Alternatif Husband

Jesslyn Kei
Chapter #1

Dimana Pengantin Prianya?

Di sebuah aula besar yang terletak di samping gereja tua, suasana tampak semarak, dihiasi rangkaian bunga mawar putih dan merah muda yang melingkar di pilar-pilar tinggi. Lampu-lampu gantung kristal memancarkan sinar lembut, menciptakan kehangatan di tengah keramaian tamu yang mengenakan pakaian formal. Meja-meja bundar telah tertata rapi dengan taplak putih bersulam emas, lengkap dengan gelas-gelas kaca yang berkilauan di bawah cahaya. Di sudut ruangan, sebuah panggung kecil telah disiapkan, lengkap dengan kursi pengantin yang masih kosong.

Namun, di balik kemeriahan dekorasi itu, suasana perlahan terasa ganjil. Para tamu undangan mulai saling berbisik, bertukar pandang penuh tanda tanya. Sekelompok wanita muda berkumpul di dekat meja hidangan, suara mereka terdengar pelan tetapi menyiratkan keingintahuan.

"Kenapa sampai sekarang pengantin prianya belum datang?" bisik salah satu dari mereka sambil melirik ke arah panggung yang masih kosong.

"Pengantin pria belum datang." Kalimat itu berbisik dari mulut ke mulut, menyebar seperti api di tengah aula besar yang seharusnya penuh suka cita. Di balik keindahan rangkaian bunga mawar putih dan merah muda yang melingkar di pilar-pilar tinggi, serta kilauan lampu kristal yang memantulkan kehangatan, perlahan muncul ketegangan. Para tamu, yang semula larut dalam obrolan santai dan tawa ringan, kini saling bertukar pandang penuh tanda tanya. Di sudut ruangan, panggung kecil dengan kursi pengantin yang kosong seolah menjadi simbol ketidakpastian.

Di sisi lain, anggota keluarga besar tampak sibuk mencoba menenangkan diri. Wajah mereka menyiratkan cemas, tetapi tetap berusaha menampilkan senyum sopan di depan para tamu.

Di ruang rias yang terletak di lantai atas aula, Evelyn duduk di depan cermin besar, dikelilingi gaun putih dengan ekor panjang yang menjuntai di lantai. Ruangan itu dipenuhi bunga lili yang menebarkan wangi lembut, tetapi bagi Eve, aromanya justru terasa menyesakkan. Gemuruh suara dari bawah, walaupun samar, terus mengganggu pikirannya.

Jemarinya yang menggenggam buket bunga mulai gemetar. Pandangannya terus tertuju pada jam dinding, detik-detik bergerak terlalu lambat dan terlalu cepat sekaligus.

"Victor... di mana kamu sekarang?" gumamnya lirih, suara itu tenggelam di antara helaan napas dan isak tangis yang teredam.

Hiasan di rambut Eve mulai berantakan akibat tangannya yang gemetar merapikan riasan yang luntur karena air mata. Cahaya dari jendela besar di sisi ruangan seolah terasa suram, meski matahari masih bersinar terang.

"Ini hanya keterlambatan. Dia pasti datang... Dia akan datang," racau Eve berbicara pada dirinya sendiri

Clara, sahabat sekaligus pengiring pengantin, berjalan mendekat dengan raut cemas.

"Apa Victor sudah datang?" tanya Eve begitu melihat wajah Clara.

Clara mengelengkan kepala dengan wajah sedikit cemberut.

"Kemana dulu sih dia? Kenapa sampai sekarang belum terlihat juga batang hidungnya?"

"Entahlah, Clara. Aku juga tidak tahu. Mungkin sedang terjebak macet. Atau... mungkin dia hanya sedikit terlambat.”

“Terlambat? Ini kan pernikahan kita, Papa! Tidak ada alasan dia terlambat. Ini... tidak masuk akal!”

Clara memanyunkan bibir sambil mengerutu kesal.

"Sudah coba kau hubungi?"

Mendengar pertanyaan Clara membuat Eve menyambar ponselnya yang tergeletak di atas meja dengan cepat dan segera menghubungi nomor Victor.

Tidak sampai selang beberapa menit Eve mendekat ponselnya ke telinga, wanita itu melemparkan pandangan yang sulit diartikan kepada Clara sembari mengeleng lemah.

"Tidak diangkat."

Lihat selengkapnya