Malamnya, Alra berada di terminal. Tidak ada tujuan khusus mengapa ia berada disitu. Hanya saja, ia ingin melihat orang-orang yang akan menaiki bus. Karena mood nya juga hancur akibat foto-foto mencopetnya tersebar di sekolah, jadi ia tidak ada pilihan lain selain duduk di terminal sambil menikmati cappuccino yang ia minum sekarang. Lampu-lampu yang menerangi malam hari lumayan menghiasi penglihatan Alra karena tidak hanya satu warna lampu yang dinyalakan.
Tatapan Alra lurus ke depan. Ia melihat banyak penumpang yang masuk ke dalam bus tujuan masing-masing. Tidak hanya penumpang yang ingin segera berangkat, namun ada pula penumpang yang baru datang.
Alra kembali meneguk cappuccino nya. Entah kenapa rasa pahit dan manis yang telah menyatu di minuman tersebut terasa semakin enak terutama jika diminum dalam keadaan yang masih dingin. Di kosannya, ia memiliki banyak stok minuman cappuccino berkemasan botol. Kapanpun ia merasa tidak nyaman atau stres, ia selalu meminumnya hingga habis.
Kepala Alra menoleh ke sebelah kanan. Tiba-tiba matanya mendapati ada Arga yang tengah dipukul habis-habisan oleh preman-preman terminal yang biasa ada disitu. Di terminal itu terdapat gang kecil dan sempit. Disitulah preman-preman itu memukul Arga, jadi tidak ada orang yang melihat kecuali Alra yang matanya sangat jeli.
Alra tidak berkutit. Ia melihat aksi pemukulan tersebut sambil santai meminum cappuccino miliknya. Ia melihat Arga dipukul semakin keras dan wajahnya juga semakin berdarah.
"Lawan dong, jangan diem aja." Kata Alra dalam hati sembari meneguk cappuccino miliknya. Ia jadi gemas sendiri mengapa Arga tidak melawan. Justru laki-laki itu memilih untuk pasrah dan terus dipukuli preman-preman yang berbadan besar itu. Percuma jika ia melawan, kekuatannya tidak sebanding dengan mereka. Yang ada, pukulan yang akan diterimanya nanti semakin keras.
"Ck, cupu bener lo!" Lagi-lagi Alra berkata dalam hati. Setelah meminum tegukkan terakhir cappuccino miliknya, ia bangun dan membuang botol cappuccino nya yang sudah habis secara sembarangan. Ia berjalan ke arah gang yang kecil dan sempit dimana Arga masih dipukul oleh preman-preman. Ia mulai mengikat rambutnya dengan benar kemudian topinya ia arahkan ke belakang.
Benar-benar seperti cewek terminal.
"Heh, mas-mas!" Panggil Alra galak seraya berkacak pinggang. Preman-preman yang masih memukuli Arga langsung menoleh ke arah Alra dan berhenti sejenak.
"Hmm, kedatangan cewek cantik nih." Ucap salah satu preman sambil menyentuh pipi Alra. dengan kasar. Alra segera menepis tangan preman tersebut. Matanya terlihat masih galak dan tidak main-main sama sekali.
"Lepasin tuh orang!" Kata Alra sambil menunjuk Arga dengan dagunya. Preman-preman tersebut malah tertawa. Mereka seperti meremehkan Alra yang tidak takut pada hal seperti itu.
"Kok malah ketawa? Lepasin dia!" Alra memaksa. Arga yang tidak bisa melakukan apa-apa lagi hanya diam saja. Ia sudah sangat sakit dan benar-benar lemas sekarang.
"Kok marah sih, neng? Jangan gitu lah." Preman tersebut kembali menyentuh Alra. Kali ini yang disentuh adalah dagunya. Dagu yang sangat mulus seperti kulit yang dimiliki model iklan sabun muka.
Alra yang kesal disentuh lagi secara sembarangan langsung menarik tangan preman tersebut dan menekuknya ke belakang. Preman berbadan besar ini merasa kesakitan. Preman lain yang melihat kawannya ini sedang dihadapi Alra langsung membulatkan matanya.
