"Sumpah, gue juga heran, kok bisa--" hari masih pagi, tapi namanya cewek, pasti ada saja bahan ghibah. Zora sedang ghibah dengan beberapa rekan kerjanya. Obrolan seru mereka baru berhenti setelah ditegur salah satu psikiater senior yang ada disitu karena tak lama lagi waktunya pasien datang.
"Mbak Lava, ini ya riwayat klien buat jam 9 nanti," di lingkungan kerjanya, Zora memang biasa dipanggil Lava atau kadang Vanya. Iya, dia memang punya banyak panggilan.
Zora mengecek kembali riwayat keluhan kliennya yang harusnya akan datang sejam lagi. Tapi kemudian tiba-tiba ia merasakan getaran di saku celananya. Zora mengecek handphonenya dan benar saja ada chat yang masuk. Dari Randi, mengingatkan mengenai janji mereka sore nanti untuk membahas perjanjian pranikah mereka. Zora hanya melengos, ia sebenarnya malas memikirkan hal itu, apalagi dia masih kesal perkara ejekan teman-teman Randi kemarin. Zora itu memang terlihat diam dan datar diluar tapi aslinya dia cukup sering overthinking, memang bukan kebiasaan yang baik, ia juga menjadi psikolog salah satunya agar dapat mengatasi overthinkingnya itu. Saat masih di usia sekolah, ia sering diejek karena tubuhnya yang berisi, saat ini memang ia berhasil mendapatkan berat badan ideal, tapi tetap saja ejekan-ejekan yang ia terima dulu masih membekas sehingga jika ada yang menyinggung penampilannya sebenarnya dia cukup kepikiran juga. Sebenarnya berat badan idealnya saat ini juga bukan karena ia sengaja berdiet atau semacamnya, ia hanya bekerja seperti biasa, tapi sejak kuliah, saat jaman skripsian maupun tesis, berat badannya memang cenderung turun lumayan banyak walau jatah makan dan ngemilnya sebenarnya juga banyak dan itu berlanjut hingga dia sudah bekerja seperti saat ini. Zora itu tipe yang akan overthinking jika ada yang menyinggung penampilannya, tapi satu sisi ia juga tak terlalu berbuat banyak untuk merubah penampilannya karena ia merasa tak perlu.
Iya, akhirnya hanya overthinking lalu kemudian berusaha dia lupakan dengan dialihkan ke hal lain.
Tentu saja dia juga sempat merasa minder saat dijodohkan dan saat bertemu Randi karena Randi tergolong ganteng apalagi style-nya juga bagus.
"Tapi ini toh cuma nikah kontrak, kan?" gumam Zora lebih kepada dirinya sendiri.
####
Zora dan Randi janjian di cafe yang letaknya tak jauh dari rumah sakit tempat Zora bekerja. Hari ini Zora tak membawa kendaraan sendiri karena memang sedang malas saja, dan untungnya tak jauh dari rumah sakit tempat dia bekerja, ada cafe. Jadi ia bisa kesana berjalan kaki.
Lumayan, hemat ongkos ojek.
Dia sampai duluan dan sambil menunggu Randi, dia memesan caramel macchiato favoritnya saat sedang suntuk. Sebenarnya Zora tidak terlalu suka makanan manis, ia hanya makan atau minum yang manis jika banyak pikiran atau banyak deadline. Selebihnya ia lebih sering mengkonsumsi kopi hitam tanpa gula sampai ditegur oleh ibunya karena konsumsi kopinya yang lumayan banyak, untungnya ia juga masih suka minum air mineral, tapi pelan-pelan Zora juga berusaha mengurangi konsumsi kopinya agar tidak berlebihan.
Zora memainkan game di handphonenya dan tak lama kemudian Randi datang bersama seseorang.
“Lho Kak Rin?!”
“Lah,Langit?! Jadi calonnya abang gue itu elu?!” Tanya Rindra tak percaya. Pantas saja ia merasa familiar dengan nama yang disebutkan abangnya, ternyata memang benar orang yang ia kenal. Saat masuk cafe tadi ia juga sudah merasa seperti mengenal sosok yang ditunjuk oleh abangnya. Walau beda tingkat dan jurusan, tapi Zora adalah teman satu komunitasnya di kampus. Mereka lumayan dekat dan bisa dibilang partner-in-crime juga karena sama jahilnya, Rindra juga beberapa kali curhat pada Zora yang dari jurusan psikologi, lumayan lah, konsultasi gratis. Mereka dulu tergabung di komunitas pecinta anime dan manga juga segala hal yang berbau jejepangan.
“Kamu kenal anak ini?” tanya Randi heran. Rindra hanya mengangguk dan menceritakan kalau dirinya dan Zora dulu satu komunitas termasuk kenapa ia menyebut Zora Langit. Dalam bahasa Jepang, nama Zora atau bisa juga disebut Sora, artinya adalah langit. Dulu itu adalah julukan Zora diantara teman-teman komunitas pecinta anime dan segala hal berbau jejepangannya.
“Jadi ya, abang yang sabar aja, anak ini wibu soalnya.”
“Saya cuma mengikuti tauladan anda, senpai[1],” jawab Zora datar. Enak saja mengatai dirinya wibu, padahal Rindra pun tak kalah wibu. Sementara Randi hanya bisa membatin, bahkan Rindra saja sepertinya fine fine saja memiliki ipar seperti Zora karena mereka sudah saling kenal dan bahkan satu hobi dan sepertinya lumayan dekat juga. Apa dia benar-benar akan berakhir dengan menikahi Zora? Tapi toh juga sudah sejauh ini, mana bisa juga dia tiba-tiba membatalkan.
