Putri Yuniata termasuk tipe orang yang keras kepala dan pantang menyerah. Saat sudah niat melakukan sesuatu, sebuah larangan pun diabaikan.
Larangan dibuat untuk bisa dilanggar kan? Untuk kali ini saja Putri setuju dengan perumpamaan itu. Jadi setelah sampai sekolah dan melihat Jaka, tanpa ragu Putri langsung mendekat, "Pagi, Jaka!"
Tanpa mau membalas teguran atau sekedar menatapnya, Jaka melewati Putri begitu saja. Walau sudah diabaikan, Putri tetap mencoba mengikuti langkah cowok yang memiliki tinggi 162 cm ini, "Bagaimana kalau kita ke kelas bareng?"
Langkah Jaka semakin cepat berjalan, menolak ajakan tanpa suara.
Karena memiliki perbedaan tinggi badan 7 cm, Putri tidak bisa lagi mengimbangi kecepatan berjalan Jaka. Memang sih selama ini Jaka selalu menghindari semua perempuan yang mendekatinya, tapi terasa lebih menyakitkan saat dilakukan secara terang-terangan begini.
Putri menghela napas, apa Jaka tidak bisa sedikit lebih peduli? Masalah kepribadian ganda yang dialami cowok itu rahasia kan? Seharusnya Putri mendapat perlakuan lebih spesial atau diawasi agar tidak mengatakannya pada orang lain.
"Kau kenapa, Put?"
Putri yang sedang memainkan sedotan di gelas teh manis yang sudah dipesannya menatap ke arah Tiara, sekarang sudah jam istirahat dan dia sedang di kantin bersama teman yang paling dekat dengannya, "Jaka mengabaikanku."
"Bukannya dia memang seperti itu?"
"Kemarin kan tidak."
Tiara yang sedang memakan batagor meletakkan garpu yang dipegangnya ke atas piring sambil mengangguk-angguk, "Benar juga, aku sampai melupakannya. Apa pernyataan cintamu diterima?"
Bibir Putri maju beberapa centi, kenapa harus diingatkan hal itu sih? "Sama seperti yang lainnya, aku ditolak."
"Bukannya kemarin dia menciummu?"
Bola mata Putri melotot syok, dia nyaris melupakan kejadian yang membuatnya sampai dibicarakan oleh banyak siswi di sekolah, "Bukan Jaka yang melakukannya!"
Tiara mengernyit sambil menatap Putri dengan heran, "Apanya yang bukan? Jelas-jelas Jaka menciummu."
Yang mencium Putri adalah Vian, bukan Jaka! Mendadak Putri geregetan ingin menceritakan semua hal aneh yang sudah dialaminya. Tapi tidak bisa, dia tidak ingin membuat Jaka marah dan semakin menghindar.
Putri kembali menghela napas dengan lelah, ini benar-benar memusingkan, "Abaikan kejadian kemarin, anggap saja Jaka cuma sedang jahil."
Tiara yang ingin menyuap batagor dari garpu yang sudah kembali dipegang langsung menghentikan gerakannya, "Ja... hil?"
Oh sial, Putri salah mencari alasan. Sangat mustahil Jaka melakukan aksi kejahilan, apalagi pada perempuan, "Po- pokoknya abaikan kejadian itu. Dan Jaka benar-benar menolakku kok, serius deh."
Melihat Tiara sedang menyipitkan mata dengan curiga, Putri melongos ke kiri berpura-pura tidak menyadari perhatian yang mengarah padanya, "Tapi aku tidak mau menyerah. Aku pasti akan membuatnya mau bicara dan tidak mengabaikanku lagi."
"Kamu memang keras kepala."
Putri memang tipe yang pantang menyerah selama masih memiliki peluang. Apalagi selama dua hari kemarin dia sudah dekat dengan Jaka -oke hari pertama Vian yang menempati tubuh itu- jadi Putri tidak terima diabaikan begitu saja.
Jadi walau sudah berganti hari sekalipun, Putri tetap terus mencoba melakukan apa yang dibisa, "Pagi, Jaka!"
"Pagi."
Putri terbengong sesaat, tidak menyangka sapaan yang dilakukannya benar-benar dibalas, Jaka hari ini tidak mengabaikannya. Sebuah senyum senang terlukis di wajah manis Putri, "Mau ke kelas bareng?"