Saat Jaka dalam keadaan banyak pikiran sampai membuatnya cemas berlebih, Vian secara otomatis langsung menggantikannya.
Tapi kalau Vian yang sudah mengambil alih kesadaran merasa pikirannya kini kosong, ini baru pertama kalinya. Mungkin masalah yang dipikirkan oleh Jaka terbawa juga ke pikiran Vian sampai tidak bisa berkonsentrasi seperti ini.
Vian ada hanya untuk pelengkap, keberadaannya bahkan tidaklah nyata. Tapi kenapa saat berurusan dengan perempuan Vian yang selalu dipilih? Padahal awalnya mereka tertarik pada Jaka, tapi kenapa akhirnya selalu Vian yang dipilih?
Vian memegang kepalanya yang terasa sakit, semua beban pikiran Jaka sekarang benar-benar sampai padanya. Semua kegelisahan, kecemasan, kecewa, dan rasa iri. Tapi karena terlalu larut dengan masalahnya, bahu Vian tidak sengaja membentur bahu orang lain.
"Hei, bocah, kalau jalan pakai mata! Memang ini jalan milikmu?"
Vian menatap orang yang ditabraknya, seorang cowok dengan seragam SMA. Dari penampilannya jelas sekali dia siswa bermasalah di sekolah.
"Kenapa diam aja? Cepat minta maaf!"
Tiga orang lain yang bersamanya pun berpenampilan sama, dan yang membuat Vian semakin tidak tenang adalah suasana jalan yang kini sedang sepi, "Maaf."
"Minta maaf yang bener! Niat tidak sih minta maafnya?"
"Anak SMP zaman sekarang songong-songong ya! Yang benar dong minta maafnya!!"
Tanpa sadar kedua tangan Vian mengepal, "Maafkan aku."
"Kau pikir hanya dengan minta maaf semua bisa selesai? Bagaimana kalau memberikan semua uang yang kau punya?"
"Oh, ide bagus. Jika tidak mau cari gara-gara dengan kita, lebih baik serahkan semua yang kau punya."
"Apa kami harus mengambil sendiri darimu?"
Tangan kanan Vian secara spontan menepis tangan salah satu dari mereka yang bergerak ke arahnya.
"Jadi kau lebih memilih cara kasar? Ingin berantem sama kita?" saat kerah seragam Vian ditarik dengan kasar, Vian merasa kesadarannya seolah ikut ditarik secara paksa.
Tangan kanannya bergerak sendiri memukul salah satu dari mereka, bahkan suaranya keluar tanpa bisa dikontrol, "Memang kalian saja yang bisa bermain kasar? Ayo sini maju kalau berani!"
Vain benar-benar merasa panik saat tubuhnya bergerak tanpa dapat dikendalikan, tangannya memukul seolah terbiasa bertarung, kakinya pun menendang mengikuti perlawanan. Satu per satu anak SMA itu dia lawan sendirian.
Apa ini Jaka? Tidak mungkin, Jaka selalu mencoba mempertahankan ketenangan dirinya. Justru Vian yang sedikit lebih mudah tersulut emosi. Tapi kini ada sesuatu yang seperti ingin menguasai tubuhnya.
Saat anak-anak SMA itu memutuskan berlari kabur, Vian yang sudah bisa kembali menggerakkan tubuh sesuai keinginannya langsung berjongkok sambil memegangi kepala.
Tadi alter Jaka yang lain? Ternyata bukan hanya Vian saja, ada sosok lain yang berada di tubuh Jaka. Dan dia sangat berbahaya, benar-benar berbahaya. Jaka bisa saja mendapat masalah besar jika dia mengambil alih kesadaran lagi.
Vian tidak boleh membiarkan hal itu terjadi, dia harus menekan agar sosok ke tiga ini tidak menguasai tubuhnya lagi. Vian harus bertahan, jangan sampai emosinya kembali tersulut.