Sebagai laki-laki yang baik, tentu Jaka menjadi orang pertama yang datang ke tempat janjian. Tapi walau dia yang mengajak kencan, tetap saja membingungkan harus memilih tempat apa yang harus didatangi. Jaka memang tidak tahu dan tidak mengerti tentang hal-hal seperti ini sebelumnya.
'Kau tidak ada niat ya kencan dengan Putri?'
'Memang kenapa? Kau mau menggantikanku?'
'Tidak. Aku hanya ingin memastikan kau akan menjaga baik-baik gadis yang kusukai.'
Jaka menghela napas dengan malas, kenapa hari ini terasa semakin berat untuknya?
"Maaf sudah membuatmu lama menunggu."
Terlalu sibuk berpikir membuat Jaka tidak sadar dengan keberadaan Putri yang sudah berdiri di hadapannya. Mata Jaka dengan refleks langsung memperhatikan gadis ini yang memakai dress selutut berlengan panjang berwarna coklat, dengan sedikit memakai riasan di wajah, Putri terlihat lebih cantik dibanding biasanya.
"Ini Jaka?" tanya Putri dengan nada ragu.
"Kau berharap pergi dengan Vian?"
Putri tersenyum gugup, "Aku hanya tidak menyangka Jaka mau mengajakku pergi berdua begini."
Jaka tidak menanggapi ucapan itu dan masih sibuk memperhatikan Putri, tidak memedulikan yang ditatap semakin merasa gugup dan malu.
'Dia manis kan? Sekarang puji dia.'
Mana mau Jaka melakukannya, "Jadi sekarang kita mau ke mana?"
"Ke mall?"
"Ya sudah, ayo!"
•
Di hari Minggu tentu ada banyak pasangan yang datang ke mall, dengan niat untuk jalan-jalan, kencan, nonton, atau hanya sekedar menghabiskan waktu berduaan. Melihat mereka berjalan beriringan sambil berpegangan tangan membuat Putri merasa iri karena Jaka tidak melakukan hal yang sama.
"Kalau aku menggandengmu mungkin Vian bisa mengambil alih kesadaran."
Malu keinginannya ketahuan, Putri menunduk, "Aku sudah senang karena bisa jalan berdua dengan Jaka seperti ini kok."
Jaka memang selalu menghindari perempuan, bisa jalan berdua begini tentu merupakan sebuah keajaiban.
Tapi karena Jaka tidak pernah melakukan kencan, dibanding membuat perempuan yang bersamanya senang, dia malah tertarik dengan sesuatu yang lain, "Oh, ada rumah hantu yang dibuka di sini ya?"
Pertanyaan itu membuat Putri langsung menatap Jaka, jangan bilang mereka akan mencoba masuk ke sana. Tapi Jaka justru menunjukkan raut wajah yang begitu tertarik, "Bagaimana kalau kita masuk?"
"Ta- tapi–"
"Aku tidak menerima penolakan. Ayo, ke sana."
Tingkat keegoisan Jaka ternyata sama dengan Vian. Gagal melakukan penolakan membuat Putri berada di antrian untuk masuk ke rumah hantu. Yang didengar dari pasangan yang antri di depan dan belakangnya, ini sedang populer untuk pasangan. Oke, dia senang Jaka mengajaknya, tapi Putri tetap merasa takut.
Dan lagi di depan pintu masuk sudah berdiri seorang perempuan yang memakai makeup menyeramkan, Putri rasanya ingin kabur dari sini. Tapi saat melihat senyum Jaka beserta ekspresi penasaran yang ditunjukkannya, Putri merasa rugi jika sampai melewatkan momen ini.
Jadi terpaksa Putri masuk. Ruangan gelap dan back sound menyeramkan sudah menyambutnya, tapi yang penting Jaka tetap berjalan di sampingnya.
"Kyaaa....," dengan refleks Putri menjerit dan merangkul tangan kiri Jaka saat seorang perempuan yang berperan menjadi hantu tiba-tiba muncul.
Putri memeluk lengan Jaka dengan sangat erat, mencoba menyembunyikan wajahnya karena terlalu merasa takut. Tapi kakinya terpaksa digunakan untuk berjalan menyamakan langkah Jaka agar tidak ditinggal.
Sedangkan Jaka masih terlihat tenang dengan suasana horor yang ada, wajahnya masih terlihat cuek saat satu per satu hantu muncul dan mencoba menakut-nakuti. Dia membiarkan Putri merangkul tangannya. Iya membiarkan, Jaka kan tidak setega itu mengabaikan Putri yang ketakutan.
Merasa hantu-hantu yang muncul tidak ada yang menghiburnya, Jaka memutuskan untuk berbicara dengan Vian, 'Kau cemburu?'
'Untuk apa aku cemburu pada diriku sendiri?'
'Sebelumnya kau merasa cumburu padaku.'
'Aku malah merasa senang. Walau Putri memelukmu begini, tapi kau masih bisa mengambil alih kesadaran.'