Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Hingga kelopak itu bergerak. Membuka manik hitam kelamnya. Berkedip lalu menarik maniknya untuk menyapu ke seluruh ruangan. Ruangan serba putih dengan selang bercairan bening yang menancap di tangannya. Kamboja tak bisa mencium aroma obat yang menyengat karena udara di hidungnya serasa berjejakan untuk segera masuk. Ada sebuah selang kecil yang menyalurkan nya dari dalam tabung berukuran besar di sampingnya.
Tubuhnya kaku. Seakan rontok jika di gerakkan. Bibirnya kering, juga kelu. Ah sudah berapa hari ia tak membuka mulutnya. Sudah berapa hari ia berada di ruangan ini? Ia terus bertanya-tanya dalam hati. Oh ya, tubuhnya tak terasa kepanasan. Lalu ia melirik ke arah tubuhnya yang di balut baju rumah sakit. Tanpa hoddie. Ah dimana hoddie nya?ia harus segera menemukannya.
Kriiiieeettt
Suara pintu terbuka. Kamboja melirik ke arah daun pintu. Sosok itu langsung berlari dan berhambur di pelukannya. Sosok itu merengkuhnya dengan erat. Sesak. Tubuh Kamboja serasa patah tulang. Padahal ia kesulitan untuk berbicara dan bergerak tapi bisa-bisanya orang ini memeluk tubuhnya dengan erat.
"Akhirnya Kau sadar juga Kamboja.."
Kamboja tersenyum tipis. Tangannya lalu bergerak perlahan menguraikan pelukan si pria namun tak berhasil. Rengkuhan itu terlalu kuat baginya. "A-aku se-sak A-dam."
Mendengar suara Kamboja yang terbata-bata Adam segera menguraikan pelukannya. "A-ah maaf.. apa ada yang sakit? Biar aku panggil dokter dulu."
"Ti-tidak jangan!"
Lalu Adam menatap wajah Kamboja dengan lamat lalu mengernyit. "kenapa jangan? Aku harus tau keadaanmu."
"A-aku ingin---makan." Netra Kamboja melirik semangkuk bubur di atas nakas di sampingnya. Mungkin bubur itu sudah agak dingin. Bubur itu sebenarnya Adam yang membelinya. Setiap pagi ia pasti membeli bubur walau sering kali selalu berakhir di tempat sampah. Adam hanya berharap kamboja segera bangun dan memakan bubur pemberiannya. Dan hari ini harapannya terkabul juga.
"Biar aku beli yang baru ya, itu sudah dingin aku membelinya dua jam yang lalu."
"Tidak, aku mau yang ini saja Adam. Please."
Kali ini bibirnya sudah sedikit lancar berbicara. Adam tersenyum lalu mengambil bubur itu. "Aku suapin ya?"
Mata Kamboja membulat. Jantungnya berdebar tak karuan. Ah dasar Adam. Bagaimana mungkin ia bersikap seperti ini dengan orang yang baru saja bangun dari koma. Kamboja rasa ia akan koma kembali jika Adam terus menerus berbuat manis seperti ini. Ini tak sehat untuk kesehatan jantungnya.
Pipi Kamboja bersemu merah. Menundukkan kepalanya lalu mengangguk perlahan.
Adam terkekeh melihat tingkah Kamboja yang tersipu malu. Bagi Adam hal itu sangat menggemaskan. "Baiklah. Aaaaaakkk."
Akhirnya Kamboja berhasil makan dengan di suapi oleh Adam.
Cklek
Sosok itu terkejut mendapati pemandangan yang begitu indah di matanya. Adik kesayangannya-Adam sedang menyuapi seorang gadis di bangkar rumah sakit itu. Ia tersenyum hangat. Walaupun mereka bukan saudara kandung tapi Jio sudah menganggap Adam sebagai adik kandungnya sendiri. Ini sungguh pemandangan yang begitu--jarang baginya. Sejak setelah Adam terpuruk bertahun-tahun dan berakhir bangkit lalu bisa dekat dengan perempuan lagi. Hatinya mencelos saat Adam begitu terpuruk atas kematian pacarnya dulu. Hingga ia bersusah payah mengejar pendidikannya dengan nilai yang memuaskan dan berhasil meraih impiannya menjadi badan intelijen. Bukan tanpa alasan. Adam ingin menemukan pembunuh pacarnya itu. Walau kenyataannya membuat ia bungkam bahwa yang membunuhnya adalah ayah kandung pacarnya sendiri. Namun, Adam tak mempercayainya hingga ia diam-diam masih menyelidiki kasus itu.