Alpha vs Alpha

mikaji Al daufan
Chapter #8

#8

Keluarga Randi maupun keluarga Zora sama-sama merupakan keluarga terpandang. Dan sebagai anak pertama, mereka sama-sama dididik dengan keras sejak kecil walau kemudian lama kelamaan orang tua mereka mulai membebaskan mereka untuk membuat pilihan sendiri seiring bertambahnya usia mereka. Zora yang terutama karena anak perempuan, orang tuanya terutama ayahnya sangat ketat mengenai pergaulan. Ia tidak boleh pacaran bahkan di usianya yang sudah 27 tahun ini dia belum pernah pacaran sama sekali. Jika hanya kawan lelaki saja dia punya banyak tapi kalau pacaran memang belum pernah. Awalnya Zora sendiri merasa kesal juga kenapa dirinya dilarang pacaran sedangkan teman-temannya banyak sekali yang pacaran? Tapi seiring bertambahnya usianya malah dia sendiri yang merasa bahwa pacaran itu tidak perlu. Untuk apa dia menghabiskan waktu dan uang untuk seseorang yang belum tentu akan terus bersama dengannya, kan? Bukankah lebih baik dia menyenangkan diri sendiri saja? Tapi karena itu juga di usia yang seharusnya sudah menikah seperti kebanyakan anak perempuan di keluarganya atau setidaknya memikirkan pernikahan, Zora malah sibuk memikirkan hal tak penting lainnya. Bagaimana cara pergi ke isekai misalnya.

Berbeda hal-nya dengan Randi yang playboy atau dia lebih suka disebut womanizer, dia hampir tidak pernah jomblo dalam kurun waktu lama. Dia mulai pacaran saat kuliah dan sejak saat itu entah sudah berapa kali dia berganti pacar. Mungkin saat ini termasuk saat terlama dimana dia jomblo. Itu pun juga karena di jodohkan dan kali ini dia tidak bisa menghindar. Tidak, Randi tidak akan membenci orang tuanya hanya karena hal itu, lagu pula ini bukan pertama kalinya dia dijodohkan.

Bedanya cuma kali ini dia tidak bisa menghindar lagi.

Dia sadar juga kalau dari segi umur dia seharusnya sudah cukup siap untuk menikah, dari segi finansial juga jelas tidak ada masalah, hanya saja memang dirinya lah yang belum terlalu memikirkan pernikahan. Dalam hal ini mungkin ini bisa jadi merupakan kesamaan antara Zora dan Randi, sama-sama belum terlalu memikirkan pernikahan karena masih ingin bersenang-senang sendiri. Dan bagi mereka juga menikah itu sesuatu yang cukup merepotkan, jadi seharusnya mereka baru menikah jika benar-benar ingin.

Lalu ternyata mereka malah dijodohkan oleh orang tua mereka.

Mau menolak tapi tidak punya alasan yang tepat.

Mau menerima juga rasanya tidak rela.

Tapi setidaknya mereka sudah sepakat untuk membuat perjanjian pranikah atau secara teknis mereka hanya nikah kontrak saja.

Perjanjian dulu aja, kan? Masalah terlaksana atau tidaknya belakangan.

####

Zora sebenarnya cukup keras kepala dan tidak suka diatur. Tapi kali ini untuk perjodohan, dia tak berani terlalu menolak atau melawan karena menurutnya pamali. Apalagi dia juga sadar kalau selama ini dia sudah sering membangkang, lagi pula orang tuanya terlihat senang sekali, rasanya tidak tega jika dia berkeras menolak.

Ya setidaknya pasutri Wijaya sangat baik padanya.

Bagaimana dengan Randi? Kali ini dia tidak bisa menghindar lagi karena memang sedang jomblo juga. Jika dia kemudian sengaja mencari pacar dan mengenalkannya pada orang tuanya, bisa jadi sang bunda malah marah padanya. Tentu saja dia juga bisa beralasan kalau sudah lama pacaran tapi sengaja sembunyi-sembunyi, tapi Randi mengurungkan niatnya karena melihat bundanya senang sekali dengan perjodohan kali ini. Mungkin kali ini sebaiknya dia mengalah saja, lagi pula toh ia dan Zora juga sepakat untuk nikah kontrak.

