“Lo kenapa Rey? Mikirin apaan lo?” Tanya salah seorang teman Rey dengan mulut penuh, Evan yang tangan kanan memegang roti, tangan kiri mengutak-atik HP gamingnya, dan mulut yang penuh. Sejak tadi ia memang melihat HP-nya, tapi saat tak mendengar temannya itu tak bicara apapun, ia melirik Rey.
“Hmm.. sebenarnya.. hmm,” Rey menjawab tanpa mengalihkan pandangannya. Ia berpikir apa perlu ia memberitahu teman-temannya tentang kejadian tadi.
“Jangan Cuma ‘hmm hmm’ aja, lagian apaan sih yang lo pikirin? serem tau lo senyam-senyum sendiri, lagian kita juga nggak bisa lama-lama, lo nggak mau kan dibanting ama Buk Ros hanya karna kita terlambat.” Matanya masih setia melekat pada benda ditangannya. Ngeri sendiri membayangkan dirinya akan dibanting oleh guru killer yang jago segala bela diri.
“Hmm.. Entar ajalah. Lagian Lo van, lo kalau makan jangan main dulu, makan ya makan, main ya main, jangan dua-dua nya. Keselek baru tau rasa lo.” Peringat Rey heran pada temannya yang rada-rada itu.
“Nggak apa-apa. Ini lagi push rank ML nih.. diundang ama player jago. Sayang banget kalau disia-siain.” Ucap Evan masih dalam kondisi mulut penuh.
“Biarin ajalah Rey. Lo nggak akan bisa ngelarang maniak gadget kayak dia. Bentar lagi dia juga bakal keselek.” Ucap Gio menunjuk Evan dengan dagu.
“Gue nggak maniak gadget ya. Asal lo tau gue gini-gighh-“ Evan segera memegang leher setelah segera meletakkan HP dan roti tadi. Dua temannya yg lain hanya melengos, sudah tau apa yang terjadi.
“Ghh-gue keselek-gghh to-tolong a-air,” Evan menjangkau air yang jauh dari jangkauannya.
Respon mereka hanya mengabaikan.
“Gue tadi juga ngeliat lo senyam-senyum sendiri, nggak kayak lo yang biasanya Cuma tampang datar. Hmm..” Gio sedikit mendekati wajah Rey. Lalu tersenyum dan menaikkan satu alisnya. “Cewek, ya?”
Rey tidak terlalu terkejut dengan ucapan Gio.“Dasar, orang yang terlalu peka ya kayak gini.” batin Rey menghujat orang sebelahnya.
“Silent? Berarti benar. Hahaha.”
Berbeda dengan dirinya yang sangat peka terhadap aura, Xegio Calder Aldolph ini sangat pandai menilai tingkah laku orang lain apalagi yang terdekat dengannya, ia memiliki intuisi dan ketepatan yang cemerlang selain itu ia juga sangat disiplin, sangat bagus diposisikan sebagai manager/sekretaris dalam perusahaan, tapi yang membuat semua itu anjlok adalah ia memiliki sifat menggoda orang lain. Sedangkan Evanhard Delvin Dellbert ini memiliki sifat yang sangat berbanding terbalik dengan Gio , ia dijuluki sebagai Bad boy seantero sekolah, urak-urakan, tukang bolos, lebay tapi walaupun dijuluki Bad boy, semua pekerjaan yang diberikan kepadanya akan siap dengan cepat. Ia juga memiliki satu kelemahan.
“Seorang Reylard dengan cewek? Selama ini lo nggak pernah berhubungan sama cewek.” Ucap Evan setelah menegak habis air yang berhasil ia jangkau.
“SIAPA TUH CEWEK?” Serentak Gio dan Evan dengan mata berbinar-binar.
Ahhh, satu lagi sifat mereka paling menyebalkan.
Tukang kepo.
Tringggggggg
“Ahh, salah waktu banget tuh bel. Awas lo Rey, gue tagih penjelasannya.” Gio bangkit dan menoleh kearah Rey.
“Bener banget tuh. Jangan sampai lo kabur.” Ucap Evan yang diangguki Gio.
Ia hanya bisa menghela nafas.
……. ……. …….. ……..
Kelas telah kosong sejak sejam yang lalu, semua murid kembali kekediaman masing-masing. Tidak dengan Rey, yang masih selonjoran diatas meja sambil terdiam termenung menatap langit-langit ruang kelas. Sadar bahwa kedua temannya mengoceh sedari tadi dan hanya mendengarkan dan mengabaikan.
“Oii Rey, lo kenapa diam bae terus sih. Lo masih ngutang penjelasan ke kita lohh.” Sejak tadi Evan selalu ngoceh tidak jelas agar temennya itu sadar dari lamunannya dan memberikannya penjelasan tentang si ‘cewek’ tadi.
“Woi Gio, temen lo kenapa sih? Kayak cewek PMS aja.” Lanjut Evan yang tidak tahan dengan keterdiaman Rey.
Yang ditanya hanya menatap layar ponsel. Gio sebenarnya juga penasaran terhadap si ‘cewek’ yang ia duga tadi. Tapi, melihat Rey yang sibuk akan pikirannya. Ia mengurungkan niatnya untuk bertanya.