Gadis itu terbangun. Gelap. Hening. Tak ada suara apapun kecuali hewan-hewan yang sesekali bercicit. Entah dimana mereka ia harap hewan berekor itu tidak merangkak di tubuhnya saat ini yang tergeletak di lantai kotor. Masih dengan ikatan yang belum terbuka juga kursi yang ikut terjatuh akibat di ikat dengan tubuhnya.
Tenggorokannya tercekat saat ia ingin mengucapkan sesuatu. Ah kain itu masih menempel di mulutnya. Pengap. Debu seakan mengunci pergerakan dirinya.
"Dimana ini?" Kamboja mencoba berbicara walau suaranya lebih seperti seorang yang sedang berkumur.
Menarik kedua tangannya berharap ikatan itu segera terbuka. Kamboja meringis. Tubuhnya ngilu. Lagi perutnya sangat lapar. Ia bahkan tak ingat kapan terakhir kali ia memasukan makanan ke dalam mulutnya.
Ah ia ingin sekali pergi dari tempat itu.
Ia ingin meminta tolong tapi ia tak tau meminta tolong pada siapa.
Kamboja baru ingat, dia tak punya siapa-siapa disini.
Jika seperti ini rasanya Kamboja ingin mati saja. Bukankah lebih baik begitu? Daripada harus hidup dengan bully -an. Dengan begitu bukannya lebih baik? Karena tak ada lagi yang bisa di bully. Semuanya jadi damai tanpanya. Lagi pula tak ada yang menginginkan nya hidup kan? Jika mati pun, tak mungkin ada yang mencarinya.
Benar kan?
Bulir bening itu tiba-tiba menetes dari sela-sela pipinya. Mengalir deras. Ia menangis sesenggukan.
"Kamu kenapa sayang?"
Pria paruh baya mendekati gadis kecil yang menangkupkan wajahnya di lututnya. Sesekali suara tangisannya terdengar walau sangat pelan.
"Kamu menangis?"
Gadis kecil itu mendongak. Wajahnya merah. Pipinya lembab. Matanya bengkak karena terlalu banyak mengeluarkan air. Gadis itu memeluk Ayahnya dalam diam. Menangis di dadanya. Ayahnya mengelus punggung sempit itu sambil berbisik "kau di bully lagi?"
Gadis kecil itu mengangguk.
Ayah nya menghela nafas. Mengusap pipi gadis kecil itu dengan lembut.
"Dengarkan ayah, jika kau tak punya teman tak apa, ayah akan selalu ada untukmu.. mawar.. ibu.. tak akan pernah meninggalkanmu sendirian sayang."
Gadis itu masih menatap ayahnya dengan lamat. Bibir kecilnya terkatup rapat walau bahunya masih bergetar.
"Jangan merasa kau tak punya siapa-siapa sayang.. kita akan selalu ada disini bersamamu."
"Tapi ayah mereka selalu mengataiku aneh, dan jelek."
Pria yang di panggil ayah itu mengernyit "jelek? Gadis ayah itu cantik.. cantik sekali.. mereka hanya iri dengan kecantikanmu sayang. Percayalah pada ayah."
Kamboja menghentikan isak tangisnya. Masih menatap lurus pria paruh baya di hadapannya.
"Ayah janji akan menjaga putri ayah.. bilang pada ayah kalau mereka menjahati mu lagi ya."
Gadis itu lalu mengangguk. Perlahan senyumnya terukir di bibir tipisnya. Ayahnya mengusap puncak rambut gadis nya.
"Tapi ayah, ayah mau janji sesuatu?"
"Janji apa putriku?"
"Jangan pernah meninggalkanku.."
Ayahnya tersenyum lalu mengangguk. Mendekap putri kesayangannya dalam rengkuhannya.
Di situ Kamboja paham bahwa ayahnya sangat menyayanginya.
"A... Yaaaahh.."