Tapi bagaimana kalau ternyata nanti malah suka beneran? Walau Zora bukan tipenya, tapi tidak ada yang tahu bagaimana nanti, kan? Apa yang akan ia lakukan jika nantinya ternyata salah satu dari mereka atau mungkin malah dirinya yang malah suka beneran?

"Udah deh, mending gue mikirin kerjaan," gumam Randi.

####

"Fix bang?"

"Anggap aja iya, kamu nanti jadi saksi perjanjian pranikah kami, ya?" pinta Randi. Rindra, adiknya hanya mengangguk. Ia masih belum bertemu dengan calon iparnya itu dan tentu saja ia sudah sangat penasaran seperti apa sosok calon iparnya. Randi bilang, mereka akan menemui calonnya untuk membicarakan mengenai perjanjian pranikah mereka, dengan Rindra sebagai saksi.

"Ngomong-ngomong, Nana lebih muda dari kamu," celetuk Randi.

"Wah? Jadi ntar manggilnya gimana?"

"Nama aja kayaknya nggak apa-apa, toh belum resmi."

"Kudu pencitraan nggak bang?" tanya Rindra setengah menggoda. Randi hanya menatapnya datar. Mereka janjian bertemu dengan Zora besok lusa, setelah Randi menemui orang tua Zora. Tadinya dia berniat mengajak Rindra juga untuk menemui orang tua Zora, tapi sepertinya jika begitu rasanya seperti kurang menunjukkan kesungguhan.

Ya memang tidak ada kesungguhan, sih...

Pokoknya, Randi memutuskan untuk menemui orang tua Zora dulu untuk memperkenalkan diri sebelum lamaran resmi dengan orang tuanya.

"Abang serius mau kesana sendiri?" tanya Rindra lagi. Randi hanya mengangguk, terlepas bagaimana kedepannya, setidaknya dia harus menunjukkan kesungguhan juga, setidaknya demi nama baik orang tuanya.

"Titip jajan ya bang," kata Rindra tanpa dosa, yang lagi-lagi hanya dihadiahi tatapan datar dari abangnya. Tentu saja Rindra hanya nyengir sok polos.

####

Randi berangkat ke rumah orang tua Zora pagi-pagi sekali agar tidak kena macet dan sampai sana tidak terlalu siang. Ia sudah mendapatkan alamatnya dari orang tuanya. Sepanjang jalan, Randi memikirkan apa yang sebaiknya ia katakan nanti, apa saja jawaban yang sebaiknya ia persiapkan. Dia cukup yakin dengan kemampuan diplomasi dan negosiasinya, tapi menghadapi calon mertua jelas sangat berbeda dengan menghadapi kolega kerja atau investor atau semacamnya. Terutama ia memikirkan jawaban apa yang sebaiknya ia berikan jika ditanya kenapa bersedia menerima perjodohan ini.

Jelas dia tidak bisa mengatakan kalau dia menyukai Zora karena sebelumnya mereka belum pernah kenal. Lalu apa? Cinta pada pandangan pertama? Itu klise sekali dan rasanya juga tidak bisa dijadikan alasan, jujur saja Randi merinding geli sendiri jika harus menjawab itu. Lalu jawaban apa yang sebaiknya ia berikan? Tentu saja ia juga berusaha memberikan kesan baik pada calon mertuanya nanti, karena itu jawabannya harus hati-hati.

Atau bagaimana kalau dia jujur saja, yakin dengan pilihan orang tua dan merasa kalau restu orang tua adalah jalan terbaik? Ya mungkin ia perlu menambahkan bumbu mengenai perkenalannya dengan Zora dan semacamnya. Tak lama lagi seharusnya ia akan tiba di tujuan dan Randi sudah menyusun jawaban yang mungkin akan ia berikan tergantung seperti apa pertanyaan yang akan diajukan oleh orang tua Zora.

