Usainya masa liburan para santri mulai berdatangan kembali ke pondok pesantren untuk kembali mengikuti kegiatan belajar disana.
Parkiran motor maupun mobil dipadati oleh para wali santri yang datang dari berbagai daerah seluruh Indonesia.
Para wali santri itu ada yang langsung pulang lagi pada hari itu dan tak sedikit wali santri yang menginap beberapa hari karena jauhnya tempat asal mereka.
Disamping itu, banyak santri yang pulang sendiri atau mengikuti konsulat. Yang pasti pada hari ini seluruh santri baik putra maupun putri harus berada di wilayah pondok pesantren hari ini juga, selambat – lambatnya pukul 23:59 WIB. Jika tidak, santri yang melanggar akan dikenai sanksi.
Seperti biasa Syahila sudah berada di kamarnya, ia sedang merapikan barangnya dibantu oleh sang ibunda. Namun anggota kamarnya yang sudah datang terlebih dahulu darinya adalah Zahra Nabila, teman sekelas Kiana. Sedangkan Syifa, yang satu angkatan dengan Shofi belum datang, begitupun Kiana.
“Mungkin Kia dan kak Syifa datangnya malem.” Kata Syahila melihat arlojinya yang kini menunjukan pukul 17:15 WIB. Dan benar saja selekas Syahila menunaikan sholat isya Kiana datang dengan ibunya.
“Assalamu’alaikum...” Ucap bu Farras seraya membuka pintu kamar.
“Wa’alaikumussalam.” Jawab Syahila dan langsung menyalami Bu Farras dengan sopan serta langsung membantu membawa barang bawaan yang dibawa bu Farras.
“Wahh... kak Sya sendirian saja?” Tanya bu Farras.
“Bu... maaf duduk di kasur saya saja bu jangan dilantai” Pinta Syahila, saat melihat bu Farras hendak duduk dilantai.
“Owhh... enggak kok bu, Zahra sudah datang. Saya tidak sendiri, kan banyak teman – teman disini.” Kata Syahila menjawab pertanyaan dari bu Farras tadi. Bu Farras mengangguk mengiyakan dan tersenyum pada Syahila.
“De mamah pulang ya, udah malem. Kasian papah sama aa nunggu di parkiran.” Ucap bu Farras kepada Kiana.
Awalnya Kiana menunjukkan rasa keberatan, namun setelah dibujuk – bujuk Kiana akhirnya mengizinkan ibunya pulang.
Bu Farras menoleh kearah Syahila, ia tersenyum dan berpamitan. Sudah tentu Syahila langsung menyalami Bu Farras dan beliau mencium kedua pipi serta kening Syahila kemudian dipeluknya.
Sebenarnya Syahila agak kaget mendapat perlakuan seperti itu, karena Syahila dan ibunya termasuk orang yang memang benar – benar memiliki gengsi yang tinggi.
Bagi Syahila dan Bu Nur, tidak perlu menunjukkan rasa sayang secara jelas, yang terpenting tahu bahwa mereka saling menyayangi satu sama lain.
“Kak Sya, titip ade ya. Anggap saja ade sendiri, jangan sungkan – sungkan kalau memang ade salah tegur saja.” Kata bu Farras sambil tersenyum.
Syahila hanya tersenyum dan mengangguk. Sepulangnya Bu Farras, Syahila dan Kiana langsung mengobrol menceritakan liburan masing – masing serta saling berbagi oleh – oleh yang dibawa masing – masing. Karena keasikkan mengobrol, Syahila dan Kiana tidak menyadari bahwa sekarang sudah larut malam, bahkan Zahra saja sudah tertidur pulas.
Hari demi hari telah berlalu, namun gosip mengenai Syahila dan Jay masih belum berlalu. Bahkan sekarang orang – orang semakin genjar saja menggoda Syahila ketika orang tua Kiana datang ke pesantren untuk menjenguk.
Sehingga Syahila yang biasanya mengobrol dengan Bu Farras, kini ia lebih sering menghindar karena ia tidak mau terlibat lebih jauh dengan gosip yang beredar.
Syahila tidak ingin semua orang salah sangka terhadapnya, ia dekat dengan Kiana bukan karena ingin mendekati Jay, namun memang karena ia nyaman dan cocok dengan Kiana sebagai teman curhat.
Tapi karena akhir – akhir ini Syahila sedikit menghindar saat orang tua Kiana datang, Bu Farras menanyakan hal itu pada Kiana. Beruntungnya, Kiana adalah anak yang cukup mengerti situasi.