Seiring berjalannya waktu, hal yang awalnya sulit dilakukan menjadi mudah saat sudah menjadi sebuah kebiasaan.
Walau tahun demi tahun terus berganti, tapi itu tidak mengubah Jaka Mahardika yang mendadak ingin mengalami Alter Ego lagi hanya karena tidak tahan mendengar pertanyaan yang sama terus diberikan oleh orang lain.
Kapan nikah?
Dengan usia yang sudah menginjak angka 28 tahun, dua kata itu terus ditanyakan oleh sanak saudara, teman, rekan kerja, tetangga, sampai orang tua seolah tidak pernah merasa bosan.
Usia matang, pekerjaan menjanjikan, dan juga memiliki pacar cantik dikatakan sudah menjadi modal besar untuk Jaka melepas masa lajangnya.
Mudah memang menyuruh orang lain menikah, padahal tidak ikut membiayai, dan jika sampai terjadi masalah tidak mungkin mau bertanggung jawab.
Saking jengkelnya, terkadang Jaka memberikan jawaban semacam itu untuk membuat orang lain berhenti ikut campur, tapi sesungguhnya Jaka juga ingin segera menikah.
Saat merencanakan pernikahan di usia ke 25 tahun, kedua orang tua Jaka justru mengatakan keinginan yang seketika membuat Jaka menggagalkan keinginan untuk menikah.
Puspa tidak ingin Nakula datang ke pesta pernikahan Jaka. Dan Nakula tidak ingin melihat keberadaan suami baru Puspa di pernikahan Jaka. Mereka saling tidak ingin bertemu satu sama lain. Bagaimana caranya coba hal itu bisa terjadi? Kan mustahil Jaka tidak menghadirkan salah satu orang tuanya di pernikahan sendiri.
Keputusan tiga tahun lalu yang diambil orang tuanya belum berubah sampai detik ini, makanya sekarang Jaka berharap mengalami Alter Ego untuk mencari jalan keluar untuk memecahkan masalah memusingkan ini.
Sejujurnya bisa saja Jaka memilih untuk tidak menikah agar tidak dipusingkan masalah ini terus-menerus, tapi ada perempuan yang dengan sabar masih mau menunggunya.
Putri Yuniata tanpa peduli omongan orang tetap setia menjadi pacar Jaka. Jelas kesetian ini tidak boleh disia-siakan atau bahkan diabaikan.
Tapi Jaka justru sudah membiarkan Putri menunggu lebih lama lagi. Padahal perempuan memiliki 'batas' untuk bisa menikah dan memiliki anak, dan batas itu telah banyak Jaka buang secara percuma.
Putri memang tidak pernah mengeluh atau protes karena mengerti kondisi keluarga Jaka yang memang tidak biasa, orang tua Putri juga sepertinya sadar Jaka memiliki permasalahan sendiri sampai belum melamar dengan serius.
Hanya saja Jaka tetap merasa bersalah. Rasa yang bahkan membuatnya membenci diri sendiri yang tidak bisa menjadi laki-laki yang memberi kepastian pada hubungan pacaran yang sudah terjalin sejak masa SMA.
"Putri bagian apoteker cantik ya? Dia belum menikah kan?"
Merasa pacarnya sedang dibicarakan, Jaka menghentikan kegiatan berpikir untuk melihat siapa yang sedang bicara.
Seorang laki-laki yang mengenakan jas dokter sedang bicara dengan seorang perawat. Dua orang itu sedang berdiri di dekat Jaka yang ingin menjemput Putri.
"Kudengar dia sudah memiliki pacar seorang pengacara."
"Hanya sekedar pacar kan? Jika aku mengatakan ingin menjalin hubungan serius, mungkin dia mau berpaling padaku."
Memangnya Jaka tidak ingin menjalin hubungan ke jenjang yang lebih serius? Dia juga ingin cepat-cepat menikahi Putri agar tidak ada pria lain yang merebut Putri darinya.
"Dokter Tian, Anda harus ke ruang operasi lima menit lagi."
Kedua netra Jaka menatap dokter yang dipanggil Tian itu yang buru-buru berjalan di depannya yang sedang duduk disalah satu kursi di lorong rumah sakit.
Sepertinya bukan dokter umum biasa karena disuruh ke ruang operasi ya? Dari segi usia sepertinya sedikit lebih tua dari Jaka, lalu wajahnya yang Indo-Arab itu juga mudah membuat wanita bertekuk lutut padanya.
Sungguh saingan yang berat.
Jaka menghela napas dengan lelah. Padahal dia sudah berkomitmen untuk tidak ketergantungan dengan terus mendatangi tempat praktik dokter kejiwaan, tapi saat mendapat masalah memusingkan begini, Jaka ingin menghubungi Lia dan melakukan konsultasi secepatnya.
