Am I a Monster?

sintia indrawati
Chapter #22

White Rose

"Kau sudah siap kembali ke sekolah?"

Felix memandang datar pria paruh baya di depannya. Netranya masih kosong. Namun ia bersi keras untuk bangkit dari keterpurukannya hari ini. Sudah satu bulan. Sejak ia di rawat di rumah sakit akibat trauma yang di alaminya. Namun, hari ini keadaannya cukup baik sehingga ia berani melangkahkan kakinya ke sekolah. 

Felix mengambil tasnya lalu menyampirkan di bahunya. Mengambil sepotong roti yang ada di meja lalu pergi sambil mengunyah roti tersebut.

Pria paruh baya tersenyum samar. Ia cukup lega ketika anaknya itu sudah ingin bangkit lagi dari keterpurukannya. Walaupun terlalu sedikit--nyaris tak ada kata yang di ucapkan bocah itu semenjak keluar dari rumah sakit. Namun ia cukup senang karena Felix--anaknya bisa kembali seperti sediakala dan melakukan aktivitas normal kembali.

Hari ini Felix berhasil mengendarai motor besarnya setelah sekian lama ia tak menungganginya. Lalu setelah dua puluh menit. Ia menghentikan motornya di parkiran pelataran sekolah. Murid-murid tercengang karena kedatangan Felix. Luar biasa. Felix sudah kembali. Mereka menyapa Felix dengan hangat. Felix hanya membalas dengan tersenyum sangat tipis bahkan nyaris tak terlihat. 

Dua orang siswa tergopoh-gopoh mengurai kerumunan. Siswa dengan penampilan tidak rapi itu langsung berhamburan memeluk Felix. Felix terkejut. Lalu melepas pelukan mereka dengan paksa.

"Hiks.. Fel, akhirnya sekolah lagi." Ucap Raymon.

"Iya Fel aku sangat merindukanmu." Ucap Nathan.

Felix hanya menepuk kedua puncak kepala sahabatnya itu. Lalu melenggang pergi meninggalkan mereka. Raymon dan Nathan tercengang. Mereka sudah menjadi sahabat Felix sejak SMP tapi baru kali ini merasakan perubahan sikap Felix. Felix berubah menjadi pria yang dingin. Padahal biasanya Felix adalah anak cerewet dan pengacau. Ia sering kali membully siswa-siswa yang terlihat lemah.

Raymon dan Nathan saling pandang "Dia.. Felix kan?"

Mereka selalu melihat manik Felix yang berbinar, tawa yang selalu di torehkan setiap bertemu kedua sahabatnya itu. Namun sejak saat ini mereka menyadari sesuatu. bahwa sekarang mata itu bahkan seperti sudah kehilangan jiwa. 

"Aku rasa... Felix sudah berubah." Ucap Reymon dengan nada frustasi.

***

Kamboja melangkahkan kakinya dengan cepat. Netranya memandang lurus ke depan membidik mangsanya dengan lamat. Seperti biasa, murid-murid lainnya seakan ingin menonton apa yang akan terjadi dengan gadis berhoddie itu. Saling melempar tatapan dan senyum miring. Mereka memasang wajah jijik kepada gadis berhoddie yang melewatinya. Seakan adalah sampah yang paling kotor di mata mereka.

Kamboja melirik sekejap lalu menggulirkan bola matanya ke depan lagi. Ia tak peduli. Walau tatapan-tatapan itu semakin menjadi. Seharusnya ia sudah terbiasa dengan semua itu. Seharusnya dia juga sudah terbiasa dengan mereka yang menganggap dirinya sebagai sampah. Bahkan tak pernah di anggap keberadaannya. Kamboja hanya bayang-bayang bagi mereka.

Lihat selengkapnya