Alra sedang menyandarkan dirinya di tembok sekolah. Baju seragamnya terlihat semakin berantakan dan masih saja dikeluarkan. Ia bingung harus melakukan apa, maka dari itu ia hanya bersender di tembok sambil melihat murid-murid yang lewat di sekitarnya.
"Alra."
Suatu suara menginterupsi Alra. Saat ia menoleh ke sumber suara, ia mendapati Ginan yang tentunya berpenampilan rapi dan sangat berlawanan dengannya
"Eh, Ginan?"
Ginan menghampiri Alra dengan wajah yang tidak dapat dideskrpisikan. Ya, antara sedih, bingung, kecewa, entahlah.
"Alra, kenapa lo nggak dateng tadi malem?" tanya Ginan.
"Hah?" Alra mengernyitkan dahinya bingung.
"Pameran seni tahunan. Lo nggak dateng tadi malem. Gue lama nungguin lo." Jelas Ginan yang benar-benar kecewa. Alra berpikir sejenak dan kemudian ia menepuk dahinya sendiri. "Ohh iya! Ya ampun, Nan, gue lupa banget, seriusan!"
Ginan mencoba untuk serius menatap Alra. Ia ingin marah namun tak bisa. Hanya helaan nafas kasar yang dapat terdengar.
"Gu-gue udah nungguin lo semalem, seriusan. Cuman gara-gara si itu..." Alra mencoba untuk menjelaskan.
"Gara-gara siapa?" tanya Ginan.
"Itu, si Arga." Alra menjawabnya sambil menundukkan kepala. Belum pernah ia merasa bersalah sebelumnya. Baru kali ini terjadi dan itu hanya kepada Ginan.
"Kenapa bisa dia?"
"Iya, semalem gue nungguin lo, udah gitu dia nyamperin gue. Katanya sih dia kebetulan lagi jalan-jalan di sekitar situ. Yaudah, dia ngajakin gue buat pergi. Gue bener-bener lupa, Nan. Maafin gue." Jelas Alra yang masih merasa bersalah. Ia memberanikan diri untuk melihat wajah Ginan. Wajahnya masih terlihat kecewa.
"Kenapa lo akhir-akhir sering banget bareng sama Arga?" tanya Ginan secara dingin dan mendekati Alra dengan satu langkah.
"Hah?"