Am I a Monster?

sintia indrawati
Chapter #24

Gambar

Kini Felix menapakkan kakinya ke sebuah kelas. Emosinya meluap membuat aura hitam menguar dari tubuhnya. Nathan dan Reymon hanya mengikutinya dengan langkah yang sedikit berlari. 

Kaki jenjang Felix bahkan berjalan terlalu cepat akibat emosi yang ingin segera meluap. Membuat kedua temannya kesulitan untuk menyamakan langkahnya dengan Felix. Mereka bergidik saat melihat sorot mata sayu Felix yang berubah menjadi tajam. Manik itu bahkan serasa ingin menembus jantung Reymon saat itu juga. Reymon meringis, memegang dadanya yang seakan berdetak lebih kencang dari biasanya. Takut, bingung, bercampur menjadi satu. Ia takut dengan apa yang di lakukan oleh sahabatnya itu.

Nathan dengan rasa takutnya mencoba memberanikan diri menyentuh pundak Felix berharap bisa menghentikan langkahnya. Namun sebelum tangannya sampai, Felix menghentikan langkahnya. Memandang sendu anak tangga yang menghubungkan rooftop sekolah.

Nathan segera menarik tangannya sebelum menyentuh pundak Felix. Tak terasa tangannya bergetar. Reymon melirik Nathan yang sedang memejamkan mata dengan tubuh yang sedikit bergetar. Reymon mengernyit, lalu menepuk pelan bahu sahabatnya itu berharap hal itu dapat menetralisir rasa takutnya. Ya, Reymon sangat tahu jika Nathan sedang ketakutan sekarang. Jelas saja yang mereka hadapi ini Felix tapi dengan--jiwa yang baru. Reymon bahkan tak bisa membaca sikap Felix yang sering kali berubah-ubah. 

Menelan ludahnya dengan sulit Reymon lalu memberanikan diri membuka suara "Fel, kita.. mau kemana?"

Felix menoleh. Tatapan tajamnya itu seakan menghunus tepat di jantung Reymon. Reymon tercekat. Ia nyaris kehabisan nafas saat manik mereka bertemu.

Lalu manik tajam itu berubah sendu seketika. Bulir bening mulai membendung pelupuknya. Lalu jatuh melewati pipinya "Vi-vi.." Felix mulai bergumam. Hal itu membuat Reymon mengernyit heran. Bagaimana tidak, setelah tadi matanya berkilat emosi serasa ingin membunuh siapapun yang ada di dekatnya dan sekarang Felix hanya menjadi manusia rapuh dengan tangisan yang mengiris hatinya.

Reymon pun memeluk sahabatnya itu. Menepuk bahunya dengan pelan. "Tak apa.. tak apa.. dia sudah bahagia di sana.. kau tak usah khawatir.. sekarang.. lebih baik kau pulang ya Fel, kau masih harus istirahat."

Rasa takut Nathan kepada sahabatnya pun mencair ketika melihat Felix yang menangis sesenggukan. Di elusnya puncak kepala sahabatnya itu lalu di tuntun menuju parkiran. Menenggelamkan diri mereka ke dalam mobil biru metalik dan meninggalkan pelataran sekolah. Mereka membawa Felix pulang ke rumah karena kondisinya yang masih belum stabil.

Setelah mereka pergi seorang gadis datang. Netranya mengernyit ketika melihat sebuah kertas dengan goresan tinta itu terserak di lantai. Tanpa pikir panjang Reyna pun segera mengambilnya.

Ia lalu bergegas pergi ke rooftop. Reyna memang sering pergi ke rooftop dan berkeliling sekolah sebelum bel istirahat berbunyi. Itu kebiasaan yang ia lakukan untuk mengecek teman-temannya yang membolos. Ah itu sudah kewajiban Reyna bukan sebagai ketua OSIS? Lagipula ia menyukai tugas itu, hitung-hitung bisa jalan-jalan menghilangkan penat dari tugas-tugas lainnya.

Tungkainya mendarat di rooftop. Menggulirkan maniknya ke sekeliling tempat itu. Tak ada orang. Baik, berarti tugasnya hari ini selesai. Reyna menghela nafas lega karena rooftop adalah tempat terakhir yang ia cek. Sesaat akan melangkahkan tungkainya menuju kelasnya Reyna teringat sesuatu. Selembar kertas penuh goresan yang ada di tangannya.

Reyna lalu melihat isi dari kertas tersebut. Coretan yang memenuhi setiap sudutnya. Dan sebuah gambar seorang gadis yang duduk di sebuah kursi dengan tali yang melilit tubuhnya. Reyna mengernyit. Wajah ini terlihat familiar di matanya. Masih dengan wajah datarnya Reyna lalu mengingat-ingat wajah yang ada di gambar tersebut.

Tunggu.

Gadis di gambar ini. 

Lihat selengkapnya