Trinnnnngggg
Suara bel berbunyi menandakan jam istirahat telah tiba. Semua murid berhamburan keluar kelas bagaikan tawanan yang baru keluar dari sel tahanannya. Begitu pun dengna Reylard yang sedari tadi perutnya berbunyi meminta untuk diisi.
Brakk
Tiba-tiba ia menabrak seorang gadis yang membawa banyak buku dipangkuannya, membuat buku-buku itu jatuh berserakan.
"Ah, sorry, gue nggak sengaja." Ujar Rey membantu mengumpulkan buku-buku itu.
"Makanya, jalan itu pake mata." Jawab gadis itu begitu judes, ia juga mengumpulkan buku-buku yang berserakan dengan malas.
"Dimana-mana jalan itu pake kaki bukan pake mata, gimana jalannya kalo pake mata coba?" kata Rey yang mulai kesal karena ia dijawab begitu judes oleh gadis itu.
Begitu pun dengan gadis itu, ia juga kesal dengan perkataan laki-laki didepannya ini. Ia tahu, laki-laki ini adalah anak dari pemilik tempat didikan ini. Walaupun begitu, ia tak peduli anak pemilik sekolahkah dia,anak pejabat,sekalipun ia adalah anak presiden, ia tak peduli dengan status laki-laki itu.
Disisi lain, Rey melihat begitu banyaknya buku yang dibawa oleh gadis sampai kepalanya aja udah nggak kelihatan.
"Mau gue bantuin nggak?" tanya Rey
Krrryykkkk
Rupanya perutnya tidak bisa diajak negosiasi."Nggak usah, gue nggak teg-"
"Eh," ucap mereka bersamaan ketika mata mereka bertemu, begitu juga dengan wajah mereka. Karena sejak tadi wajah gadis itu tertutup buku-buku yang tinggi.
"Di-Dia kan? Eh.. dia? Dia siapa? " batin Rey berucap saat teringat dengan seseorang tapi ingatan itu hilang begitu saja.
Disisi lain "Ma-mati gue," batin gadis itu gugup dan mulai mengucurkan keringat dingin.
"Eh, kayaknya kita kenal deh, tapi kenapa gue nggak inget ya?" ucap Rey mencoba bertanya.
"Ha-ha pe-perasaan lo aja kali, mungkin kita pernah papasan disekolah, wajar dong lo rasa ngenal gue." Kata gadis tersenyum kaku, ia mulai berlalu dari hadapan Rey.
"Tunggu," ujar Rey menarik bahu gadis itu.
Bahunya yang ditarik sekaligus ia juga membawa banyak beban berat dipangkuannya, membuat dirinya oleng dan..
Hap
Rey sadar gadis itu akan jatuh, dengan gerakan cepat ia menangkap tubuh itu.
Deg Deg Deg
Entah kenapa jantung mereka berdetak tak karuan, diringi wajah yang mulai merona merah.
Satu detik
Dua detik
Tiga detik
Brakk
Rey yang merasakan tanda bahaya pada dirinya, segera menjauhkan diri dari gadis itu. Tanpa sadar melepaskan pangkuannya pada gadis itu yang berhasil jatuh. Entah apa yang terjadi jika detik pangkuan tersebut berlanjut.
"Aww.. shh," ringis gadis itu saat bokongnya mendarat keras dilantai keramik.
"Lo apa-apaan sih? Aduhh.. sakit tau." Ujar gadis itu masih mengusap bokongnya
" Ya sorry, gue nggak sengaja." Jawab Rey mengulurkan tangannya
"Hah? Enteng banget dia minta maaf, kalau bukan karena dia terlibat hal itu, udah gue hancurin tuh muka gantengnya." Batin gadis itu yang kesalnya kuadrat. Dan menatap tangan uluran Rey.
Plakk
"NGGAK USAH, MAKASIH." Ucap gadis itu ketus , menolak uluran tangan Rey.
Rey mematung, baru kali ini ada yang menolaknya. Ia terbiasa dikelilingi oleh para gadis yang mengejarnya. Ya tentu saja ia menolak mereka yang membuatnya terganggu.
Rey berjongkok dan mengumpulkan buku-buku yang jatuh bersebaran.
"Walaupun lo nolak bantuan gue, senggaknya gue bantuin lo mungutin nih buku-buku." Ujarnya memungut buku.
"Eh?"
Lagi lagi ia terkejut terkejut ketika menemukan sebuah buku terkena cairan merah.