Syahila memasuki semester dua, sekolahnya mengadakan praktek sholat wajib. Satu persatu teman – teman kelas Syahila telah dipanggil. Tak lama kemudian akhirnya Syahila dipanggil untuk melaksanakan praktek sholat wajib. Syahila melaksanakan praktek sholatnya dengan lancar, ibunya melihat dari luar melalui jendela karena selama praktek sholat tidak ada yang boleh memasuki kelas kecuali penguji dan yang diuji. Tiba – tiba ponsel ibunya Syahila berdering.
“Assalamu’alaikum, hallo.” Ucap Bu Nur, ibunda Syahila menjawab panggilan di ponselnya.
“Selamat pagi bu, dengan orang tua Syahila Afsheen Meysha?” Tanya suara dari sebrang.
“Iya saya ibunya, ada apa?” Tanya Bu Nur kembali.
“Maaf bu, kami dari rumah sakit Mitra Sejahtera. Ingin memberitahukan bahwa Dr. Andre sudah berada di Indonesia dan meminta ibu untuk membawa Syahila segera ke rumah sakit Mitra Sejahtera untuk dilaksanakannya operasi pasang batok pada kepalanya.” Ucap seseorang dari sebrang menjelaskan.
Setelah Syahila selesai melaksanakan praktek sholat, Bu Nur langsung memboyong Syahila ke rumah sakit. Namun, sebelum itu Bu Nur menghubungi suaminya terlebih dahulu agar ketemuan di rumah sakit di karenakan ayahnya Syahila sedang bekerja.
Setibanya Syahila dan ibunya di rumah sakit, tak lama kemudian ayahnya Syahilapun tiba di sana. Akhirnya, orang tua Syahila menghadap Dokter Andre yang mana beliau adalah dokter spesialisnya Syahila dari Syahila pertama kali mengalami kecelakaan. Dokter Andre menjelaskan bahwa beliau telah mendapatkan batok kepala buatan yang dibawanya dari Amerika.
Dokter Andre juga menjelaskan kemungkinan yang akan terjadi selama atau sesudah pelaksanaan operasi pasang batok. Kemungkinannya yaitu fifty fifty, yang tentunya adalah antara operasi itu berasil dan tidak berhasil. Jika operasi itu gagal, berarti Syahila tidak akan terselamatkan. Dan apabila operasi itu berhasil sekalipun, besar kemungkinannya Syahila akan mengalami gangguan mental alias idiot.
Orang tua Syahila sangat terkejut mendengar hal itu, tetapi mereka tidak mempunyai pilihan lain selain melakukan operasi itu. Walaupun dengan biaya yang tidak sedikit dan bisa saja kemungkinan terburuk terjadi. Namun, kedua orang tuanya Syahila tetap menyetujui persyaratan operasi, karena menurut mereka setidaknya sudah berikhtiar, apapun hasilnya pasrahkan saja kepada Allah Ta’ala, yang terpenting doa tidak pernah putus untuk kesembuhan Syahila.
Pada saat Syahila hendak memasuki ruang operasi, Bu Nur sudah tidak kuasa lagi menahan air matanya. Iapun menangis karena memikirkan beberapa kemungkinan yang akan terjadi kepada putrinya. Syahila yang melihat ibunya menangis merasa bingung, ia menganggap ibunya tidak senang jika ia di operasi. Padahal menurutnya, jika ia melakukan operasi, ia akan segera pulih dan normal seperti anak yang lainnya.
“Mamah kenapa menangis? Apa mamah tidak ingin Sya di operasi? Tapi Syahila ingin sembuh Mah. Doakan Sya ya Mah, mamah jangan nangis lagi, nanti kalau Sya udah di operasi Sya sembuh Mah, Sya tidak akan membuat mamah khawatir lagi." Ucap Sya kepada ibunya.
Mendengar ucapan Syahila, Bu Nur memaksakan dirinya untuk tersenyum, namun air matanya malah mengalir semakin deras. Semua orang yang berada disana pun ikut meneteskan air mata mendengar perkataan Syahila yang masih sangat polos itu.