“Tuhan punya cara yang unik untuk mendamaikan hamba-Nya yang sedang berselisih. Sekeras apapun kamu memungkiri, jika Tuhan telah menetapkannya maka akan terjadi juga.”
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, kini sudah memasuki tahun ajaran baru, dan otomatis kamar pun dirubah. Syahila berpindah ke kamar lantai satu nomor delapan belas. Sedangkan Kiana pindah ke kamar lantai dua nomor dua puluh tiga.
Saat perpindahan kamar para santri saling membantu dalam memindahkan barang menuju kamar barunya. Begitu pun dengan Syahila dan Kiana, mereka saling membantu membawakan barang masing – masing ke kamar baru mereka.
“Yahh... Syahila dan Kiana sudah tidak sekamar lagi ya. Sekarang kalian terpisah.” Kata wali asrama mereka yang dulu saat masih satu kamar, yang tidak sengaja berpapasan di depan asrama.
Dengan keadaan Syahila dan Kiana yang sedang membawa box berisikan buku – buku pelajaran semester kemarin.
“Iya nih Mi, kita kepisah juga.” Kata Kiana menanggapi. Namun tangannya masih berusaha untuk mengangkat box yang sedang dibawanya bersama Syahila.
“Padahal waktu awal masuk ummi sampe gak bisa bedain ya, mana Kia dan mana Sya. Karena kalian terlalu mirip, ummi kira kalian itu kakak adik kandung.” Ucap ustadzah Dini.
“Iya ummi, sebelumnya afwan aa ummi, kita mau angkut barang – barang dulu ya ummi. Berat ini soalnya.” Ucap Syahila jujur. Terlebih Syahila hanya mengangkatnya dengan satu tangan.
“Oh, iya iya silahkan.” Kata ustadzah Dini, lalu pergi ke kamarnya. Sedangkan Kiana dan Syahila melanjutkan perpindahan kamarnya.
Setelah semuanya beres, Syahila langsung naik ke lantai dua menuju kamarnya Kiana untuk mengajaknya makan siang bersama.
“Assalamu’alaikum.” Ucap Syahila seraya membuka pintu kamar Kiana yang baru.
“Wa’alaikumussalam, masuk aja Kak.” Sahut Kiana dari dalam.
“Eh, gak ada orang? Kemana semua?” Tanya Syahila.
“Ada yang makan di mat’am (tempat makan) dan ada juga yang ke kantin jajan.” Jawab Kiana.
“Kamu gak makan?” Tanya Syahila lagi.
“Males.” Jawab Kiana cepat.
“Kak minta uang dong, aku mau jajan.” Lanjut Kiana.
“Males.” Jawab Syahila cepat.
Hal itu membuat Kiana menatapnya tak percaya, melihat ekspresi Kiana yang seperti itu, Syahila langsung mengajaknya duduk dilantai dan mengajaknya makan sama – sama.
“Kamu boleh jajan, tapi harus makan dulu ya. Kamu dari pagi belum makan, nanti kalau kamu gak makan lagi mag-mu kambuh, kamu jugakan yang sakit.” Ucap Syahila sambil membuka makanan yang dibawakan ibunya tadi saat ibunya datang sebentar.
“Iya, bawel banget.” Kata Kiana sambil cemberut, Syahila yang melihat itu hanya tersenyum.