Alra & Arga

.
Chapter #17

#17 Teman Baik Alra

 

Banu dan Yoyo sedang berada di depan kosan Alra. Mereka berdua hendak mengajak Alra untuk jalan-jalan. Ya, sekadar refreshing saja karena mereka berdua paham betul jika temannya ini sedang mengalami masa-masa yang berat.

“Alra!” panggil Yoyo dari depan pintu. Tak lama, muncul-lah Alra dengan penampilan layaknya preman stasiun.

“Widih, gaya lo…” Banu menggeleng-gelengkan kepalanya. “Mau mangkal lo?” sambungnya lagi yang kemudian mengambil topi yang ada di atas kepala Alra.

“Ck, apaan sih,” Alra mengambil balik topinya itu. “Ayo. Jadi jalan nggak?”

“Hehe, jadi dong, bos…” Yoyo cengar-cengir. Ia lalu melangkahkan kakinya disusul oleh Banu dan Alra.

“Ini mau kemana?” tanya Alra.

“Kemana-mana asalkan bareng kita, eaaa…” Banu mengedipkan matanya pada Alra hingga membuat gadis itu bergidik ngeri sendiri.

“Serius, ah!” pekik Alra. “Kemana?”

“Mau kemana dulu nih?” tanya Banu pada Yoyo. Pasalnya, mereka berdua yang mengajak Alra untuk jalan-jalan namun mereka sendiri juga tidak tahu harus kemana.

“Pantai deh pantai,” ucap Yoyo yang langsung kepikiran begitu saja. “Enak tuh disitu. Lagian nggak perlu duit, ‘kan?”

Alra menyenggol bahu Yoyo. “Yeuu, gratisan mulu lo mah.”

Yoyo hanya cengengesan mendengar itu.

 

Setelah menempuh beberapa menit, akhirnya Alra dan kedua temannya sampai juga di pantai. Meskipun suasanya makin sore, anehnya tidak ada banyak orang disitu.

Alra, Yoyo, dan Banu duduk di atas pasir pantai. Alra duduk di antara mereka berdua. Sambil menikmati udara yang sejuk nan dingin disitu, Alra sesekali memainkan pasir yang ada di sekitarnya.

“Eh kalian,” panggil Alra. “Gue mau nanya.” Lanjutnya.

“Nanya apa?” tanya Banu. Yoyo langsung menatap Alra lekat-lekat dan mulai serius. Alra menarik nafasnya dalam-dalam. Jujur saja ia gugup untuk mulai mengatakan ini.

 “Kalian…” Alra memejamkan matanya. “Benci sama gue?”

Banu dan Yoyo menatap Alra dengan bingung. Mereka tidak mengerti apa maksud pertanyaan yang dilontarkan Alra barusan.

Benci? Ah, mereka berdua tidak pernah memikirkan itu sama sekali.

“Kok lo nanyain itu sih, Ra?” tanya Yoyo bingung.

“Iya, kok lo nanyain itu? Emang ada apa?” tanya Banu juga dengan eskpresi wajah yang sama seperti Yoyo. Bukannya menjawab, Alra malah mengeluarkan air matanya yang ternyata sejak tadi ia tahan.

“Loh, Ra? Kok nangis?” Yoyo terlihat bingung. Banu yang melihat Alra nangis pun tersentak kaget hingga membulatkan matanya.

“Gu-gue orang terburuk yang pernah ada. Tolong, lebih baik habis ini kalian menjauh dari gue.” Ujar Alra sambil terisak. Nyatanya ia yang sarkas sekalipun tidak dapat menahan air matanya.

“Nggak kok, lo bukan orang terburuk. Beneran…” Banu menenangkan Alra. “Lo cuma ngalamin hal-hal yang kurang enak, makanya lo ngerasa kayak gitu.” Tambahnya.

“Tapi gue jahat. Jahat banget sama orang-orang. Perilaku gue buruk banget, nggak pantes buat hidup lagi di dunia ini.”

Alra makin terisak hingga membuat Banu dan Yoyo ikut sedih. Mereka berdua sama-sama menenangkan Alra dengan kompak.

“Alra, udah ya, jangan nangis.” Kata Yoyo. “Kita jadi ikutan sedih loh. Kenapa lo jadi kepikiran kayak gitu sih? Masih ada orang yang lebih buruk dari lo, dan lo juga nggak seburuk yang lo pikir. Semua orang punya alasan masing-masing buat berlaku buruk atau baik, tergantung dari pandangan orang aja.” Sambung Yoyo panjang lebar.

“Gue takut kalo kalian berdua berujung kayak Daina. Itu yang paling gue takutin. Ujung-ujungnya gue sendirian dan nggak punya siapa-siapa.” Ujar Alra sambil mengusap air matanya. Angin pantai yang semakin dingin menerpa rambut-rambut halusnya hingga rambutnya terkena air matanya.

“Emang tuh Daina nyebelin banget,” tukas Banu kesal. “Kalo lo masih kesel, biar kita berdua yang urus dia. Enak aja dia udah khianatin Alra kita. Ya nggak, Yo?” tanya Banu yang beralih pada Yoyo.

“Nah, betul tuh!” Yoyo mengangkat telunjuknya dan setuju atas perkataan Banu.

Lihat selengkapnya