Sungguh menjadi beban pikiran mengetahui ada pria lain yang tertarik pada Putri dan memiliki potensi besar mendapatkannya.
Kenapa Putri tidak memiliki pemikiran untuk berpaling pada pria lain ya? Memang Jaka senang Putri begitu mencintainya, hanya saja saat ini dia merasa tidak pantas menerima cinta Putri. Apalagi dia telah menyia-nyiakan waktu Putri dalam hubungan yang tidak pasti ini.
"Jaka! Apa aku sudah membuatmu menunggu lama? Maaf ya, pergantian shif kerjanya tadi agak lama karena temanku terlambat datang."
Saat perempuan yang sedari tadi jadi bahan pikirannya berdiri di hadapannya, Jaka menatap dengan perasaan dilema.
Seperti biasa, senyum bahagia terukir di wajah cantik itu. Dengan penampilan modis serta make up natural, wajar ada pria lain yang masih berani melirik Putri meski sedang bersama Jaka sekalipun.
"Ada apa?" tanya Putri bingung melihat ekspresi wajah Jaka yang terkesan sedang tidak merasa senang.
"Bagaimana menurutmu mengenai dokter Tian?"
"Huh?" Putri memiringkan kepalanya beberapa centi ke kanan, tidak mengerti dengan pertanyaan yang mendadak diajukan, "dokter jantung yang bernama Tian Kusuma maksudmu? Dia baru menjadi dokter di rumah sakit ini dua minggu yang lalu, aku belum begitu mengenalnya."
Dokter jantung di usia yang sepertinya baru berkepala tiga, pasti pintar dan berasal dari keluarga berada ya? Lagi-lagi Jaka menghela napas dengan lelah.
"Apa Jaka cemburu pada dokter Tian?" tanya Putri sambil duduk di samping Jaka dengan antusias.
"Iya," jawab Jaka sejujur-jujurnya, "aku mendengar dia tertarik dan mau membuatmu berpaling menyukainya."
Putri terkikik geli, senang melihat Jaka yang baru-baru ini sering cemburu hanya dengan mengetahui ada pria lain yang menyukainya.
Karena ditertawakan, Jaka melirik dengan kesal, "Apa? Aku tidak boleh cemburu?"
"Boleh kok. Aku justru senang Jaka mau menunjukkan rasa cemburumu secara terang-terangan begini."
Bagaimana tidak mengatakan apa yang sedang dirasakannya secara gamblang jika memiliki banyak saingan yang jauh lebih baik dibandingkan dirinya? Kenapa rasa cemburu Jaka menjadi bahan hiburan untuk Putri sih? "Tadi aku tidak sengaja mendengar ucapan dokter Tian yang mau menjalin hubungan serius denganmu. Kenapa Putri tidak mencoba memulai hubungan baru saja?"
Putri cemberut, tidak suka dengan pertanyaan yang Jaka ajukan, "Aku bahkan belum berkenalan secara resmi dengan dokter Tian, bagaimana mendadak aku mau begitu saja jadi pacarnya?"
Jaka menatap Putri yang duduk di sisi kanannya, "Dia tampan, memiliki pekerjaan bagus, dan juga terlihat bisa menikahimu secepatnya. Tidak sepertiku."
"Aku kan menyukaimu, jadi aku hanya mau menikahimu."
"Bagaimana jika seandainya aku memutuskan untuk tidak menikah?"
Diam, tidak tahu bagaimana merespon pertanyaan Jaka, Putri memilih bungkam. Dia tentu sangat tahu dan mengerti tentang masalah yang membuat Jaka gagal melamarnya secara serius tiga tahun lalu, tapi dia yakin masih ada cara yang dapat dilakukan untuk menyelenggarakan pernikahan tanpa ada pihak yang dirugikan.
Jaka memutus kontak matanya dengan Putri, "Maaf sudah menanyakan hal sensitif, aku hanya merasa bersalah saja sudah menunjukkan sikap pria tak bertanggung jawab pada orang tuamu."
"Mereka tidak pernah memaksaku untuk cepat-cepat menikah kok, Jaka tak perlu khawatir."
Saat ini mungkin orang tua Putri masih memberi kelonggaran pada hubungan mereka, tapi cepat atau lambat semua pasti berubah.
Tidak ada pengertian atau kelonggaran lain yang diberikan. Dan buruknya Putri bisa saja berakhir dengan dijodohkan dengan pria yang sama sekali tidak dikenalnya.
Meski sangat mencintai Putri sampai tidak ingin melepaskannya pada pria lain, Jaka juga harus memikirkan masa depan Putri yang mungkin lebih baik jika tidak bersamanya, "Maafkan aku."
Putri menggeleng perlahan sambil tersenyum simpul, "Jaka tidak salah kok. Jika berada di posisimu, aku pasti juga berusaha membujuk orang tuaku agar tidak meminta hal egois yang mustahil dilakukan."