Syahilapun membuktikan kepada semuanya bahwa walaupun ia berbeda dengan yang lain, walaupun mempunyai keterbatasan fisik, tapi ia berprestasi. Itu dibuktikannya dengan selama enam tahun berturut – turut Syahila terus menerus mendapatkan peringkat satu bahkan selalu menjuarai berbagai lomba yang diikutinya.
Ia juga dipercaya oleh temannya untuk menjadi ketua kelas selama empat tahun berturut – turut. Bahkan karena prestasinya itu Syahila selalu mendapatkan beasiswa berturut – turut setiap tahunnya. Bahkan, saat ujian nasional ia meraih nilai tertinggi satu kecamatan. Setelah lulus dari sekolah dasar, sebenarnya Syahila ingin memasuki SMPN 1 Nusantara, yang mana menurut Syahila itulah sekolah terbaik yang berada di kotanya saat itu.
Sayangnya, ayahnya itu tidak yakin bahwa Syahila dapat lulus masuk ke SMP itu yang memang persaingannya sangatlah ketat. Terlebih lagi dengan kondisi Syahila yang memang sampai sekarangpun masih sering merasakan nyeri dikepalanya, dan letak sekolah yang cukup jauh dari kediaman Syahila. Tetapi Syahila tetap bersih keras untuk masuk ke SMP yang diinginkannya itu.
“Ayah, teteh yakin bisa lulus ke SMPN 1 Nusantara.” Ucap Syahila masih berusaha membujuk sang ayah.
“Teteh, untuk masuk kesana itu nilai ujian nasional minimal harus 27,00. Lebih baik teteh masuk ke SMP yang dekat rumah saja yaa. Itu juga sekolah favorit kok.” Kata ayahnya mencoba meyakinkan Syahila.
“Aku tidak mau sekolah di sekolah yang favorit ayah, aku mau sekolah di sekolah yang terbaik. Karena jika sekolah favorit banyak orang yang ingin masuk kesana, sedangkan jika sekolah terbaik, memang banyak orang yang ingin masuk kesana, namun lebih banyak lagi siswa yang menghindar darinya karena memang persyaratan untuk masuk kesana sangatlah sulit. Dan aku ingin menjadi bagian dari mereka orang – orang yang dapat merasakan manisnya buah dari perjuangan ayah.” Ucap Syahila dengan sungguh – sungguh kepada ayahnya dengan mata yang menunjukan penuh rasa keyakinan.