Setelah ayahnya sadar dengan sepenuhnya, ayahnya langsung keluar dan mencari istrinya yang pingsan.
“Pak Agus, itu bawa Fahmi ke rumah sakit saja, biar Bu Nur saya yang nunggu sama Syahila.” Ucap Bu Riris sambil menggendong Putri, adik bungsu Syahila yang terbangun karena mendengar keributan di luar.
Pak Agus langsung berlari keluar dan menghampiri anak keduanya yang sedang ditemani oleh bapak – bapak yang sedang memeriksa tangannya.
“Owh, ini Pak Agusnya sudah datang, Pak sebaiknya langsung dibawa ke rumah sakit pak. itu tulang lengannya patah.” Kata salah satu tetangga yang telah memeriksa keadaan Fahmi.
Pak Agus langsung menggendong Fahmi yang masih menangis karena kesakitan.
Sementara itu Syahila bersama Bu Riris tetangga terdekatnya menunggu Bu Nur sadar dari pingsan. Syahila diminta oleh ibu Riris untuk membuatkan teh hangat untuk ibunya, maka Syahila langsung pergi ke dapur dan membuat teh hangat.
Saat Syahila selesai membuat teh hangat untuk ibunya, Putri, adik bungsu Syahila yang masih berumur 8 bulan itu menangis sehingga Bu Riris membawanya keluar untuk menenangkannya.
Syahila hanya berdua dengan ibunya yang pingsan, ia mendekatkan minyak angin ke arah hidung ibunya dengan harapan ibunya cepat sadar dari pingsan.
Tak lama kemudian, ibunya mulai sadar. Namun ibunya langsung menangis, Syahila melihat air mata ibunya mengalir deras jatuh kepipinya.
Syahila melihat raut keputus asaan dari mata sang ibunda, Bu Nur yang saat itu merasa bahwa beliau sudah tidak kuat lagi untuk menghadapi cobaan yang terus menerpa.