Warning 18+
Adam berlari menuju ruang konseling yang berada di ujung koridor. Sejak tadi ia masih memikirkan perkataan Reyna Diandra yang mengatakan bahwa sebuah kasus baru kematian muncul lagi di sekolah ini. Adam sebenarnya cukup pusing dengan hal ini. Kasus-kasus ini cukup menguras tenaga dan pikiran untuk Adam. Tak ada barang bukti yang di temukan.
Yang ada hanyalah praduga-praduga yang keluar dari mulut orang-orang. Bukan masalah dari praduganya tapi yang masalah adalah seseorang yang menjadi target praduga tersebut. Siapa lagi orang paling terbully di sekolah ini. Adam kadang sampai tak habis pikir bagaimana mereka bisa mudahnya menuduh tanpa bukti yang kuat. Rasanya Adam ingin mencak-mencak dengan orang yang berpikiran seperti ini. Lagi, ini negara hukum jelas orang yang memfitnah pun bisa di hukum penjara kan?
Menghela nafas pelan lalu mengetuk pintu cokelat berplang 'Ruang BK/Konseling' itu.
Tok.. tok.. tok..
"Masuk."
Bias suara dari dalam mengintrupsi Adam untuk memasuki ruangan tersebut. Ia kira akan ada pihak dari kantornya yang sengaja datang untuk membicarakan masalah ini tapi nihil. Hanya ada Pak Syam selaku guru konseling dan Pak Dito wakil kepala sekolah. Entah mengapa posisi Adam disini rasanya hanya sebagai orang ketiga. Tapi jelas mereka mengizinkan Adam masuk tadi. Menggelengkan kepala lalu segera masuk menduduki kursi di samping Pak Syam berhadapan dengan Pak Dito.
"Ada apa Adam?"
Oh iya Adam sampai lupa statusnya sekarang adalah seorang pelajar SMA kelas 2 bukan sebagai Detektif. Bagaimana ia bisa seceroboh ini. Bahkan pihak sekolah pun tak ada yang tau siapa dia sebenarnya. Lagi, wajahnya yang imut dan tampan itu mudah sekali membohongi orang lain bahwa ia sudah berusia 25 tahun.
"Ah, Pak Syam maaf mengganggu, saya hanya ingin meminta data siswa kelas XI."
Pak Syam mengernyit sambil terlihat menimbang-nimbang.
"Ini.. atas perintah Reyna Diandra untuk penggalangan dana pementasan tahun ini."
"Ah.." Pak Syam mengangguk lalu menyerahkan sebuah buku tentang data-data siswa didik.
"Jadi.. kau ikut membantu Reyna?" Pak Dito menatap Adam dengan ramah.
"Hehe iya Pak.." Adam tertawa canggung lalu berpamitan setelah ia mengucapkan terimakasih.
Alasan yang cukup bagus Adam. Tapi ah maafkan Adam Reyna, karena telah membawa namamu untuk berbohong. Rutuknya dalam hati.
***
Wanita itu akhirnya tersenyum senang ketika ia membuka map berwarna biru.
"Akhirnya jadi juga.."
Masih duduk di ruang bertuliskan kepala sekolah sambil menyesap cairan hitam pekat yang menyembulkan uap di cangkir porselen itu.
"Bagaimana?"
Bias suara pria mengejutkan aktivitasnya. Segera menutup map dan langsung menyembunyikannya ke tumpukan map lain di depannya.