ALUNA

Reza Lestari
Chapter #2

1. Dia Altar

Aluna memandang rintikan hujan yang jatuh membasahi bumi dalam diamnya, tangannya ia ulurkan ke depan hingga ia bisa merasakan rintikan air hujan itu mengenai telapak tangannya. Sejenak ia memejamkan kedua matanya, merasakan setiap tetesan air hujan di telapak tangannya, dan merasakan dinginnya air hujan yang menusuk kulitnya. Seketika senyum Aluna mengembang, saat menghirup aroma tanah kering yang basah karena hujan. Aluna suka ketika hujan turun, apalagi ketika menghirup aroma petrikor dalam keadaan mata terpejam. Ia akan merasakan ketenangan, ketenangan yang begitu sulit ia dapatkan.

Aluna menarik napasnya dalam-dalam, lalu menghebuskannya secara perlahan-lahan. Ketika hujan turun, hal yang akan disukai Aluna bukan hanya menghirup aroma petrikor saja, tetapi ia juga akan senang saat bermain bersama air hujannya langsung.

Ia pun masuk ke dalam kamarnya, ketika sudah merasa cukup menghirup aroma petrikor di balkon kamarnya.

Saat di dalam kamar, Aluna langsung mengambil sepasang sepatu roda empat miliknya. Tak lupa, ia mengambil jas hujan berwarna biru langit yang selalu ia pakai setiap bermain dengan hujan. Setelah itu, Aluna keluar dari kamarnya dan turun menuju lantai satu. Rumahnya tampak sepi, karena ia hanya tinggal bersama sang Kakek. Dan, sekarang kakeknya tidak ada di rumah, karena harus bekerja. Kakeknya akan tiba di rumah setiap pukul 17.00 sore, untuk itu terkadang Aluna merasa kesepian jika pulang sekolah hanya di rumah saja. Karena ia akan sendirian.

Setelah berada di halaman depan rumahnya, Aluna memakai sepatu rodanya, tak lupa ia memakai bantalan pergelangan tangan dan lututnya. Setelah itu, ia memakai jas hujannya. Setiap kali bermain dengan hujan atau hujan-hujanan, Aluna memang sering memakai sepatu roda dan jas hujan. Itu sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil. 

Ia juga pandai menggunakan sepatu roda, saat umurnya 2 tahun ia sudah diajarkan menggunakan sepatu roda oleh kakeknya. Dengan penuh kesabaran kakeknya mengajarkan bagaimana menggunakan sepau roda, kakeknya akan sigap menahannya ketika ia hendak jatuh, kakeknya akan selalu menggenggam tangannya ketika ia mengeluh saat beberapa kali hampir terjatuh, kakeknya akan selalu ada di dekatnya memberi dukungan untuknya. Hingga sekarang, Aluna bisa menggunakan sepatu rodanya sendiri. 

Setelah sudah siap, Aluna pun menggerakkan sepatu rodanya agar segera meluncur, meninggalkan perkarangan rumahnya dan ia akan bermain dengan hujan di depan gerbang rumahnya.

“Aluna!” teriak seseorang memanggil namanya, membuat Aluna mengalihkan pandangannya mencari sosok yang memanggilnya itu.

“Aluna!”

Aluna mendongkakkan kepalanya ke arah balkon rumah yang berada di samping rumahnya, ternyata orang yang memanggilnya ada di balkon sana. Seorang cowok yang terpaut 1 tahun dengannya.

“Hai!” sapanya sambil melambaikan tangan kanannya, tak lupa senyumnya ikut mengembang.

“Jangan hujan-hujanan!” perintah cowok itu, pasti selalu saja begitu jika melihatnya hujan-hujanan. 

“Biarin.”

“Aluna, masuk rumah!” suruhnya.

“Enggak mau!” tolak Aluna, dan ia malah sengaja mondar-mandir dengan sepatu rodanya di bawah guyuran air hujan. 

Cowok yang berada di balkon sana tampak berdecak kesal, ketika Aluna tidak mau mendengarkannya. Tetapi, Aluna tak mempedulikannya. Ia tetap bermain hujan-hujanan dengan senangnya, sampai saat ia mendongkak ke arah balkon itu. Ia tak melihat cowok itu lagi di sana.

___

Lihat selengkapnya