Alra & Arga

.
Chapter #4

#4 Rahasia Alra

Karena Alra tidak diperbolehkan untuk mengikuti pelajaran hari ini, jadi ia bebas ingin melakukan apapun di luar sekolah. Sebenarnya ia berniat untuk langsung pulang ke kosannya, namun ia mendapat pesan dari Ginan bahwa ia ingin menemui Alra di tempat tongkrongan dekat rel kereta api. Tempat itu merupakan tempat favorit bagi Alra dan Ginan jika ingin melepaskan rasa penat. Dan disinilah mereka, dengan hembusan angin yang kencang menerpa mereka berdua dan ditemani suara kereta api yang lewat dalam beberapa menit.

"Aw, dingin."

Ginan mengenai minuman cappuccino dingin berkemasan botol ke arah wajah Alra. Ia hendak memberikan cappuccino tersebut untuk gadis itu, terlebih lagi cappuccino adalah minuman favorit Alra yang dapat meredamkan stresnya.

"Nih, ambil." Ginan memberikan cappuccino kepada Alra. Alra segera mengambil cappuccino tersebut dari tangan Ginan yang baru saja dikenai ke arah wajahnya.

"Makasih ya," Alra pun berterima kasih. "Lo tau aja kalo gue butuh ini." Tambahnya sambil membuka tutup botol cappuccino miliknya.

"Ya taulah. Apa sih yang nggak gue tau tentang lo?"

Alra terkekeh. Di saat ini bisa saja Ginan memperhatikannya, walaupun kejadian yang menimpa Alra di kantin tadi sangatlah heboh sehingga masuk BK dan mendapat hukuman yang aneh sampai membuatnya harus terjebak bersama Arga selama sebulan.

"Coba liat muka lo." Pinta Ginan. Tanpa menjawab apa-apa, Alra menunjukkan wajahnya pada Ginan sambil meminum cappuccino miliknya.

"Ckckck..." Ginan menggeleng-gelengkan kepalanya. Setelah itu ia membuka tasnya dan mengambil sebuah kotak P3K yang sudah disiapkannya. Nampaknya Ginan benar-benar perhatian terhadap sahabatnya yang satu ini. Buktinya ketika Alra berkelahi dengan Arga hingga dicap bersalah, Ginan tetap setia pada Alra tanpa marah padanya sama sekali.

Ginan membuka kotak P3K nya dan mengambil kapas beserta obat tetes luka. Ia meneteskan obat luka tersebut pada kapas yang ia pegang dalam tiga tetesan.

"Sini." Alra menyodorkan telapak tangannya pertanda ia meminta kapas yang sudah ditetesi obat tetes luka. Tanpa berbicara apa-apa, Ginan segera memberikan kapas tersebut pada Alra.

"Lo bisa sendiri?" tanya Ginan. Alra mengangguk pelan sebagai jawaban. Alra lalu berusaha untuk mengobati lukanya sendiri secara pelan-pelan. Ia sesekali menekukkan wajahnya karena menahan rasa sakit. Alra mengobati dirinya dari dahi hingga dagu. Luka-luka yang berada di wajahnya cukup banyak dan terlihat lumayan parah, maka dari itu ia berusaha sepelan mungkin agar tidak membuat lukanya semakin sakit.

"Sekarang tinggal dipasang hansaplas." Ginan mengambil hansaplas di kotak P3K miliknya dan memberikannya pada Alra. Alra menerima hansaplas tersebut dan menempelkannya di dahi kanannya.

"Lo kok bisa sih ngobatin sendiri sampe bisa pasang hansaplas segala? Padahal nggak pake cermin loh." tanya Ginan.

"Udah biasa 'kan gue begini? Lagian emang bukan pertama kalinya kok." Jawab Alra yang mendapat kekehan kecil dari Ginan. Pasalnya, Alra memang sering berkelahi sampai-sampai ia bisa mengobati dirinya sendiri.

"Omong-omong, Makasih banyak ya, Nan." Ucap Alra setelah tadi Ginan memberikan kapas yang berisikan obat tetes dan hansaplas.

"Iya, sama-sama. Lain kali jangan berantem, kasian lo jadi bonyok gitu." Ucap Ginan.

Alra tersenyum tipis dan mulai menarik nafasnya. "Nggak apa-apa kok. Gue udah biasa hadapin ini semua. Dan persis yang gue bilang tadi, ini bukan pertama kalinya gue kayak gini, 'kan?"

"Ya sama aja, yang lo lakuin tetep aja salah. Ya maksud gue, kalo emang lo kesel mending coba buat diem."

"Nggak bisa, Nan. Gue udah coba berulang kali tapi hasilnya nihil. Ujung-ujungnya gue tetep aja ngelawan setiap ada orang yang mau nantang gue."

Ginan sedikit menundukkan kepalanya. Ia diam, kemudian mengambil cappuccino miliknya dan mulai meminumnya. Jakunnya terlihat naik turun saat ia meneguk minuman tersebut.

"Maaf, gue nggak ada maksudㅡ"

"Nggak usah minta maaf. Lo nggak ada salah ngomong kok."

Alra membenarkan posisi duduknya. Jujur, ia merasa tidak enak telah berkata seperti itu pada Ginan. Ia tahu bahwa Ginan sedang menasihatinya, namun rasanya Alra tidak bisa menerima bentuk nasihat dari sahabatnya itu, entah kenapa. Mungkin karena efek emosi yang terlalu tinggi sehingga ia tidak bisa sadar bahwa yang ia lakukan di kantin tadi tidaklah benar. Wajar apabila ia membalas perbuatan Arga karena Alra sendiri tidak mencari masalah duluan.

"Kenapa Yoyo sama Banu bawa panci sama penggorengan segala? Dapet darimana mereka?" tanya Alra.

"Mereka minjem di kantin, udah gitu sama mereka berdua dipanasin dulu panci sama penggorengannya," jawab Ginan sambil tertawa. "Heran tuh dua anak, ada aja idenya."

Alra mengangguk setuju atas apa yang barusan dikatakan Ginan. Walaupun nilai pelajaran Banu dan Yoyo sering rendah, namun sebenarnya mereka memiliki ide yang terbilang cerdas dan tidak terduga. Bahkan pemikiran yang kreatif dari keduanya dapat membuat teman-temannya terpana.

"Mereka bilang nggak bakal biarin lo hadapin Arga sama gengnya sendirian. Jadi yah gitu, mereka pake cara yang nggak biasa buat ngelawan mereka."

Alra tertawa terbahak-bahak. Ia tidak kuasa menahan tawanya setelah mendengar penjelasan Ginan barusan tentang Banu dan Yoyo yang menyerang Arga beserta gengnya menggunakan panci dan penggorengan yangsudah dipanaskan. Suatu cara yang pintar, pikirnya. Beda dengan dirinya maupun Arga yang selalu menggunakan fisik ketika beradu.

"Lah, kenapa lo?" tanya Ginan yang melihat Alra tertawa terbahak-bahak.

Lihat selengkapnya