"Oh iya bang, tenang aja, gue sama anak ini nggak ada hubungan apa-apa kok, tenang aja."
"Sobat julid sih," celetuk Zora. Memang benar, walau dekat, mereka memang hanya sebatas berteman saja, tidak ada timbul perasaan khusus karena tipe yang mereka suka juga bukan seperti satu sama lain. Bahkan Zora pernah membantu Rindra untuk pdkt dengan salah satu teman mereka di komunitas mereka, satu jurusan dengan Rindra, tapi beda angkatan.
"Rina--- aduh---" belum selesai Zora bicara, Rindra malah menginjak kakinya.
"Diem ya, calon ipar," kata Rindra memperingatkan, dia tahu kalau Zora hampir bertanya mengenai pacarnya dulu, Rina. Dulu Zora merupakan salah satu orang yang membantunya dekat dengan Rina. Rina satu angkatan di bawah Zora dan satu jurusan dengan Rindra. Mereka semua kenal di komunitas yang sama dan Rina cukup dekat juga dengan Zora karena jenis anime dan manga yang mereka sukai sejenis. Dia juga suka dengan boygrup Jepang, sama dengan Zora. Rindra akhirnya memang pacaran dengan Rina, tapi setahunan ini mereka putus. Karena Rina ingin fokus dulu ke pendidikannya, ia melanjutkan ke spesialis lagi, sama seperti Rindra. Bedanya, ia ingin fokus dulu dengan pendidikannya, sedangkan Rindra yang sudah selesai dan sudah bekerja juga, sebenarnya berniat ingin menikahi pacarnya itu. Tapi Rina belum siap dan memang belum ingin sampai akhirnya ia memutuskan hubungan dengan Rindra.
Iya, kalau Randi itu playboy, Rindra itu sadboy karena masih gamon atau gagal move on hingga saat ini, dan Rina memang satu-satunya pacarnya atau lebih tepatnya mantan karena mereka sudah tak ada hubungan apapun saat ini.
"Rina? Kamu masih gamon, Can?" tanya Randi heran, Rindra hanya melengos memilih untuk tak menjawab.
"Ya maaf kak, kirain masi--"
"Udah deh, gue disini tuh jadi saksi kalian, kenapa jadi gue gini, buruan deh,"
"Dih ngambek"
"Kok bisa bunda suka sama elu sih Lang,"
"Ya mana saya tahu, coba anda tanya bunda," balas Zora datar. Kemudian Zora dan Randi membicarakan apa saja yang akan mereka tulis di kontrak itu sebelum kemudian akan diserahkan Randi ke pengacaranya besok. Rindra mengamati kertas berisi perjanjian kontrak antara Randi dan Zora. Memang masih sangat berantakan dengan beberapa coretan disana-sini tapi setidaknya mereka akhirnya sepakat. Sebenarnya tak banyak juga yang mereka masukkan di kontrak itu. Yang pertama tentu saja masa nikah kontrak mereka yaitu sekitar 2 tahun terhitung dari hari pernikahan mereka nanti. Lalu berikutnya juga ada perjanjian mengenai hubungan dengan lawan jenis mulai sejak setelah mereka resmi tunangan hingga saat mereka cerai nanti, disitu Zora menegaskan kalau Randi harus menahan sisi playboynya dulu untuk sementara. Randi sendiri sebenarnya tak terlalu mempermasalahkan karena ia juga sadar kalau tidak mungkin ia macam-macam jika sudah memiliki hubungan resmi seperti tunangan atau pernikahan. Lalu isi yang ketiga yaitu mengenai kebebasan mereka masing-masing, mereka harus saling menghargai privasi masing-masing serta kebebasan masing-masing. Tentu saja privasi dan kebebasan ini lebih merujuk pada pekerjaan dan hobi mereka. Isi keempat adalah mengenai perkerjaan rumah tangga, karena mereka hanya nikah kontrak, jelas mereka tidak bisa memiliki asisten rumah tangga, jadi mereka akan membagi pekerjaan rumah tangga nanti saat mereka sudah resmi menikah. Dan yang terakhir, ini adalah syarat yang diajukan oleh Randi, masih berhubungan dengan syarat pertama mengenai hubungan dengan lawan jenis, yaitu selama periode dari tunangan hingga 2 tahun pernikahan mereka, selain harus membatasi hubungan dengan lawan jenis, jika mereka menemukan orang yang tepat bagi mereka, maka mereka tetap harus menunggu hingga mereka sudah bercerai dulu jika ingin menjalin hubungan dengan orang yang mereka inginkan, termasuk juga ada catatan tambahan yang ditambahkan Randi yaitu mengenai bagaimana sikap mereka nanti saat di hadapan keluarga mereka dan semacamnya, termasuk soal panggilan juga, selama ini Zora selalu memanggilnya dengan formal walau dia selalu menggunakan nama panggilan Zora.
"Ya masa kamu manggil suami sendiri pakai 'pak', gitu?"
"Ya anggap aja bapak dari anak-anak kita kan?" balas Zora asal, Rindra tertawa mendengarnya. Setelah perdebatan tak penting itu akhirnya Zora setuju untuk memanggil Randi dengan sebutan "Mas Angga" dan Randi akan memanggil Zora dengan nama panggilannya atau dengan sebutan "dek" agar terlihat mesra.
Ya, demi totalitas peran mereka nanti.
"Oh iya, ini penting, tapi kayaknya nggak usah dimasukkan di sini, tapi kamu jangan sampai suka beneran sama mas loh dek," kata Randi. Zora hanya menatapnya datar.