saat berhasil dapat.
"Ih sumpah kok bisa dapat?!" Protes Zora, padahal ia yakin sudah menerapkan semua trik bermain claw machine yang ia tahu tapi kenapa dia baru dapat 2 boneka kecil saja sedangkan Randi baru coba 5 kali dapat yang besar.
"Mungkin ada hitungannya, kamu tadi lama disini, setiap berapa putaran bisa dapat mungkin"
"Pilih kasih ah mesinnya" cibir Zora sirik.
"Ya nggak mungkin kan saya nyimpen ini, nih bawa"
"Apa nih? Ngeledek?"
"Yeeee bocah, enggak lah, ngapain juga saya main boneka begini, buat bantal juga mending bantal beneran, kalau kamu nggak mau, ntar saya kasihkan Candra"
Zora masih merengut, rada nggak terima tapi ya mau bonekanya. Tapi gengsi, tapi juga pengen.
"Gengsi amat heran, udah nih bawa, kamu nggak haus? Ayo beli minum" ajak Randi menyorongkan bonekanya ke Zora.
"Dih kok maksa"
"Ya kalau kamu nggak mau, biar dibawa Candra sih"
"..... Candra siapa?"
"Belum juga resmi, nggak usah cemburuan"
"Dih" mau tak mau Randi tersenyum kecil.
"Kemarin dia nggak pulang sih waktu kamu makan di rumah, Candra itu adik saya" Zora hanya mengangguk-angguk, ternyata benar nama adik Randi, dia ingat kalau pasutri Wijaya punya dua anak lelaki, tapi kenapa rasanya namanya familiar ya? Apa karena pasaran?
"Hah bentar, laki-laki suka yang gemes-gemes gini? Tumben?"
"Iya, dia punya lumayan banyak yang ukurannya besar di kamarnya, buat bantal, buat senderan di kursi, padahal jaman sekolah dulu dia sering berantem, rada nggak singkron memang" oke, kali ini Randi bertanya-tanya juga, kenapa dia jadi bisa cerita tentang adiknya begini pada Zora? Apa karena dia berusaha menerima perjodohan mereka walau mungkin mereka kemudian akan melakukan nikah kontrak? Tunggu, kenapa ada kata 'mungkin' ? Apakah ada kemungkinan kalau mereka tidak jadi nikah kontrak? Tapi kalau tidak jadi karena apa? Tidak jadi menikah, atau berakhir suka beneran sehingga nikah kontraknya batal? Randi menggelengkan kepalanya, buat apa ia memikirkan hal itu sekarang, mungkin karena haus dia jadi mikir yang aneh-aneh.
Sementara itu Zora jadi penasaran dengan Candra, dari cerita Randi, entah kenapa dia merasa Candra ini bau-baunya sobat julid sekali.
Iya, asal nebak doang.
Tapi jika benar, setidaknya dia akan memiliki ipar yang seru diajak julid, kan? Mungkin perjodohan mereka ini tidak buruk juga.
"Hah bentar gue mikir apa" gumam Zora berusaha menghilangkan pikiran anehnya.
"Kamu mau rasa apa?" Karena Zora hanya mengikuti Randi tanpa memperhatikan kemana mereka menuju, ternyata mereka sudah tiba di stand minuman. Zora menunjuk rasa yang dia inginkan di daftar menu. Tak lama pesanan mereka sudah jadi dan mereka duduk dulu di kursi yang disediakan.
"Kamu ada rencana lain habis ini?" Zora menggeleng, dia cuma ingin main ke game zone, sih.
"Kalau anda ada ide mau kemana, silahkan"
"Mau ke toko buku?"