Alra & Arga

.
Chapter #13

#13 Malam yang Penuh Cerita

Di malam yang gelap nan dingin, Alra berada di taman. Selagi menunggu jam delapan untuk bertemu dengan Ginan, dirinya duduk di bangku yang ada disitu sambil merenung tidak jelas. Mengapa ia tidak ke tongkrongan dekat rel kereta api dimana ia sudah janji akan bertemu Ginan disitu? Ya, dia malas saja kesitu sebelum jam delapan. Nanti jika sudah jam delapan, barulah ia akan pergi untuk menemui sahabatnya itu dan mereka berdua akan pergi ke pameran tahunan bersama.

Alra tidak sendiri. Di tangannya ada sebotol cappuccino yang selalu menemaninya. Isinya juga sudah tidak terlalu banyak. Sesekali pandangannya menatap lurus ke depan melihat kendaraan yang berjalan di jalan raya.

"Hai!"

Suatu suara menginterupsi pandangan lurus Alra. Saat Alra menoleh ke sumber suara, terdapat seseorang yang memakai jaket denim dan celana panjang berwarna hitam datang mendekatinya. Dia adalah Arga.

"Lo lagi lo lagi. Ngapain lo disini?" tanya Alra kasar.

"Baru juga dateng. Sendirian aja lo?" Arga bertanya balik sambil duduk di samping Alra.

"Menurut lo?"

"Ya kalo sendirian, gue bersedia buat nemenin lo."

Mendengar kata-kata Arga barusan membuat Alra menoyor kepala laki-laki tersebut. Setelahnya, ia menjauhkan jarak duduknya dari Arga.

"Kenapa gue harus ketemu sama lo sih di setiap kejadian? Lo nguntit gue ya?" tanya Alra yang memasang tatapan curiga. Arga menggembungkan pipinya lalu tertawa. "Nggak cuma kebetulan. Ini yang disebut takdir."

"IH!" Spontan saja Alra mendorong kedua bahu Arga hingga laki-laki tersebut hampir terjatuh.

"Bercanda atuh, neng," kata Arga sedikit kesal. "Gue emang suka keluyuran nggak jelas. Tapi ya gue nggak nyangka aja bisa ketemu lo lagi."

Alra berdecih, "Cih, kalo kebetulan ya nggak terus-terusan juga kali."

"Hmm, yaudah terserah," Arga malas meneruskan. "Btw, gue notis lo sering minum itu. Nggak sakit perut apa?" tanya Arga sambil menunjuk cappuccino yang dipegang Alra.

"Gue ya suka minum ini. Urusannya sama lo apa?" Alra bertanya balik dengan nada bicaranya yang ketus. Arga kemudian mendekati jarak duduknya pada Alra dan mengeluarkan sekotak susu rasa coklat. "Nih minum." Ujarnya.

Alra menatap bingung susu coklat yang dipegang Arga sebelum akhirnya Arga sendiri yang membuka tangan Alra. "Ini diminum, jangan minum cappuccino itu aja."

Alra menatap Arga lekat-lekat. Ada yang tidak beres dengan Arga, pikirnya. Ada apa gerangan Arga perhatian secara tiba-tiba?

"Nggak usah ngeliatin gue kayak gitu. Kayak yang lo lakuin tadi, emang gue nggak boleh juga?" tanya Arga yang membuat Alra tidak paham.

"Yang mana?"

"Yang rokok tadi. Lo 'kan langsung lemparin gue permen. Emang dikira gue nggak ngerti apa?"

Alra terdiam sejenak. Ia lalu memikirkan kejadian sebelumnya dimana ia sudah menginjak rokok-rokok Arga dan melemparinya permen. Ah, ingatan yang sangat jelas itu kenapa Alra sampai lupa?

"Ahh, yang itu," Alra menggaruk tengkuknya. "Ya nggak apa sih, gue cuma mau kasih permen aja." Alibi Alra.

"Ah masa?" Arga tidak percaya. "Gue yakin itu sebagai pengganti rokok, ya 'kan?" Arga pun tersenyum nakal hingga membuat Alra merasa terpojokkan.

"Terus ini susu buat apaan?" Alra mengalihkan topik sembari mengangkat kotak susu tersebut.

"Buat lo minum lah. Pengganti cappuccino buat sementara."

Alra menatap Arga sebentar. Setelah itu, ia memasang sedotan pada susu tersebut dan meminumnya. Rasanya lumayan enak. Cukup untuk menghilangkan rasa pahit dari cappuccino.

"Nggak bosen duduk terus?" tanya Arga. Alra melirik Arga sebentar sebelum lanjut meminum susu coklatnya. "Ngapain bosen?"

"Maksud gue..." Arga mengacak rambutnya sendiri ke depan. "Duduk sendiri emangnya nggak bosen?"

"Mau ngekode apaan lo?" Alra langsung berprasangka buruk hingga membuat Arga tercengang.

"Ah, males ngomong sama lo. Nggak pernah bisa nyambung." Ujar Arga.

"Ya bagus. Itu artinya kita nggak usah ngomong-ngomong lagi." Alra menjauhkan jarak duduknya dari Arga hingga membuat posisi tengah menjadi kosong.

"Hmm terserah," Arga pun menyerah. "Ikut gue yuk." Ajaknya kemudian.

"Ikut kemana?" tanya Alra dengan ekspresi bingung. Arga akhirnya berdiri dan mengulurkan tangannya kepada Alra. "Ikut gue aja dulu."

Arga menaikkan kedua alisnya. Awalnya Alra melihat Arga dengan ekspresi bingung, namun pada akhirnya ia menepis uluran tangan Arga dan ikut berdiri bersama lelaki tersebut.

"Yaelah, kasar banget lo," Pinta Arga. "Kalo lo mau ikut gue, syaratnya lo harus lari." Imbuhnya. Alra lalu mengerutkan dahinya, "Maksudnya?"

Tanpa menjawab, Arga justru lari duluan meninggalkan Alra.

"Woy, Arga! Tungguin gue!" Seru Alra yang kemudian ikut menyusul Arga untuk lari bersamanya. Arga tertawa, ia pun makin mengencangkan larinya.

Lihat selengkapnya