Angin malam berhembus pelan. Membelai kulit hingga menusuk ke dalam tulang. Malam gelap dengan dingin yang membuat tubuh serasa membeku. Adam memasukan tangannya ke dalam saku jaketnya sebelum tangannya yang hangat berubah menjadi bongkahan es.
Malam ini Adam sebenarnya enggan untuk keluar rumah. Namun apa boleh buat tugas nya seakan tak mau tau untuk mendesak Adam segera pergi. Padahal Adam ingin sekali seperti kebanyakan orang yang bergerumul di dalam selimut dalam cuaca yang dingin seperti ini.
Tungkainya melewati bekas kubangan air yang di buat oleh hujan sore tadi. Melangkah dengan pelan sampai kakinya menapaki petak keramik yang tertata rapi dalam sebuah gedung. Netranya menelusuri koridor yang sepi dengan pilar-pilar yang tak terlalu tinggi. Tak ada seorangpun di sana. Hingga dentuman suara kakinya menggaung ke seluruh koridor.
Adam mendaratkan kaki nya pada sebuah ruangan khusus yang di jaga ketat di luarnya. Sudah ada empat petugas bersenjata lengkap di sana. Adam menunduk memberi hormat kepada para petugas lalu masuk ke dalam ruangan bertuliskan 'autopsi'.
Ada dua dokter forensik disana. Salah satunya sedang sibuk menimbang benda berlumuran darah itu. Adam yang melihatnya meringis. Ia menutup hidungnya dengan segera. Aroma ruangan ini memang yang paling tidak di sukai Adam. Aroma busuk dan aroma.. mayat. Uh ini membuat Adam seakan ingin muntah.
Adam mendekati salah satu dokter yang sedang memeriksa jasad yang bahkan sudah di sobek menjadi dua bagian itu. Dari ujung kedua bahu sampai ke bawah perut. Dokter itu menoleh ke arah Adam. Lalu tersenyum. Terlihat dari matanya yang berubah menjadi seperti bulan sabit. Lalu tangannya membuka masker yang bertengger di sebagian wajahnya.
"Adam."
"Jadi ada apa Kak Vian?"
"Aku sudah memeriksa mayat ini, dokter Angga juga sudah menimbang semua organ dalam mayat ini. Jadi, dia murni ... di bunuh." Ujar Vian.
"Ya, aku tau." Ucap Adam datar.
"Jadi Siapa?"
Adam tersentak kecil ketika mendengar pertanyaan Angga yang sudah selesai dengan aktivitasnya. Netra coklatnya menusuk dalam netra gelap Adam. Menelisik jawaban yang akan di berikan oleh Adam. Adam yang tau itu langsung membuang mukanya.
"Apa ada yang kau sembunyikan Adam?" Tanya dokter Angga bagai menusuk relung hati Adam.
Vian hanya menyeret maniknya ke arah Angga dan Adam. Ia bungkam tak mengerti dengan arah pembicaraan dua temannya.
"Aku.. belum menemukan bukti yang cukup kuat." Akhirnya Adam mampu membuka suara.