Randi sudah sampai di rumah orang tua Zora. Rumah orang tua Zora hanya sedikit lebih kecil jika dibandingkan rumah orang tuanya, dengan halaman yang cukup lapang dan ada semacam gazebo di sudut halaman, ada pula kursi dan meja di area pinggir halaman. Mungkin karena bukan di Surabaya, rasanya suasana di rumah orang tua Zora lebih adem. Randi disambut dengan ramah oleh ibu Zora, tentu saja ia langsung tahu kalau beliau adalah ibu Zora karena mereka sangat mirip, ayah Zora sudah menunggu di ruang tamu rupanya. Ia juga melihat kalau ada 2 orang yang berjalan bolak-balik yang sepertinya sengaja agar bisa menguping, sepertinya mereka adik-adik Zora.

"Langsung aja ya, saya tahu kamu dijodohkan sama anak saya, tapi kamu sendiri gimana? Mau kah? Saya ndak akan maksa kalau kamu memang ndak mau," kata Ayah Zora tanpa basa-basi, sebenarnya nada bicaranya cukup ramah, beliau juga tersenyum, tapi entah kenapa Randi malah merinding, ia merasa ada sesuatu yang menekannya, membuatnya jadi tidak percaya diri. Ini benar-benar berbeda dengan saat dia menghadapi klien bisnis perusahaan keluarganya atau saat menghadapi inverstor atau semacamnya, rasanya lebih menegangkan, apa karena calon mertua?

"So... Soal itu...."

"Gini ya mas Angga, sebenarnya kami senang kalau memang betul mas-nya menerima, tapi kalau mas-nya ndak berkenan, jujur aja, menikah kan bukan hal mudah," ibu Zora ikut bersuara. Randi malah makin gugup, semua hafalan untuk jawabannya mendadak hilang dari ingatannya.

"Nana itu slengean, dan agak ndak jelas juga anaknya, mana ndak suka diatur, jadi yaaaah, kalau kamu memang benar menerima, saya cuma ingin tahu kesungguhan mas Angga," jelas Ayah Zora. Terdengar suara tawa tertahan dari balik tirai yang sepertinya mengarah ke ruang keluarga, Randi cukup yakin itu benar adik-adik Zora.

Randi menarik nafas dalam berusaha memantapkan diri. Ia harus percaya diri, ia harus tegas dan lugas pula dalam menjawab, soal nikah kontraknya dengan Zora pun orang tua mereka tak boleh sampai tahu karena pasti akan mengecewakan mereka semua, ia harus terlihat bahwa ia memang tertarik dengan Zora.

Ya, akting sedikit seharusnya tidak masalah, kan?

"Sebenarnya saya juga memang belum terlalu mengenal Nana, tapi bunda- maksud saya ibu saya sepertinya suka sekali pada Nana dan selama ini saya bertemu dengan Nana pun obrolan kami cocok, jadi saya cukup yakin dengan pilihan orang tua saya," jawab Randi, ia memilih kata-katanya dengan hati-hati.

"Kamu yakin? Kami ndak akan memaksa, le. Pernikahan kan kalian yang menjalani, walaupun atas restu orang tua juga," Randi masih bisa merasakan tekanan itu, dia tidak yakin itu apa, dia hanya merasa terintimidasi dan segan saja pada ayah Zora. Semacam tipe yang dia tidak akan coba-coba cari masalah dengannya.

"Saya... Menurut saya, Nana itu baik walau agak aneh--- eh maksud saya--"

Tawa kedua orang tua Zora malah meledak, termasuk tawa dari balik tirai juga. Randi bengong, dia sudah berusaha berhati-hati saat bicara tapi malah kelepasan, tapi kenapa orang tua Zora malah tertawa?

"Ya, ya, memang rada-rada anak itu mas, ya sudah, kalau kamu yakin, saya hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kalian, tolong jaga anak ayah ya mas Angga," kata ayah Zora seraya tersenyum ramah.

"Ibu juga minta tolong jagain Nana ya mas Angga, mungkin dia agak susah diatur, tapi dia ndak bermaksud buruk, kok. Semoga kamu sabar menghadapi Nana ya mas," kata ibu Zora. Setidaknya suasana terasa lebih cair setelah Randi kelepasan tadi, tapi tetap saja Randi merasa canggung, walau kemudian obrolan juga jadi lebih santai dan bahkan ia juga mengobrol dengan adik lelaki Zora yang sangat mengingatnya akan Candra saat masih seumuran dengannya.

Lihat selengkapnya