Am I a Monster?

sintia indrawati
Chapter #19

Cemburu

Pagi ini matahari mulai menyembul dari balik persembunyiannya. Cuaca cukup cerah untuk sekedar memulai aktivitas harian. Maka Kamboja juga memulai harinya dengan senyuman yang enggan surut dari bibirnya. Entah mengapa hati nya berbunga-bunga. Bahkan ia tak peduli kantung matanya yang sudah mulai menghitam akibat tak bisa memejamkan mata tadi malam. Baginya hari ini menyenangkan walau tubuhnya sedikit lelah karena kurang tidur.

Yeah, bagaimana ia bisa tidur sedangkan bayangan-bayangan indahnya dengan Adam kemarin masih saja enggan beranjak dari kepalanya. Sungguh membuatnya gila. Sepanjang malam. Sebuah benda atau apapun semua tak lekang dari bayangan si pria tampan itu. Ah mungkin Kamboja harus memeriksakan kesehatan mata dan jantungnya sekarang yang bahkan masih berdebar-debar. Apalagi hari ini ia pasti bertemu dengannya. Kamboja serasa tidak sabar untuk bertemu. 

Melangkahkan tungkainya ke trotoar yang biasa ia lalui. Hari ini Kamboja berangkat lebih awal. Kamboja hanya ingin duduk lebih dahulu agar tak melewati pandangan-pandangan orang yang benci kepadanya. Tapi yang paling utama karena.. ingin cepat-cepat bertemu dengan Adam.

Pria itu benar-benar mempunyai daya pikat luar biasa bagi Kamboja. Apalagi dia orang pertama yang membuat seorang Kamboja mengenal cinta dan merasakan rasanya mempunyai teman. 

Kamboja melangkahkan kakinya dengan semangat. Ia ingin cepat-cepat sampai di sekolah. Ia tersenyum ketika melihat kantung yang berisi dua kotak bekal yang ada di genggamannya. Ah Kamboja bangun sangat pagi hari ini. Untuk menyiapkan bekalnya dan juga bekal Adam. Ia ingin terus memasakkan sesuatu untuk Adam. Karena baginya melihat Adam makan dengan lahap itu adalah sebuah kebahagiaan tersendiri untuknya.

Matanya berbinar ketika gerbang sekolah tak jauh dari pandangannya. Namun langkahnya berhenti seketika ketika ia melihat dua orang yang sedang berbicara di gerbang sekolah. Sosok yang familiar untuknya dan sosok yang tak begitu ia kenali. Kamboja memang jarang menegakkan pandangannya. Ia lebih memilih memandangi sepatu bututnya itu. Maka ia jarang sekali melihat rupa teman sekolahnya. Hanya sejak setelah ia mengenal Adam. Ia memberanikan sedikit mengangkat kepalanya untuk memandang dunia. Namun kali ini ketika melihat pria itu hati Kamboja luruh seketika. Senyum yang tadi terukir kini berganti dengan wajah yang datar.

Menggelengkan kepala. Kamboja berusaha tak memikirkan hal-hal buruk tentang Adam. Ah lagi Adam itu kan bukan siapa-siapa untuk nya. Mengapa ia merasa tak ingin Adam dekat dengan wanita lain. Apa ia cemburu?

Cemburu?

Ah tidak. Kamboja menampik pikiran itu jauh-jauh lalu melanjutkan langkahnya dengan kepala yang tertunduk. Ia mencoba melewati kedua orang itu. Baru beberapa langkah sebuah tangan besar mencekal tangan Kamboja.

"Hey."

Kamboja diam tak menoleh. Hatinya masih sedikit perih ketika mengingat sosok itu bercengkrama dengan orang lain.

"Kamboja, kau kenapa?"

Suara bariton itu terdengar khawatir. Menangkupkan kedua tangannya yang besar ke wajah Kamboja. Lalu Kamboja melengos ketika kedua manik hitam itu bertemu. Ah ia tak ingin jantungnya berdebar saat sedang seperti ini. Tentu saja ia tak ingin jika Adam sampai mendengar degub jantungnya yang serasa ingin meledak ini.

"A-aku akan ke kelas. Eng ini untukmu."

Kamboja menyerahkan sebuah kotak bekal kepada Adam. Lalu pergi dengan segera. Ia bahkan tak mempedulikan suara Adam yang memanggil namanya.

"Bekal?"

"Sepertinya dia menyukaimu." Suara dingin nan datar itu mengalihkan atensinya. Gadis berambut blonde ternyata belum pergi dari sampingnya.

Adam menoleh. Alisnya mengernyit. Menatap gadis rambut blonde di hadapannya. "Suka?"

"Ya, kau saja yang tidak peka."

Reyna memangku kedua tangannya di depan dada. Sorot dingin nan datar masih setia melekat di wajahnya. Bahkan sengatan matahari yang mulai terik tak bisa mencairkan wajahnya yang beku. Sepertinya memang gadis ini putri es. Atau saudara Elsa di film animasi Frozen? Ah membayangkan itu membuat Adam tertawa geli.

Lihat selengkapnya