Keesokan harinya, sepulang sekolah temannya Kiana datang lagi ke kamar Syahila. Ia memberitahu bahwa gadis itu menginjak paku dan pakunya itu sudah mulai berkarat.
Mendengar itu Syahila langsung mengambil antiseptik, kapas, obat merah, serta kasa. Ia bersyukur karena ibunya selalu menyediakan P3K dengan lengkap.
Sedangkan temannya Kiana, Syahila memintanya untuk mengambilkan air hangat. Syahila segera berlari ke kamarnya Kiana yang tak jauh dari kamarnya.
Setibanya disana, Syahila melihat dia yang hendak menempelkan plester pada telapak kakinya yang terkena paku.
“Iya, tempelin langsung aja Kia plesternya.” Kata Syahila menyindir.
Kiana yang menyadari bahwa ada Syahila di kamarnya cepat – cepat menyembunyikan plester yang hendak ia gunakan dan langsung menutupi kakinya dengan selimut.
Ia melihat Syahila yang berdiri di dekat pintu kamarnya dengan tangan yang terlipat di depan dada. Kiana melihat tangan kiri Syahila yang penuh seperti kotak obat karena memang tangan kanan Syahila lumpuh, tidak dapat digerakan.
Kiana mengerutkan keningnya, merasa heran dengan kedatangan Syahila yang tiba – tiba ke kamarnya dengan membawa isi kotak obat di tangan kirinya.
“Loh, Siapa yang sakit kak?” Tanya Kiana pura – pura tidak tahu.
“Gak usah pura – pura gak tahu deh.” Jawab Syahila malas.
Dan temannya Kiana yang di minta Syahila untuk mengambil air hangat sudah datang. Ia memberi air hangat itu kepada Syahila.
Kiana yang baru menyadari apa yang sedang terjadi langsung memberi tatapan mengintimidasi kepada temannya itu.
Sedangkan temannya hanya tersenyum dan keluar meninggalkan mereka. Syahila membuka selimut yang menutupi kaki Kiana, namun gadis itu menahannya.
“Selimutnya jangan di tarik kak, aku dingin.” Pinta Kiana.
“Aku sudah tahu kamu terkena paku, gak usah pura – pura lagi. Mau di obatin gak?” Tanya Syahila, kemudian Kiana membiarkan Syahila untuk membuka selimut yang menutupi kakinya.
“Astagfirullah, Kia! Kaki kamu udah bengkak begini loh, lukanya udah dibersihin belum?” Tanya Syahila lagi.
“Udah.” Jawab Kiana singkat.
“Udah kok bentukannya masih kaya gini?” Tanya Syahila sambil memperhatikan luka di kaki Kiana.
“Udah kok tadi waktu cuci kaki.” Jawabnya.
“Berarti belum di sterilin.” Ucap Syahila.
“Udah dicuci kak pake air.” Katanya bersikeras.
“Iya, iya, serah!” Ucap Syahila malas.
Syahila langsung membersihkan luka itu menggunakan air hangat, ia mengusapnya sangat pelan karena khawatir Kiana akan kesakitan dan menolak untuk diobati.
Setelah membersihkannya dengan air hangat, Syahila memberinya antiseptik menggunakan kapas pada luka Kiana. Dan ia juga memberinya obat merah, serta meraih kasa yang dibawanya yang ia berikan obat merah lalu menempelkan kasa itu pada luka Kiana.
Terakhir, ia menempelkan plester dengan meminta bantuan Kiana karena ia tidak dapat memasangkannya karena tangan kanannya tidak berfungsi.
Maka Syahila memintanya untuk memegangi kasa yang menutupi lukanya agar tetap pada tempatnya, kemudian barulah ia memasangkan plester di telapak kaki Kiana.