Kamboja masih berguling-guling di atas kasur. Senyum Adam. Suaranya. Wajahnya selalu saja mengusik ketenangannya. Ia seperti... sedang di hantui Adam sejak kunjungan Adam tadi. Ngomong-ngomong, kue yang Adam bawa tadi masih setia bertengger di nakasnya. Kue itu terlalu berharga untuk Kamboja makan. Ah ini kan kue dari teman pertamanya. Harusnya ia museumkan atau ia abadikan.
Itu bukannya terlalu berlebihan ya?
Membuka bantal yang ia letakkan di wajahnya lalu beranjak duduk sambil menyender ke tepian tempat tidur. Wajahnya masih merah padam jika mengingat ucapan Adam tadi. Apa katanya tadi? Rindu? Rindu yang bagaimana maksudnya?sepertinya Kamboja terlalu percaya diri hingga membuatnya kegirangan setengah mati sekarang. Bagaimana tidak girang?seorang pria tampan mengucapkan kalimat itu dengan segitu gamblangnya kepadanya. Oh sepertinya Kamboja hampir jadi gila. Walau ia tadi sempat menoleh ke samping kiri kanan dan belakang saat Adam mengucapkan kata rindu, yang ada Adam malah menertawakannya. Yeah, siapa yang percaya ada orang yang mengatakan rindu pada gadis buruk rupa sepertinya.
Bukannya cukup..
Aneh?
Menampik pikiran itu lalu ia beranjak ke meja nakas. Membuka kantung dengan perlahan .
"Bro-nis?"
Mata Kamboja berbinar. Ah ini kue kesukaannya. Bagaimana Adam bisa tau kue kesukaannya itu. Lalu mengambil pisau dan mengirisnya sampai beberapa bagian lalu memakannya.
"Enak."
Tak henti-hentinya ia tersenyum sambil memakan kue pemberian Adam itu.
"Rin-du?"
Kamboja masih bingung. Ia masih bertanya-tanya dalam hati apa yang di maksud pria di depannya. Mengarah ke manik hitam kelam sang pria lalu menelisik mencari kebenaran atau bahkan kebohongan. Tapi ia tak menemukan apapun. Adam... terlalu dapat di percaya bagi Kamboja. Yang sebenarnya baginya Adam itu masih sangat abu-abu.
Mengulas senyum manisnya lalu mengangguk, "iya rindu.. kau kenapa tak masuk sekolah? Kau sakit?" Adam dengan wajah khawatirnya menempelkan telapak tangannya ke dahi Kamboja.
Lalu Kamboja reflek menjauhkan tangan Adam dari dahinya. Tidak. Ini tidak benar. Jantungnya benar-benar serasa loncat. Bagaimana jika nanti jatuh? Lalu ia memakai jantung siapa? Pertanyaan itu memenuhi kepalanya.
Adam tersentak saat Kamboja menjauhkan tangannya dari dahinya. Lalu ia terkekeh. "Kau bahkan tidak sakit.. apa terjadi sesuatu?"
Kamboja hanya menggeleng. Ia bahkan tak mengerti apa yang terjadi bagaimana ia akan menceritakan kepada Adam.
Melihat Kamboja yang malah menunduk Adam mengalihkan pembicaraannya. "Besok masuk ya?"
Kamboja lalu mendongak. Ia masih membisu menatap Adam lekat ke dalam maniknya.
"Jangan takut.. aku akan selalu ada untukmu.. karena kita... teman kan?"
Seakan kata-kata itu sempat menusuknya. Kenapa hatinya sakit? Teman?iya memang teman kan? Jadi apa salahnya dengan kata teman?
Kamboja lalu mengangguk sambil tersenyum tipis. Masih ada pertanyaan yang mengganjal pikirannya.