Alra sedang menyeruput es jeruk yang setia menemani dirinya di atas meja kantin sejak enam menit yang lalu. Ia tidak sendiri, ada Banu dan Yoyo yang turut serta menemaninya minum di kantin. Ya, mereka hanya bertiga. Ginan dan Daina entah berada dimana, yang jelas Alra yakin mereka berdua pasti sedang belajar bersama di waktu istirahat sekarang. Alra yang sudah bolos selama tiga hari mencoba untuk memberanikan diri untuk masuk sekolah kali ini. Entah bagaimana cibiran demi cibiran datang menghampiri telinganya, ia tidak akan peduli. Lagipula itu sudah terlanjur, dan ia tinggal menunggu saja nasibnya akan diapakan oleh sekolah ini.
Selama Alra meminum es jeruknya, ia mendengar pembicaraan dua orang gadis yang duduk di seberangnya. Ia tidak berniat untuk menguping namun suara mereka berdua dapat terdengar jelas.
"Eh, yang bener aja Arga putusin gue. Baru aja dia nembak gue kemarin." Ucap salah satu dari mereka.
"Lo mah gampang banget nerima dia. Lo 'kan sadar kalo dia itu playboy." Sahut temannya itu
"Ya gimana ya, gue juga tau itu. Cuman ya pesonanya dia itu..."
"Cih, pesona katanya." Alra yang mendengarnya hanya bisa berdecih dalam hati. Ia berpikir, bisa-bisanya banyak gadis yang jatuh oleh perangkap lelaki playboy seperti Arga.
"Tapi ya, Arga tuh selain suka mainin cewek, dia suka mainin temennya sendiri. Contohnya Juned, Bobi, sama Deka. Lo mikir nggak sih kalo mereka bertiga malah kayak babu, bukan temen?"
"Iya, gue juga mikir itu. Anehnya sih mereka bertiga nggak pernah nyadar. Itu emang mereka nggak mikir apa gimana ya?"
"Hah, dasar mulut penggosip." Umpat Alra pelan yang kemudian lanjut menyeruput es jeruknya yang sudah hampir habis.
"Kenapa, Ra?" Yoyo yang mendengar umpatan Alra yang pelan itu langsung bertanya.
"Enggak. Itu, si Arga." Jawab Alra dengan suara pelannya. Ia bukannya takut, hanya saja malas jika kedua gadis tersebut dapat mendengarnya. Hari ini ia tidak ingin berkelahi dulu.
"Ohh... Lo denger omongan mereka itu?" tanya Yoyo yang matanya sesekali melirik kedua gadis tersebut yang masih asyik berbincang. Alra hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Gue denger lo udah kerjain tugas ya bareng Arga?" Banu kini bertanya yang lain setelah dari tadi tidak memunculkan suara.
"Iya. Aduh, mikirin itu doang udah bikin gue gimana gitu." Alra mengangkat bahunya seakan geli.
"Halah, entar kalo suka sama dia mamposs!" Lontar Yoyo sembari mengangkat kakinya ke atas kursi.
"Ih, apaan dah!" Alra langsung jijik mendengarnya.
"Enak ya lo udah kerjain sebagian. Lah gue? Deka sama Juned aja nggak bisa diajak kompromi, jadi mana mau selesai tugasnya?" Kata Banu yang nada bicaranya terdengar jengkel. Yoyo yang kebetulan ada disampingnya hanya bisa mengelus pundak Banu. "Yang sabar ya, Nu. I feel you, kok."
"Lo bilangnya enak. Yang ada gue males kali harus bareng sama dia selama sebulan." Alra menopang dagunya dengan kedua tangannya sambil mengerucutkan bibirnya. Ia kesal tentunya jika harus mengingat Arga.
"Setidaknya itu demi tugas lo. Kelar dah pokoknya." Komentar Yoyo sambil merentangkan tangannya.
Alra tidak ingin lanjut membahas Arga ataupun tugas hukuman. Intinya yang berhubungan dengan kedua itu, ia tidak ingin membahasnya. Yang harusnya pikiran tersebut dapat teralihkan dengan kehadiran Banu dan Yoyo, justru malah semakin diingatkan tentang sosok musuh bebuyutannya yang kini harus mengerjakan tugas hukuman bersamanya selama sebulan.
"Kalo lo berubah pikiran buat sekolah lagi, jangan dibuang tuh seragam."
Anehnya, perkataan Arga empat hari yang lalu saat mengantarkan dirinya ke halte bus Transjakarta justru terlintas begitu saja dipikirannya.
Ada apa ini?
Anehnya, Alra langsung melihat seragam sekolah yang ia kenakan sekarang. Setelah melihat seragamnya, pikirannya tentang Arga semakin dalam.
Tidak! Hal tersebut tidak boleh terjadi. Ia tidak ingin jatuh ke dalam pesona Arga yang baginya hanyalah jebakan belaka. Ia tidak mau menjadi gadis yang dengan mudahnya dipermainkan oleh lelaki tersebut. Tidak akan pernah.
"Omong-omong soal Arga..."
"Jaket dia masih ada di gue."
Alra pergi ke kelas Arga. Di tangannya sudah ada hoodie hitam milik Arga yang sudah terbungkus rapi di dalam tas berbentuk karton. Ia tidak berharap jika dirinya sudah sampai di kelas Arga, anak-anak kelas disitu langsung melihat interaksi mereka berdua.
Tidak. Alra hanya akan memberikan hoodie itu dan langsung pergi dari hadapan Arga tanpa tambahan basa-basi apapun.
"Gue disini mau nyari yang namanya, AR... GA."
Alra berdiri di ambang pintu kelas Arga. Ia mengucapkan seperti itu di hadapan murid-murid kelas XII IPA-2. Posturnya yang berani hingga memasang gaya anak nakal membuat siapapun yang ada disitu melihatnya secara kesal, apalagi setelah kejadian Alra yang mencopet itu.
"Ih, dia udah nyopet ngapain masih nekat buat masuk sekolah?"
"Anak kayak dia harusnya udah dikeluarin di sekolah."
"Tumben banget mau nyari si Arga. Mau ngapain mereka? Mau kolaborasi kenakalan?"
"Dasar cewek nakal nggak ngerti sopan santun."