"Lo kalo berani nyentuh-nyentuh gue lagi, gue habisin beneran lo!" Ancam Alra secara tidak main-main. Ia masih menekuk tangan preman itu yang besar dan berotot. Ternyata kekuatan Alra terbilang kuat juga walaupun badannya tidak sebesar preman-preman yang tadi menyakiti Arga.
"Wah, ngajak berantem juga nih cewek." Salah satu preman kemudian mencoba untuk memukul Alra dengan kepalan tangannya yang besar. Dengan cepat Alra menghindar. Ia lalu mendorong preman yang tangannya sudah ditekuk ini dan mulai memukul preman lainnya.
Alra menghajar preman-preman yang sedang menyerangnya sekarang. Ia menonjok wajah mereka dengan sekali tonjokan dari samping hingga mengenai wajah mereka sekaligus. Preman-preman tersebut jatuh ke tanah. Karena mereka sedang lemah, ini kesempatan buat Alra untuk menghabisi mereka dengan jauh lebih keras. Ia menginjak wajah salah satu preman dan menendang wajah preman lainnya dengan satu kaki. Tangannya sibuk menghajar preman lain. Ia kemudian menggerakkan kakinya dan kembali menendang wajah mereka.
Preman yang tadi menggoda Alra lalu membekap gadis itu dengan tangannya. Karena Alra masih merasa kuat, jadi ia menendang perut preman tersebut dengan sikunya dan menendang paha atasnya pula. Preman itu langsung kesakitan sembari memegang pahanya. Tak berselang lama, ia kabur meninggalkan teman-teman premannya ini yang masih terjatuh di tanah sambil meringis kesakitan.
"Woy, tunggu!"
Preman-preman yang ditinggal ini ikut kabur dengan temannya yang sudah duluan. Mereka berlari dengan kecepatan yang sangat lemah. Mereka masih merasa sakit karena telah dihajar habis-habisan oleh Alra. Alra melihat kepergian preman-preman tersebut. Tak berselang lama, matanya tertuju pada Arga yang masih merasa sakit sambil memegangi perutnya.
"Lemah banget sih lo! Bangun cepet!" Pekik Alra kasar. Arga berkali-kali membuang nafasnya tidak teratur. Ia kesulitan bernafas, apalagi waktu dipukul tadi. Nafasnya benar-benar tidak bisa diatur dengan benar.
"Ck." Alra berdecak kesal. Entah kenapa ia secara tiba-tiba mengulurkan tangannya pada Arga yang sedang babak belur ini. Arga menerima uluran tangan Alra. dengan pelan, ia mulai berdiri sambil memegang perutnya yang masih sakit.
Mereka berdua kini saling berhadapan. Alra melihat penampilan Arga yang penuh luka beserta darahnya yang mengenai bajunya. Alra memicingkan matanya dan melihat musuhnya ini dengan sinis. Wajahnya tidak ada senyum sama sekali dan jelas-jelas ia langsung teringat kejadian di sekolah tadi ketika foto-fotonya terpampang di mading sekolah.
Alra lantas hendak pergi. Tak berselang lama, Arga segera menahannya.
"Lo mau kemana?" tanya Arga yang membuat Alra mengerutkan dahinya dan bingung.
"Ya terserah gue lah. Gue mau kemana kek, itu bukan urusan lo!" Alra menjawabnya dengan nada yang kesal. Ia menatap Arga dengan jijik. Seketika ia menyesal telah membantu Arga yang dihajar tadi oleh preman-preman. Mengapa ia tidak membiarkan saja lelaki itu disiksa oleh para preman? Begitu pikirnya.
"Lo nggak kasian sama gue? Tadi pagi udah bonyok, malemnya juga bonyok. Hah, lo nggak ada rasa bersalah sama gue?"
Ingin rasanya Alra memukul Arga setelah mendengarnya berkata seperti itu. "Yakali gue kasian sama lo. Jijik!"