“Aku tak mau mengelak ataupun mengiyakan, karena aku takut pada kenyataan. Kenyataan yang tidak sesuai harapan. Maka kubiarkan mengalir dengan sendirinya, kupasrahkan kepada Sang Maha Kuasa. Akan seperti apa nanti kedepannya, kuterima dengan lapang dada. Karena Dia tahu yang terbaik bagi para hamba-Nya.”
Sehabis ashar, itulah waktu para santri untuk beristirahat. Istirahat dari kegiatan belajar di sekolah maupun di asrama. Namun di waktu yang sama, tak sedikit santri yang memanfaatkan waktunya dengan mencuci atau menyetrika pakaiannya.
Banyak juga dari mereka yang memanfaatkan waktunya untuk mengerjakan tugas atau menghafal ayat suci Al-Qur’an. Karena disini telah ditentukan target setiap harinya, sehingga mengharuskan para santri untuk terus menghafal dan menyetorkan kepada para ustadzah.
Sore itu, Syahila sedang mengerjakan tugas matematika yang tadi diberikan oleh gurunya. Salah satu temannya yang bernama Adzkia duduk disampingnya.
Adzkia datang kepada Syahila untuk sekedar berbagi cerita kehidupannya yang sedang terkena virus merah jambu. Syahila mendengarkannya dengan baik dan sesekali memberi respon yang sewajarnya.
Normal saja, mereka mulai terkena virus merah jambu yang penting masih dalam tahap wajar. Karena kita juga tidak dapat mencegah kodrat para remaja yang mulai memiliki ketertarikan antar lawan jenis.
Karena sebenarnya itu adalah fitrah dari Sang Maha Kuasa, tinggal bagaimana kita menyikapinya dengan bijak agar sesuai pada tempatnya.
“Tapi Sya kalau di pikir – pikir ya, kalau kamu beneran nikah sama Jay aku gak bisa bayangin anak kamu gimana jadinya.” Ucap Adzkia tiba – tiba mengubah topik pembicaraan.
“Ya udah jangan di pikirin, lagian kita gak mungkin nikah. Kita itu cuma teman.” Sanggah Syahila dengan tenang.
“Ya lucu aja membayangkannya, kamu kulitnya putih, Jay juga putih. Anak kalian bakal seputih apa ya? Seputih cat atau transfaran kaya setan.” Ucap Adzkia.
“Maaf ya sebelumnya Adzkia, sepertinya candaan kamu sudah mulai beerlebihan.” Ucap Syahila mengingatkan.
“Oh, berarti secara tidak langsung kamu mengatakan kelak kamu akan membina rumah tangga bersama Jay?” Tanya Adzkia, ia sengaja menggunakan bahasa baku untuk menggoda Syahila.
“Wallahu’alam.” Jawab Syahila, ia kembali fokus kepada tugas matematikanya.
Kata orang cinta itu buta, mungkin ada benarnya. Karena cinta, orang menjadi serakah. Karena cinta, banyak yang memutus tali persaudaraan. Karena cinta, orang akan kehilangan akal, harta, bahkan nyawa.
Namun, apa benar itu cinta? Atau hanya nafsu belaka? Tanpa cinta, mungkin hidup kita takkan damai. Tanpa cinta, mungkin kita saling berperang. Dan tanpa cinta pula mungkin kita takkan pernah ada.