Am I a Monster?

sintia indrawati
Chapter #21

Dendam

"Aku sudah merelakannya untukmu maka jagalah dengan baik."

-Bagus Pradana-

"Kau sudah bertemu dengan Adam?"

Sang ketua nampak berdiri di depan seseorang pria berkemeja biru laut. Sang pria hanya menoleh lalu menatap sesaat setelah bola matanya bergulir ke sebelah kiri. Ia berusaha menghindari tatapan intimidasi dari ketuanya.

"Jadi sudah bertemu ya? Jadi... mengapa dia mengulur waktu?"

Angga menoleh menatap dalam manik sang ketua di depannya. Rambutnya yang sudah sedikit beruban tak membuatnya kelihatan tua. Bahkan tubuh tegap nya masih sama seperti tiga puluh tahun yang lalu saat usianya masih berkepala dua. 

"Pah, sebenarnya apa mau papa?"

Orang yang di panggil papa itu menatap Angga dengan senyum miring khasnya. Garis rahang nya yang tegas walau kulitnya sedikit keriput namun masih terlihat segar juga tampan. Ia menepuk kedua bahu Angga. Memandang Angga dengan sorot sayu namun tajam. Hening. Hanya suara dentingan jarum jam yang mengisi ruangan itu sesaat. Bahkan suara air conditioner yang mendenging seakan menjadi bunyi yang paling keras yang menusuk indera pendengarannya saat itu.

Menghela nafas lalu menatap Angga dengan lamat. "Ngga, papa akan menjodohkan Reyna dengan Adam. Kamu setuju?"

Angga mendelik. Menoleh ayahnya dengan cepat sebelum ia menghembuskan nafas gusar. "Papa gila? Aku tak setuju."

"He-hey seharusnya kamu sebagai kakak yang baik seharusnya setuju keputusan papa--"

"Tidak!"

Angga lalu melepas tangan ayahnya dari pundaknya lalu bergegas meninggalkan sebuah ruangan bercat cream itu. Sebelum tungkainya melewati pintu. Angga berhenti. Menoleh ke arah ayahnya. Lalu mendecih, 

"aku tak akan sudi jadi kakak ipar bocah itu!"

Pria paruh baya mengusap wajah. Menghembuskan nafas berat. Ia seharusnya tau bahwa anaknya itu memang tak suka dengan Adam sejak dulu. Namun egonya terlalu besar untuk segera menjodohkan putri bungsunya dengan Adam. Ia selalu bertanya-tanya tentang apa kejelekan seorang Adam. Pasalnya Adam itu anak yang baik, pintar, penurut, bertanggung jawab ah ia memang menantu idaman.

Walau begitu putra sulungnya-- Angga sejak dulu tak menyukai Adam. Entah apa masalahnya. Namun bagaimanapun juga mereka selalu dipaksakan takdir untuk bertemu. Di sekolah yang sama. Lalu di tempat kerja yang sama. Memang aneh namun begitulah faktanya.

Netra cokelatnya memandang jauh ke arah perkotaan yang terlihat mulai padat. Benda kaca itu seakan memperlihatkan kota yang luas nan indah di ketinggian 20 meter itu. Harusnya ia merasa senang di suguhkan pemandangan bagus seperti itu. Nyatanya beban pikirannya mengharuskan ia memandang entah kemana. Pandangannya kosong. Ia mulai teringat serpihan-serpihan kecil di masa lalunya.

"Rio, Bagus, dan.. Damar."

"Hey kenapa kau menggambar wajahku jelek seperti ini?"

Lihat selengkapnya