Matahari mulai masuk pada peraduan. Rona merah menguar di langit. Awan yang bergerombol terbuka seakan memberi jalan kepada sang mega menunjukkan dirinya.
Angin semilir menerbangkan pucuk rambut Kamboja yang menjuntai di garis rahangnya. Rambut itu sudah lebih panjang beberapa senti sejak di potong dengan seenaknya sebatas telinga.
Memilih duduk bersimpuh di depan sebuah gundukan tanah yang kering. Sudah beberapa hari ini hujan tak menuruni bumi. Itu sebabnya gundukan itu menjadi sedikit kering. Kamboja menyiram air yang ada di kendi yang selalu di simpan di dekat batu nisan. Lalu menaburkan bunga memenuhi gundukan tanah itu. Beruntungnya sebagian pinggirnya sudah di lapisi semen juga keramik agar jika hujan deras gundukan itu tak terkikis.
Sorot matanya sendu. Ia masih terdiam melihat foto yang terpajang di antara ukiran nama dalam makam tersebut. Mengusapnya perlahan. Tiba-tiba bulir bening itu meluncur begitu saja dari kedua matanya.
"Mawar, aku rindu.."
Kamboja mulai terisak. Bersamaan dengan suasana yang mulai sepi di lingkungan makam itu. Hanya ada ia seorang yang berkunjung untuk sekedar membersihkan dan menaburkan bunga.
Lalu Kamboja beranjak ke makam sebelahnya. Menaburkan bunga lalu menyiram air yang ada dalam kendi tersebut. Ia berulang kali mengusap lembut ukiran nama yang tertera di batu nisan itu. Membuka bibirnya perlahan dan mengusap kasar bulir yang mengalir di kedua pipinya.
"Ibu... kamboja rindu.. kamboja rindu kalian.."
Kamboja menangis terisak. Ada rasa sesak yang menjalar di hatinya. Ia sangat merindukan sosok itu. Sosok yang selalu ada untuknya. Sosok yang selalu menyayanginya.
Tatapannya menyorot kosong ke depan. Ia mencoba mengingat-ingat memory bersama keluarganya.
"Ibu, ibu sayang kan sama kamboja?"
Sosok wanita paruh baya itu tersenyum lembut. Memeluk dan mencium puncak kepala putrinya. "Tentu.. ibu sayang boja.. juga mawar.."
"Jangan menangis lagi ya." Lanjutnya.
Kamboja tersenyum dalam isaknya ia memeluk sosok yang ia panggil ibu itu dengan erat.
Kamboja menarik nafas dalam guna menyingkirkan sesak di dadanya saat ia mengenang kenangan bersama ibunya. Tubuhnya tak beranjak .Bahkan dingin yang mulai menusuk sampai ke tulang tak membuatnya bergerak. Kamboja masih diam menerawang walau netranya terpaku pada nisan yang terukir nama itu.