Am I a Monster?

sintia indrawati
Chapter #2

The Gloves

"Mengerikan!"

"Aku juga melihatnya sendiri bahwa sebagian dari perutnya keluar. Ewhh."

"Apa dia bunuh diri?"

"Tapi sepertinya ia tak cukup gila untuk membuat isi perutnya keluar."

"Hey tapi sekolah akan menutup kasusnya dengan bunuh diri."

"Oh ya?"

"Tapi aku pikir.. ini.. pembunuhan.."

"Bagaimana menurutmu?"

"Kalau begitu siapa?"

Gadis itu segera melangkah lebih cepat setelah mendengar desas-desus beberapa siswa yang berdiri di koridor sekolah. Entah mengapa rasanya.. Kamboja tak ingin mendengar cerita apapun tentang peristiwa Alesia kemarin.

Entah karena sebelumnya Alesia dan ia sempat bertemu atau karena memang ada suatu hal yang membuatnya takut.

Kamboja tak mengerti.

Ia mengeratkan tudung hoddie nya lalu mengelus tangan yang sempat ia perban kemarin. Sedikit perih. Lukanya juga cukup dalam tapi ia tak berniat sama sekali untuk membawanya ke rumah sakit. 

Entah Kamboja terlalu malas untuk bertemu orang banyak.

Hari tengah terik. Matahari dengan bangganya menyilaukan orang-orang yang masih lalu lalang di gedung sekolah. Hari ini sekolah di pulangkan dengan cepat. Itu sebabnya sekolah mulai sepi hanya ada beberapa murid yang masih tinggal dengan baju putih dan sabuk sebagai baju kebesarannya. Sambil bersilat melawan murid lain di depannya. Juga para siswa laki-laki yang mengucurkan keringat sambil berebut bola coklat lalu mengarahkan ke jaring yang bertengger tinggi di sebuah tiang.

Kamboja hanya melihat sekilas lalu pandangannya menunduk. Sesekali menatap ke arah depan yang masih berjajar orang-orang berseragam coklat dengan pistol di pinggangnya. Juga stiker kuning memanjang bertuliskan "garis polisi" masih setia bertengger mengitari pagar gedung sekolah.

Kamboja menunduk sedikit berlari. Ia ingin cepat-cepat pulang. Entah mengapa ia tak mau melihat orang-orang itu. 

Wajah itu. Wajah mengenaskan dengan mata yang terbuka lebar dan perut yang hancur membuatnya tak bisa tidur. Kamboja menyesal telah ikut melihat jasad Alesia yang sedang di pindahkan ke dalam kantong jenazah kemarin.

Bahkan jika malam menjelang pun ingatan itu tak hilang. Di tambah dengan bayangan-bayangan ia di hardik oleh Alesia sebelum jasad nya di temukan tak bernyawa.

Tunggu. Dia tak melakukan apapun kan dengan Alesia?

Eh tapi bukannya ia di kunci di gudang belakang sekolah? Siapa yang telah menyelamatkannya?

Beribu pertanyaan tak terjawab memenuhi kepala Kamboja. Ia terus berlari bahkan tak mempedulikan apapun di depannya. Ia terlalu fokus dengan ujung sepatunya. Selalu begitu. Kamboja lebih memilih melihat ujung sepatu jeleknya itu ketimbang melihat pandangan orang-orang di sekitarnya.

Untuk kedua kalinya bahunya bertubrukan dengan seseorang. Jatuh terhuyung. Sebelum tangan besar itu berhasil menangkapnya.

Deg!

Ia merasakan jantungnya berdetak tak normal. Irisnya menatap sepatu besar tepat di depannya. Dengan jarak yang sangat dekat. Lalu menggeser bola matanya ke atas. Sosok pria berwajah tampan dengan garis rahang yang tegas juga hidung mancung dan bibir yang terbilang tipis itu mengukir senyumnya.

Lihat selengkapnya